Ada hal menarik di Yayasan Wali Salatiga selama bulan Ramadhan ini, di mana, sembari menunggu waktu berbuka, para santri menggelar ritual rutin yakni mengaji literasi Islam. Seperti apa aktifitas yang dipimpin KH. Anis Maftuhin tersebut ? Berikut catatannya, Kamis (8/6) sore.
Kendati menggunakan nama Yayasan Wali Salatiga, namun, sebenarnya markas besarnya berada di Jalan Mertokusumo, Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang. Di sini, tengah dirintis satu Pondok Pesantren (Ponpes) terpadu yang nantinya akan dijadikan pusat pengkajian Islam moderen. “ Kenapa pakai embel- embel Salatiga ? Karena dibentuk di Kota Salatiga dan pengurus Yayasan Wali juga banyak warga Salatiga,” kata KH. Anis Maftuhin yang biasa disapa Anis saat menjawab pertanyaan yang terlontar.
Arti Islam moderen, lanjut Anis yang merupakan ustad gaul tersebut, adalah Islam yang penuh toleran. Menghargai dan menghormati agama lain, serta tak sekedar menggelar pengajian yang terkait hadizt saja. Sebab, materi mau pun tema yang sering diusung dalam pengajian di tempat ini beragam meliputi pengajian jurnalistik, pengajian literasi, hingga ngaji duniawi.
“ Ngaji duniawi tak hanya mengupas tentang kehidupan akherat nanti, namun, mengupas bagaimana anak – anak di rumah tidak larut dengan gadgetmau pun smartphone saja,” tukasnya.
Menurut Anis yang merupakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, mempelajari , menghayati dan menjalankan segala hadist sangat penting. Kendati begitu, yang perlu dibenahi adalah moral terlebih dahulu. “ Ketika moral seseorang sudah bagus, maka relatif gampang membentuk karakter seseorang agar menjadi umat Muslim yang tawadhu dan sholeh,” jelasnya.
Terkait hal itu, lanjut Anis, pihaknya sengaja merangkul berbagai kalangan untuk menggelar pengajian rutin sepekan sekali. Dari mulai orang biasa, pejabat, mahasiswa, seniman hingga anak- anak jalanan pun dirangkul. Hal itu untuk memperlihatkan bahwa Yayasan Wali tidak mengharamkan kesenian mau pun kebudayaan seperti wayang dan yang lainnya.
Dalam perjalanannya Yayasan Wali sendiri, mulai mengembangkan diri menjadi pusat literasi. Pasalnya, seperti diakui Anis, dalam dunia santri, literasi nyaris terabaikan. Terkait hal tersebut, pihaknya terus menerus berupaya menghidupkan minat baca di markasnya. Sejak siang selepas luhur hingga menjelang berbuka, santri- santri terlihat tekun menyimak berbagai buku di sini.
“ Minat baca tulis santri di sini meliputi menterjemahkan literatur- literatur kuno turots yang ternyata luar biasa banyak namun belum tersentuh, membantu santri menggali potensi diri,bagaimana menulis teks keagamaan yg baik dan berkualitas,serta memberikan akses seluas luasnya kepada mereka untuk memasuki dunia literasi ini.sebuah dunia yg diyakini selalu menjadi cikal bakal berkembangnya peradaban,” ungkap Anis.