Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merawat Tradisi Bukber dan Takjil Gratis di Salatiga

31 Mei 2017   17:26 Diperbarui: 31 Mei 2017   19:20 2017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi buka bersama (bukber) dengan rekan sekantor atau sesama satu alumni adalah hal biasa. Namun, membatalkan puasa dan mendapatkan takjil secara gratis merupakan sesuatu yang istimewa. Cerita Ramadhan inilah yang terus terawat serta terjaga di Kota Salatiga. Seperti apa ceritanya? Berikut penelusurannya, Rabu (30/5) sore.

Seperti daerah-daerah lainnya, jelang berkumandang adzan Maghrib, berbagai komunitas kerap menggelar acara pembagian takjil di sudut-sudut jalan strategis. Hajatan kecil tersebut biasanya tidak dilakukan saban hari. Dalam satu bulan, maksimal satu kelompok melakukannya empat kali. Maklum, selain merupakan bakti sosial juga untuk menjalin kebersamaan antarumat.

Nah, kalau pembagian takjil di jalan-jalan bersifat sementara, sebaliknya di masjid maupun mushola yang ada di Kota Salatiga dilakukan secara permanen, alias 30 hari nonstop. Para jemaah, biasanya mendapatkan jatah mengirim makanan ringan atau minuman ke lokasi yang ditunjuk. “Takmir masjid, tiga hari sebelum memasuki bulan puasa biasanya sudah mengedarkan jadwal pemberian takjil,” ungkap ibu Nanik Ariyani, pengurus pengajian Masjid Darut Taqwa, Jetis Timur, Sidorejo, Kota Salatiga.

Aneka makanan takjil di Masjid Darut Taqwa (foto: dok pri)
Aneka makanan takjil di Masjid Darut Taqwa (foto: dok pri)
Takjil yang biasa disebut sebagai jaburan itu, katanya, memang sudah menjadi tradisi yang sudah ada sejak zaman serbasulit. Seorang jemaah, rata-rata dengan kesadaran dirinya sendiri mendapatkan tiga kali giliran. Sedangkan jenis takjilnya tidak ditentukan, karena sifatnya hanya makanan ringan untuk membatalkan puasa. “Selanjutnya takjil itu dibagikan pada siapa pun saat berkumandang adzan Maghrib dan sesudah sholat Tarawih,” ungkapnya.

Bukan hanya di Masjid Darut Taqwa yang selama bulan Ramadhan menyediakan takjil pembuka puasa, namun mayoritas masjid dan mushola yang ada di Kota Salatiga ikut menjaga tradisi ini. Siapa pun orangnya, warga setempat maupun orang lewat, ketika adzan Maghrib berkumandang, dijamin tak kesulitan menemukan makanan ringan berikut minumannya. Tinggal masuk ke salah satu tempat ibadah bagi umat Islam, pengurus pengajian biasanya langsung mempersilakan menikmati hidangan yang telah disediakan.

Kebersamaan yang terus dijaga ini tak pelak menimbulkan dampak positif. Sebab, seseorang yang kebetulan tengah melintas di salah satu masjid atau mushola, begitu ikut membatalkan puasanya, pasti terlibat interaksi dengan warga setempat. Dari sekedar ngobrol ngalor ngidul, bakal berujung pada saling kenal hingga silaturahmi terjalin.

Beragam minuman gratis yang disediakan ibu pengajian (foto: dok pri)
Beragam minuman gratis yang disediakan ibu pengajian (foto: dok pri)
Bukber Gratis

Tradisi menyediakan jaburan sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Konon, waktu itu umat Muslim memiliki kebiasaan untuk menyiapkan berbagai makanan tradisional bagi orang-orang yang berpuasa seperti umbi-umbian dan teh tawar. “Selain dimanfaatkan bagi yang ingin berbuka, biasanya sesudah sholat Tarawih disediakan bagi yang tadarus,” jelas Ibu Nanik.

Nah, di luar jaburan, ternyata ada juga masjid yang sengaja menyediakan menu bukber dengan makanan berat seperti nasi berikut lauknya. Salah satunya adalah Masjid Nuruz Zahro, Kembang Arum, Sidomukti, Kota Salatiga. Di mana, tiga kali dalam sepekan, ibu-ibu pengajian menyediakan ratusan porsi nasi untuk siapa pun yang membutuhkan. “Bukan hanya warga sini saja, tapi seluruh umat Muslim yang kebetulan melintas pas adzan Maghrib, boleh menikmatinya,” tutur ustadzah Natalia Rengganingrum yang getol meramaikan masjid tersebut.

Ratusan nasi rawon yang disiapkan bukber hari ini (foto: dok Natalia)
Ratusan nasi rawon yang disiapkan bukber hari ini (foto: dok Natalia)
Menurut Ustadzah Natalia, ratusan porsi bukber tersebut dikelola oleh ibu-ibu pengajian Masjid Nuruz Zahro. Di mana, karena masing- masing juga memiliki kesibukan di rumahnya, untuk sementara baru tersedia hari Senin, Rabu, dan Jumat. “Sebelum menyiapkan masakan bukber yang jumlahnya mencapai ratusan porsi, maka, ibu-ibu pengajian termasuk saya membereskan semua pekerjaan rumah terlebih dulu,” ujarnya.

Tradisi menyiapkan bukber di Masjid Nuruz Zahro, kata ustadzah gaul tersebut, sebenarnya sudah berlangsung bertahun-tahun. Setiap menjelang bulan Ramadhan, jamaah masjid telah menyatakan kesanggupan membantu logistik guna pengadaan menu bukber gratis yang terbuka bagi siapa pun tanpa sekat status sosial. “Mau anak kos, mau orang lewat atau pengusaha sekali pun boleh-boleh saja ikut bukber di masjid kami,” ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun