Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Ganjar Pranowo, Jalan Dusun Kami Remuk Tak Berbentuk

1 Agustus 2017   15:15 Diperbarui: 5 September 2017   21:53 4209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang warga bingung memilih jalan yang mulus (foto: dok pri)

Ratusan warga Dusun Tegal Ombo, Desa Krandon Lor, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang merasa menjadi anak tiri di Provinsi Jawa Tengah(Jateng). Pasalnya, jalan penghubung menuju ibu kota kecamatan yang merupakan akses terdekat, sudah 14 tahun remuk tak berbentuk.

Perihal keluhan warga mengenai kondisi jalan sepanjang sekitar 3 kilometer ini, awalnya saya terima dari Sulistyono , warga Desa Purworejo yang masih satu kecamatan. Karena informasi bisa bersifat subyektif, akhirnya siang ini, saya harus melakukan penelusuran di lapangan, didampingi dirinya. Hasilnya, memang benar adanya. Jalan yang menjadi jalur vital tersebut, lebih parah dibanding makanan ringan khas Salatiga yang bernama gula kacang.

Menyusuri jalan pedesaan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu lima menit ini, ternyata kondisinya memaksa sepeda motor molor hingga 15 menit. Pasalnya, teramat banyak lobang menganga sepanjang tiga kilometer. Misal memaksa diri menggeber gas kendaraan, maka bebatuan setiap saat siap merontokkan onderdil motor. " Kalau kita lewat jalan yang lebih halus, maka jarak tempuhnya lebih panjang sekitar tujuh kilo meter," ungkap Sulistyono.

Tak hati- hati motor bisa rontok (foto: dok pri)
Tak hati- hati motor bisa rontok (foto: dok pri)
Sepertinya memang agak aneh dengan kondisi jalan ini, sebab, bekas aspal sekian puluh tahun lalu nyaris tak tersisa. Yang terlihat di depan mata hanya bebatuan dan lobang- lobang yang siap menjebloskan roda kendaraan dalam perangkap. Sulit membayangkan semisal ada warga Dusun Tegal Ombo berada dalam keadaan darurat serta membutuhkan bantuan medis, pasalnya ketika usai diguyur hujan, keadaannya sangat pas untuk kegiatan offroad.

Agar mendapatkan data dan penjelasan warga, akhirnya harus berupaya mencari sumber di seputar kampung. Beruntung, tiga laki- laki yang terdiri atas Jamari, Lukman Hakim serta Rohmad mau diajak berbincang. Kebetulan, Rohmad merupakan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Krandon Lor. Ia begitu antusias menjelaskan kondisi jalan penghubung ini. Bahkan, dirinya mengaku sudah kehabisan akal.

" Tahun 2015 lalu, saya pernah membuat proposal perbaikan jalan. Eh giliran proposal saya serahkan ke Kecamatan dan berlanjut ke Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Semarang, proposal ditolak karena jalan ini dianggap sebagai jalan desa," ungkapnya.

Karena merasa putus asa, akhirnya Rohmad bersama warga lainnya mengambil inisiatif melakukan penambalan pada lobang- lobang yang dianggap membahayakan. Menggunakan media tanah urug, lobang yang jumlahnya tak terhitung sementara waktu tertutup. Namun, begitu dilewati truck bermuatan, upaya tersebut sia- sia belaka, sebab begitu dilindas ban truck langsung amblas lagi.

Seorang warga bingung memilih jalan yang mulus (foto: dok pri)
Seorang warga bingung memilih jalan yang mulus (foto: dok pri)
Jadi Komoditi Politik                            

Menurut Rohmad, pada saat musim kemarau, para pengendara motor tidak terlalu dibuat susah ketika melewatinya. Namun, memasuki musim hujan, akibat tak mengetahui adanya lobang- lobang, maka pengendara kendaraan roda dua kerap dibuat jatuh bangun. " Dari mulai anak sekolah mau pun orang yang akan berangkat kerja, teramat sering jatuh dan terluka," jelasnya seraya diamini oleh Jamari mau pun Lukman.

Sekedar diketahui, untuk anak SD, mungkin banyak yang bersekolah di desanya. Namun, bagi siswa SMP dan SMA/SMK maka harus menempuh pendidikan di ibu kota kecamatan bahkan tak sedikit yang meneruskan sekolahnya di Kota Salatiga. Nah, agar mempersingkat jarak tempuh, maka akses jalan gula kacang inilah yang tetap dimanfaatkan. Sebab, sarana angkutan umum sama sekali belum merambah Dusun Tegal Ombo yang dihuni sekitar 250 KK tersebut.

Rohmad mau pun warga lainnya merasa tak habis pikir, bagaimana mungkin akses desa menuju ibu kota kecamatan yang keberadaannya sangat dibutuhkan ribuan orang, ternyata diabaikan oleh pemerintah Kabupaten Semarang mau pun Provinsi Jateng. Celakanya, karena hak pilih Dusun Tegal Ombo mencapai hampir 1.000 suara, kondisi ini kerap dijadikan komoditi politik menjelang Pemilu Legislatif.

" Para calon legislatif, kerap mengumbar janji akan memperjuangkan jalan ini agar diaspal lagi. Giliran sudah jadi, jalannya tetap tak berubah," ujarnya serius.

Ini bukan kubangan kerbau lho (foto: dok pri)
Ini bukan kubangan kerbau lho (foto: dok pri)
Dalam panggung politik, yang namanya kesenjangan di akar rumput, biasa dijadikan amunisi oleh para politisi untuk mendulang suara. Dalam pemilihan apa pun, hal tersebut dihalalkan. Repotnya, rakyat kecil sering terlalu naf sehingga menelan bulat- bulat ocehan mereka. Padahal, janji politisi sebenarnya hanya sekedar kosmetik politik.

Memang, lanjut Rohmad, saban tahun Desa Krandon Lor seperti galibnya desa- desa lainnya selalu mendapat kucuran dari pemerintah pusat berupa Dana Desa. Namun, bila anggarannya dialokasikan untuk memperbaikinya, maka dusun lainnya tak bakal menikmati gurihnya uang negara tersebut. " Padahal, di sini ada delapan dusun," ungkapnya.

Lebih jauh, baik Rohmad, Jamari mau pun Lukman berharap agar pejabat Kabupaten Semarang mau pun dari Provinsi Jateng sudi bertandang ke Desa Krandon Lor. Karena, dengan peninjauan lapangan para pejabat akan mengetahui pasti bahwa warga merasa dirugikan bila saban hari dipaksa mengambil jalan memutar yang selisihnya mencapai sekitar 7 kiloan meter.

Jembatan setelah 72 tahun merdeka (foto: dok pri)
Jembatan setelah 72 tahun merdeka (foto: dok pri)
Terkait hal itu, mereka meminta supaya pemerintah (Kabupaten mau pun Provinsi) bersedia turun tangan. Dengan kondisi jalan yang remuk tak berbentuk itu, masyarakat sangat dirugikan oleh waktu dan tenaga. Terlebih lagi bagi anak- anak sekolah yang harus berangkat lebih pagi. " Pak Ganjar Pranowo, sekali tempo tengoklah rakyat Dusun Tegal Ombo," imbuhnya.

Hingga perbincangan berakhir, untuk kembali ke Desa Suruh, saya sengaja memilih jalan melingkar. Hasilnya, menjelang perbatasan dusun, ups ! Ternyata terdapat jembatan kecil yang dibuat dari batang pohon kelapa yang diletakkan melintang berjajar. Ini apa- apaan ? Kabupaten Semarang yang memiliki APBD hampir Rp 2 triliun, ternyata masih mempunyai jembatan ala jaman kolonial Belanda. Bung, kita sudah merdeka selama 72 taon lho. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun