Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri Masjid Peninggalan Laskar Diponegoro di Salatiga

1 Juni 2017   17:10 Diperbarui: 2 Juni 2017   12:32 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kendati secara fisik, arsitekturnya mirip Masjid Geseng di Kabupaten Purworejo yang merupakan peninggalan Sunan Geseng, namun, Masjid Hasan Ma’arif sepertinya agak diragukan keberadaannya bila dikaitkan dengan veteran perang Diponegoro. Agar tidak terjadi “kecelakaan” sejarah, akhirnya data tersebut di atas harus diuji di lapangan. Rochani, takmir Masjid Hasan Ma’arif yang ditemui, Kamis (1/6) sore, ternyata tak mampu memberikan penjelasan. “ Langsung ke Haji Muchlasin saja, beliau sekretaris takmir,” katanya.

Untungnya, setelah menunggu sekitar 30 menit di rumahnya, H. Muchlasin bisa ditemui. Ia menjelaskan, kalau Kyai Condro memang benar adanya merupakan sesepuh Kelurahan Kecandran. Beliau juga mantan prajurit Pangeran Diponegoro yang membuka lahan di sini. “ Tapi, kalau beliau yang mendirikan Masjid Hasan Ma’arif, setahu saya bukan,” ungkapnya.

Menurutnya, berdasarkan keterangan saksi- saksi yang sekarang sudah uzur, di jaman pemerintahan kolonial Belanda, tepatnya tahun 1925, seorang warga setempat bernama H. Abdul Khanan  membeli lahan milik almarhum Sumo. “ Setelah itu didirikan mushola kecil yang dikelola oleh H. Abdurahman, sampai beliau pulang ke daerah asalnya,” kata H. Muchlasin.

Sepeninggal H. Abdurahman, datang H. Hasan Ma’arif yang selain mengelola mushola juga ikut berjuang melawan penjajahan Belanda. Hingga tahun 1935, menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, mushola dipugar menjadi sebuah masjid. “ Tahun 1948, saat class ke II, Masjid Hasan Ma’arif sempat dipugar lagi. Bahkan tahun 1994 juga direnovasi,” ungkapnya.

Karena jasa H. Hasan Ma’arif cukup besar dalam mengembangkan agama Islam di Kecandran dan juga setia merawat rumah Allahtersebut, maka namanya diabadikan sebagai nama masjid.Lho ? Lantas, apa hubungannya dengan Kyai Condro serta karibnya yang bernama Hasan Muarif ? “ Ya logikanya tidak ada, kalau Kyai Condro adalah laskar Pangeran Diponegoro yang merintis Kelurahan Kecandran benar, tapi kalau terkait Masjid Hasan Ma’arif saya sendiri juga meragukan,” jelas H. Muchlisin mengakhiri perbincangan.

Begitulah hasil penelusuran cikal bakal Masjid Hasan Ma’arif yang santer disebut- sebut sebagai peninggalan Kyai Condro. Agar “kecelakaan” sejarah tak terus menerus berulang, maka dengan keterangan H. Muchlasin ini, semoga semua pihak mampu menerima sekaligus mencernanya. Sebab, nama Hasan Ma’arif dengan Hasan Muarif memang ada kemiripan, hanya beda satu huruf. Selamat menjalankan ibada puasa, jaga diri serta jaga hati. (*)                                                                                                                 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun