Kenapa hal tersebut bisa terjadi ? Dalangnya ya Murod Irawan. Selaku Kepala Pemasaran BP di Jawa Tengah/ DIY, ia merupakan sosok yang licin. Saking licinnya, bisa dikata seperti belut dibalut oli. Penampilannya selalu trendi, harum dan dilengkapi mobil mewah warna biru berpintu dua. Kalau tidak salah, nomor polisinya H 1 BP. Kendaraan tersebut, kerap diparkirnya di depan kantor Walikota, bukan di tempat parkir yang sudah ditentukan.
Perawakannya agak kurus, memiliki wajah bukan asli pribumi, dalam berbicara cenderung mengabaikan orang lain. Dia hanya mau berakrab- akrab dengan para penentu kebijakan, kalau hanya tingkat staf, tak bakal digubris. Mulutnya kerap mengeluarkan kata- kata manis sarat bualan, sehingga mulai Walikota hingga jajaran SKPD jadi terbuai.
Murod tak hanya bermain di Kota Salatiga saja, ia juga menjarah APBD di berbagai daerah Jawa Tengah. Bahkan, di DIY, dirinya mampu mengakali uang negara di sedikitnya lima kabupaten, kerugiannya nyaris sama, semua di atas angka Rp 4 miliar. Modus operandi dalam menggangsir duit rakyat juga mirip, melalui seminar, pendekatan eksekutif serta legislatif, ujung-ujungnya rabat dibagi sesuai jabatannya masing- masing.
Begitu licinnya Murod, hingga perkara korupsi ini dibongkar pihak berwajib, dirinya tetap tak tersentuh hukum. Karena telah ditetapkan sebagai tersangka di berbagai daerah, belakangan ia menghilang bak ditelan bumi. Entah sudah meninggal atau sengaja bersembunyi di luar negeri, yang jelas, Murod tidak pernah merasakan dinginnya bui.
Sekda Tersangka, Tersangka Jadi Sekda
Seperti apa yang disampaikan YB Maryoto, perkara jarah menjarah uang Negara akhirnya hanya berhenti di enam tersangka. Legislatif tiga orang, eksekutif tiga orang , semuanya sudah menjalani hukuman. Sementara yang lainnya bebas melenggang tanpa tersentuh tangan hukum. Agak aneh memang, duit sebesar Rp 7,4 miliar yang bertanggungjawab hanya 6 orang, terus yang lainnya kenapa belum diciduk ?
Angka Rp 7,4 miliar, di tahun 2003/2004 bukan jumlah yang kecil. Kendati begitu, faktanya orang- orang yang jadi tersangka jumlahnya sangat kecil. “ Bancakan Rp 7,4 miliar, logikanya yang terlibat mulai tingkat Kasi hingga Walikota. Tak mungkin hanya segelintir orang,” tukas YB Maryoto.
Memang, di antara para tersangka, terdapat mantan Sekda Drs Sutejo, mantan Kepala Diknas Drs Subakri hingga pimpinan dewan. Yang menurut YB Maryoto lucu, mantan Sekda jadi tersangka, sementara ada mantan tersangka , yakni Sri Wityowati belakangan malah menjadi Pj Sekda karena pejabat lama Drs Agus Rudianto mencalonkan diri sebagai kandidat di Pilkada.
Lho kok tersangka jadi Pj Sekda ? Begini perjalanannya berdasarkan data Sri Wityowati pernah ditetapkan sebagai tersangka korupsi buku BP bersama mantan Kepala BPKD Drs Mardiono dan Kasubbid Belanja Pembangunan BKKD Sartono SH.Sayang, dalam perjalanannya, Kejaksaan Negeri Kota Salatiga berpendapat lain, tiga orang tersangka ini diberikan Surat Keterangan Penghentian Penyidikan (SKKP) alias mereka dibebaskan tanpa melalui persidangan.
Kendati SKKP memang merupakan hak prerogatif Kejaksaan, namun, beleid tersebut sangat disesalkan oleh para aktifis anti korupsi. YB Maryoto yang sejak awal setia melakukan pengawalan atas kasus ini, berpendapat bahwa perkara korupsi tersebut layak dibuka kembali, termasuk pengkajian terhadap para mantan tersangka yang mengantongi SKKP. “ Lha wong yang sudah memenangkan praperadilan saja bisa kembali dijadikan tersangka, apa lagi hanya mendapatkan SKKP. Kan tinggal penyidik melengkapi kembali alat bukti,” jelasnya. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI