Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengaji dan Literasi ala Yayasan Wali Salatiga

8 Juni 2017   16:02 Diperbarui: 15 Juni 2017   10:21 2677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku hasil wakaf tengah disortir (foto: dok pri)

Ada hal menarik di Yayasan Wali Salatiga selama bulan Ramadhan ini, di mana, sembari menunggu waktu berbuka, para santri menggelar ritual rutin yakni mengaji literasi Islam. Seperti apa aktifitas yang dipimpin KH. Anis Maftuhin tersebut ? Berikut catatannya, Kamis (8/6) sore.

Kendati menggunakan nama Yayasan Wali Salatiga, namun, sebenarnya markas besarnya berada di Jalan Mertokusumo, Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang.  Di sini, tengah dirintis satu Pondok Pesantren (Ponpes) terpadu yang nantinya akan dijadikan pusat pengkajian Islam moderen. “ Kenapa pakai embel- embel Salatiga ? Karena dibentuk di Kota Salatiga dan pengurus Yayasan Wali juga banyak warga Salatiga,” kata KH. Anis Maftuhin  yang biasa disapa Anis saat menjawab pertanyaan yang terlontar.

Arti Islam moderen, lanjut Anis yang merupakan ustad gaul tersebut, adalah Islam yang penuh toleran. Menghargai dan menghormati agama lain, serta tak sekedar menggelar pengajian yang terkait hadizt saja. Sebab, materi mau pun tema yang sering diusung dalam pengajian di tempat ini beragam meliputi pengajian jurnalistik, pengajian literasi, hingga ngaji duniawi.

“ Ngaji duniawi tak hanya mengupas tentang kehidupan akherat nanti, namun, mengupas bagaimana anak – anak di rumah tidak larut dengan gadgetmau pun smartphone saja,” tukasnya.

Pengajian Jurnalistik di yayaan Wali (foto: dok Anis)
Pengajian Jurnalistik di yayaan Wali (foto: dok Anis)
Yayasan Wali  Salatiga yang bermarkas di kawasan Candi Soba, Tuntang, Kabupaten Semarang, mulai dirintis sejak awal tahun 2014 lalu dan diresmikan tanggal 21 Januari 2016. Di mana, ustad Anis yang merasa perihatin atas tersesatnya anak- anak muda dalam mendalami ilmu agama (Islam), akhirnya bersama beberapa tokoh secara perlahan mendirikan komunitas yang tujuan utamanya mengarahkan umat agar mampu memelihara toleransi kehidupan mau pun beragama.

Menurut  Anis yang merupakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, mempelajari , menghayati dan menjalankan segala hadist sangat penting. Kendati begitu, yang perlu dibenahi adalah moral terlebih dahulu. “ Ketika moral seseorang sudah bagus, maka relatif gampang membentuk karakter seseorang agar menjadi umat Muslim yang tawadhu dan sholeh,” jelasnya.

Terkait hal itu, lanjut Anis, pihaknya sengaja merangkul berbagai kalangan untuk menggelar pengajian rutin sepekan sekali. Dari mulai orang biasa, pejabat, mahasiswa, seniman hingga anak- anak jalanan pun dirangkul. Hal itu untuk memperlihatkan bahwa Yayasan Wali tidak mengharamkan kesenian mau pun kebudayaan seperti wayang dan yang lainnya.

Kyai Anis bersama para santri pegiat literasi (foto: dok pri)
Kyai Anis bersama para santri pegiat literasi (foto: dok pri)
Gerakan Wakaf Buku

Dalam perjalanannya Yayasan Wali sendiri, mulai mengembangkan diri menjadi pusat literasi. Pasalnya, seperti diakui Anis, dalam dunia santri, literasi nyaris terabaikan. Terkait hal tersebut, pihaknya terus menerus berupaya menghidupkan minat baca di markasnya. Sejak siang selepas luhur hingga menjelang berbuka, santri- santri terlihat tekun menyimak berbagai buku di sini.

“ Minat baca tulis santri di sini meliputi menterjemahkan literatur- literatur kuno turots yang ternyata luar biasa banyak namun belum tersentuh, membantu santri menggali potensi diri,bagaimana menulis teks  keagamaan yg baik dan berkualitas,serta memberikan akses seluas luasnya kepada mereka untuk memasuki dunia literasi ini.sebuah dunia yg diyakini selalu menjadi cikal bakal berkembangnya peradaban,” ungkap Anis.

Buku hasil wakaf tengah disortir (foto: dok pri)
Buku hasil wakaf tengah disortir (foto: dok pri)
Beragam buku milik Yayasan Wali sebenarnya jumlahnya jauh dari ideal, karena hingga sekarang, kitab- kitab karya ulama klasik baru ada sekitar 400 an eksemplar. Sementara, rasa “dahaga” literasi santri di sini terus bergolak, akibatnya, pengasuh harus berinovasi.  “ Dalam dua bulan terakhir, kami menghidupkan wakaf literasi,” jelas Anis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun