"Stasiun ini sebenarnya dibangun tahun 1868 bersamaan dengan pembuatan jalur KA Semarang-Tanggung hingga Kedungjati," kata Kristanto.
Kristanto di meja kerjanya (foto: dok pri)
Pihak NISM, lanjut Kristanto, butuh waktu 5 tahun untuk menuntaskan pembangunan rel mau pun stasiun. Saat beroperasi tahun 1873, bentuk bangunan masih didominasi kayu dan sangat sederhana. Baru di tahun 1907 dilakukan renovasi besar-besaran, semua tiang maupun konstruksi kayu dibongkar total. Sebagai gantinya, besi baja kelas satu dimanfaatkan menopang atap seng.
Begitu pun ruang tunggu, kantor kepala stasiun, gudang mau pun bangunan lainnya sengaja diganti tembok tebal bervariasi batu bata. Sedangkan jalur rel berjumlah lima, tiga untuk kereta jarak jauh, sedangkan yang dua jalur dipergunakan kereta jarak pendek (Bringin, Tuntang dan Ambarawa). " Saat ini dua jalur pendek tidak difungsikan karena route ke Bringin sementara tidak dihidupkan," ungkapnya.
Alat pengatur palang pintu tinggalan NISM (foto: dok pri)
Untuk perawatan lingkungan stasiun, sehari- hari terdapat 6 orang karyawan lepas yang bertugas menyapu bersih mulai halaman hingga peron. Hasilnya, sulit menemukan sampah tercecer di lingkungan ini. Begitu pun menjelang memasuki peron, terlihat besi- besi pengatur sinyal yang teronggok rapi. Bahkan, sepertinya debu pun enggan menempel.
Calon penumpang yang nunggu kereta (foto: dok pri)
Ada sisi menarik ketika memperhatikan aktivitas Kristanto, di mana, sebagai petugas pengatur perjalanan KA, ternyata ia juga diserahi tanggung jawab menjaga pintu lintasan rel. Alat yang digunakan merupakan peninggalan jaman NISM, yakni tuas besi terhubung ke palang pintu memanfaatkan kawat baja sepanjang 100 meter. Tuas tersebut bukan sekedar ditarik, namun diputar puluhan kali sehingga palang pintu naik turun.
Itulah penelusuran keberadaan stasiun Kedungjati yang di eranya pernah mengalami kejayaan. Kendati sekarang fungsinya lebih banyak untuk foto-foto maupun pengambilan gambar prewedding, Namun, kokohnya bangunan serta terawatnya tempat ini sangat layak diacungi jempol. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya