Kenapa ada embel-embel Ombo di depannya? Jawabnya sederhana, Kristina dibantu dua relawan, yakni Anita siswi kelas 7 di SMP YPPK Satap Bilai dan Uli siswi kelas 4 di SD YPPK Satap Bilai setiap minggu mereka bertiga naik-turun bukit menuju perkampungan sembari membawa buku yang tersimpan di noken. Jarak terdekat 1 kilometer serta terjauh 5 kilometer, ini jarak yang relatif mudah dijangkau bila melalui jalan aspal. Sedangkan jalan yang dilalui Kristina, Anita bersama Uli adalah medan terjal penuh tebing curam.
Di luar hari Minggu, OPIJ tetap buka seperti biasa. Pada jam-jam istirahat belajar di SD maupun SMP, Kristina selalu menyuruh anak-anak membaca beragam buku. Sementara Anita kerap membantu membacakan buku bagi anak-anak yang belum mampu membaca. "Di sini, melihat antusiasme anak-anak menyimak beragam buku, ada kebahagiaan tersendiri bagi saya. Kebahagiaan itu tak tertebus oleh apa pun," ungkap Kristina.
Bagaimana bila seseorang punya buku, namun tidak memiliki uang untuk membayar biaya paket? Jangan khawatir, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan beleid pendukung literasi. Sumbangan buku bisa dikirim setiap tanggal 17 tanpa dikenai biaya apa pun. Syaratnya, pengiriman melalui PT Pos Indonesia, berat maksimal 10 kilo gram dan di bungkusnya harus tertulis BERGERAK.
Itulah catatan tentang gadis Batak yang ingin mencerdaskan anak-anak Papua, Kristina terus bergerak demi literasi. Seperti pesan Nirwan Arsuka, terisolasi bukan berarti jadi penghambat. Tak heran bila ia sanggup naik-turun bukit hanya demi anak-anak yang dahaga bacaan. Pertanyaannya, apa yang sudah kita perbuat untuk Papua? Kalau belum, kiranya dengan langkah kecil, yakni mendonasikan buku ke sana, berarti Anda telah melakukan sesuatu yang mulia. Salam literasi! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H