Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penyandang Disabilitas ini Mengubah Limbah Kelapa Jadi Rupiah

18 Oktober 2017   16:07 Diperbarui: 19 Oktober 2017   03:44 4076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk yang banyak dipesan pelanggan (foto: dok pri)

Widiarto (37) yang biasa disapa Widi Batok warga Desa Deresan RT 1 RW 5, Susukan, Kabupaten Semarang layak diacungi jempol. Sebagai penyandang disabilitas, ia enggan menyerah oleh keadaan. Hampir tujuah tahun belakangan, dirinya mengubah limbah kelapa menjadi rupiah.

Limbah kelapa berupa batok yang oleh orang kebanyakan, di tangan Widi diolah menjadi berbagai barang kerajinan tangan dengan harga jual mencapai Rp 50.000 hingga Rp 500.000. Berkat kepiawaiannya tersebut, ia mampu hidup layak seperti galibnya orang normal lainnya. " Saya saat kecil mengalami stroke ringan, akibatnya kaki saya tidak bisa tumbuh normal," ungkap Widi ketika ditemui di rumahnya.

Memang, akibat penyakit yang menderanya, dua kaki yang menopang tubuhnya mengecil dan cenderung bengkok. Kendati memiliki keterbatasan,pria beranak anak satu tersebut pantang putus asa. Gerakannya tetap gesit, bahkan untuk mendukung segala aktifitasnya, dirinya mampu mengendarai sepeda motor seperti galibnya laki- laki kebanyakan.

Widi tengah memilah batok kelapa (foto: dok pri)
Widi tengah memilah batok kelapa (foto: dok pri)
" Tahun 2009, saya divonis dokter dalam waktu sepuluh tahun ke depan saya akan alami kelumpuhan. Tapi, berbekal semangat faktanya sampai sekarang saya masih sehat- sehat saja," ungkapnya sembari menambahkan kelemahan dirinya hanya saat berjalan jauh, kakinya terasa sangat capek.

Menurut Widi, dunia perbatokan sebenarnya baru ia kenal tahun 1998, tepatnya usai tumbangnya orde baru. Di mana, setahun sebelumnya dirinya mengikuti pelatihan di Rehabilitasi Centrum (RC) Kota Surakarta. Oleh para pengajar, berbagai materi ketrampilan mau pun kesenian saban hari diajarkan.  " Kebetulan saya berminat pada kesenian dan kerajinan tangan berbahan limbah," jelasnya.

Produk yang banyak dipesan pelanggan (foto: dok pri)
Produk yang banyak dipesan pelanggan (foto: dok pri)
Untuk memoles batok kelapa menjadi beragam souvenir, Widi memperoleh bahan baku dengan cara membeli seharga Rp 5.000 perkarung kecil. Selanjutnya, limbah kelapa disortir. Batok yang utuh disendirikan, sedangkan yang pecahan diolah jadi asesoris pendukung. Material keras itu, oleh Widi dibentuk menjadi lampu gantung, lampu hias hingga kapal- kapalan.

Guna mendukung aktifitasnya, Widi menggunakan peralatan seperti bor, gerindra, aplas dan pelitur. Di mana, setelah beragam hasil produksinya telah jadi, selanjutnya difinishing untuk disetorkan pada pemesan. " Setiap barang yang saya produksi, semuanya bersifat limited edition. Jadi, satu dengan lainnya tak bakal sama," tuturnya.

Mengerjakan pesanan sendirian (foto: dok pri)
Mengerjakan pesanan sendirian (foto: dok pri)
Rumah Kreatif

Saat ini, menurut Widi, semua order ia kerjakan sendiri. Namun, bila pesanan mencapai jumlah banyak, dirinya menggandeng siswa sekolah di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kecamatan Susukan untuk membantunya. " Anak- anak sekolah itu ikut secara sukarela karena sifatnya belajar mengolah limbah," jelasnya.

Widi mengaku antusias menggandeng anak- anak sekolah, pasalnya ia tengah merintis berdirinya Rumah Kreatif. Di mana, saban hari Sabtu sore, peserta diajarkan cara membuat kerajinan tangan berbahan baku limbah. Kendati tempat yang digagasnya masih sangat sederhana, namun, suatu hari kelak, dirinya optimis mampu berkembang pesat dan menghasilkan lapangan kerja bagi anak putus sekolah.

Suami dari Rohmiyati tersebut  mengaku, jauh sebelum menekuni limbah kelapa, ia sempat tersesat di jalan yang terang. Di mana, cukup lama dirinya hidup di lingkungan Sarirejo Kota Salatiga sebagai pengelola tempat karaoke. " Karena ingin mengubah hidup, akhirnya kehidupan malam di tahun 2010 saya tinggalkan. Terlebih lagi, saya sudah menikahi perempuan idaman ," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun