Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Benarkah Masjid Tiban ini Berusia 549 Tahun?

10 Mei 2017   16:08 Diperbarui: 10 Mei 2017   20:27 2285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura masjid tetap sesuai aslinya (foto: dok pri)

Setelah berulangkali tertunda untuk mengunjungi Masjid Tiban, di Jenar Kidul, Purwodadi, Kabupaten Purworejo, akhirnya Rabu (10/5) niat tersebut terealisasi. Seperti apa kondisi tempat ibadah yang katanya berusia 549 tahun lebih dan merupakan peninggalan Sunan Kalijaga tersebut, berikut catatannya.

Siang hari, saat panas menyengat, tak sulit menemukan Desa Jenar Kidul yang berjarak sekitar 14 kilometer dari ibu kota Kabupaten Purworejo. Kendati begitu, karena minimnya petunjuk, bukan berarti bisa langsung tiba di masjid yang disebut- sebut sebagai masjid tertua di Purworejo itu. Setelah bertanya tiga kali, akhirnya bertemu papan nama yang ukurannya relatif  kecil serta berwarna kurang menyolok di tepi jalan.

Masjid Tiban lokasinya berjarak sekitar 2 kilometer dari jalan raya Purworejo-Jogja, sementara dari jalan kecamatan hanya terpaut 150 meter. Kondisi masjid relatif bersih, mulai halaman hingga tempat wudlu, semuanya terawat. Kendati begitu, situasinya sepi tak ada satu orang pun yang terlihat. Saat mau menunaikan sholat dzuhur, kita hanya bisa melaksanakan di serambi karena pintu utama dikunci.

Santai di teras masjid nunggu penjaga tiba (foto: dok pri)
Santai di teras masjid nunggu penjaga tiba (foto: dok pri)
Beberapa saat kemudian, terlihat seorang warga bernama Suroso (40) yang tinggal di samping masjid. Ia mengatakan, pintu dikunci karena kerap dimasuki pencuri yang menggasak berbagai barang. Entah maling model apa yang berani menjarah tempat ibadah peninggalan Sunan Kalijaga. “ Kunci dibawa pak Tarno selaku penjaga masjid, rumahnya dari sini berjarak sekitar seratus meter,” jelasnya sembari menunjuk jalan kecil menuju rumah yang dimaksud.

Karena Suroso berpesan pak Tarno biasanya selepas dzuhur kembali berangkat ke sawah, saya pun bergegas menuju rumahnya yang sederhana. Ternyata, penjaga Masjid Tiban adalah seorang laki- laki berusia 65 tahun, berpostur tinggi agak besar namun ramah. Nama lengkapnya adalah Sutarno, bertugas sebagai penjaga masjid sudah 21 tahun. “ Dalam catatan saya, sudah dua kali masjid dibobol maling dan yang diincar adalah perangkat pengeras suara.  Kalau hanya mukena, sudah sering diambil orang, demi amannya sengaja saya kunci,” ungkapnya setelah usai memperkenalkan diri.

Mendengar penjelasannya, siapa pun orang waras pasti membatin, pencuri yang nekad menjarah di dalam masjid bersejarah, pastilah sosok pencoleng tak mengenal kosa kata kualat. Bagaimana tidak, Masjid Tiban merupakan peninggalan Sunan Kalijaga yang termasyur akan kesaktiannya. Eh, faktanya tetap saja diembat barang- barangnya.

Gapura masjid tetap sesuai aslinya (foto: dok pri)
Gapura masjid tetap sesuai aslinya (foto: dok pri)
Didirikan Tahun 1468

Karena saya menyatakan ingin melihat bagian dalam Masjid Tiban, pak Tarno tanpa berbelit langsung mengantar. Sembari berjalan, beliau bertutur, mengutip cerita para leluhur di desa Jenar Kidul yang sudah turun temurun ke anak, cucu, buyut hingga cicit. “ Masjid Tiban didirikan oleh Sunan Kalijaga yang merupakan bagian dari Wali Songo pada tahun 1468,” ungkapnya.

Menurut pak Tarno, Dusun Kauman, Desa Jenar Kidul dipilih oleh Sunan Kalijaga karena ribuan tahun yang lalu, Nabi Ibrahim AS melemparkan bagian batu Hajar Aswad ke seluruh penjuru dunia dan salah satunya jatuh di dusun ini. Batu Hajar Aswad merupakan batu andesit hitam yang dipercaya sebagai salah satu bagian dinding Ka’bah di Masjidil Haram, Mekah. “ Selain di sini, batu juga jatuh di Demak,” kata pria perindu sorga tersebut sembari menunjuk sebuah bebatuan hitam yang terletak di samping masjid.

Batu hajar aswad yang ada di samping masjid (foto: dok pri)
Batu hajar aswad yang ada di samping masjid (foto: dok pri)
Masih mengutip cerita kakek nenek moyangnya, pak Tarno melanjutkan, sebelum mendirikan Masjid Tiban, Sunan Kalijaga yang berpetualang di tanah Jawa seraya menyebarkan syiar Islam, waktu itu menyamar menjadi laki- laki bernama Syech Udan Baring. Untuk membangun tempat ibadah umat Muslim ini, Sunan Kalijaga menggunakan batu bata biasa namun tidak memakai semen. Maklum, di Nusantara belum berdiri pabrik semen. Sehingga, Sunan hanya memanfaatkan adonan lumpur sebagai perekat.

Dalam waktu singkat, berdirilah sebuah masjid yang representatif (saat itu). Memiliki empat tiang (soko guru)  yang terbuat dari kayu jati utuh dan dibalut plat besi tebal. Sedangkan di halaman terdapat gapura kecil yang sampai sekarang masih dipertahankan sesuai aslinya. “ Kalau untuk menara , serambi sampai tempat wudlu merupakan bangunan tambahan,” jelas pak Tarno.

Empat tiang masih asli peninggalan Sunan Kalijaga (foto: dok pri)
Empat tiang masih asli peninggalan Sunan Kalijaga (foto: dok pri)
Mengenai bangunan tambahan, berdasarkan prasasti yang ada, menara dibangun mulai tanggal 14 Juli 1997, selesai tanggal 13 Febuari 2000. Makan waktu cukup lama untuk mewujutkan menara yang terlihat gagah tersebut. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 17 Maret 2001 dibangun serambi yang sekarang kerap digunakan guna mendukung berbagai kegiatan remaja masjid.

Sambungan pada tiang masjid bukti peradaban masa lalu (foto: dok pri)
Sambungan pada tiang masjid bukti peradaban masa lalu (foto: dok pri)
Air Bertuah                                                                 

Untuk gapura sendiri, lanjut pak Tarno, sebenarnya sudah bukan bangunan orisinil peninggalan Sunan Kalijaga. Karena pernah mengalami kerusakan, akhirnya kembali direnovasi tanpa mengubah bentuk, yakni tanpa plesteran sehingga batu batanya terlihat. “ Kalau ruangan dalam Masjid Tiban, sama sekali tidak ada perubahan karena termasuk cagar budaya,” ungkapnya.

Apa yang diungkapkan oleh pak Tarno, ternyata benar adanya. Di dalam masjid, terdapat empat tiang berusia ratusan tahun yang semuanya dibalut plat besi, ukurannya berdiameter 50 centimeter serta tinggi 7 meter. Sementara untuk menopang keempat tiang, terdapat batu lingga - yoni melambangkan alat reproduksi laki- laki dan perempuan. “ Kalau dalam bahasa Jawa disebut umpak lanang dan umpak wadon,” tuturnya.

Begini wujut umpak lanang penangga tiang (foto: dok pri)
Begini wujut umpak lanang penangga tiang (foto: dok pri)
Ada hal menarik lainnya di Masjid Tiban, yakni keberadaan air bertuah peninggalan Sunan Kalijaga. Air yang bersumber dari sumur di tempat wudlu pria, ditampung dalam bejana besi ukuran besar. Bejana ini, sengaja ditanam pada bak tembok untuk menghindari tangan jahil dan memiliki pintu tersendiri yang setiap saat terkunci. Karena kunci dibawa pak Tarno, otomatis orang yang membutuhkan harus lewat beliau.

Bagi orang yang percaya, lanjut pak Tarno, air yang sudah ditampung di bejana mampu menyembuhkan beragam penyakit, mudah dapat jodoh hingga melempangkan jalan rejeki. Bahkan, dulu pernah terjadi, seorang warga negara Malaysia akan menikahkan putrinya. Karena sebelumnya memiliki nadzar pengantin harus dibasuh menggunakan air Masjid Tiban, maka, ia datang ke desa Jenar Kidul menggunakan mobil carteran.

Bejana peninggalan Sunan kalijaga (foto: dok pri)
Bejana peninggalan Sunan kalijaga (foto: dok pri)
“ Dari bandara Adi Sucipto Sleman, DIY, orang itu langsung kesini dengan membawa jirigen kecil untuk diisi air. Sesudah jirigen terisi, dia langsung pulang ke Malaysia,” kata pak Tarno.

Selain soal air bertuah, juga terdapat bedug yang ada di serambi masjid. Menurut pak Tarno, bedug tersebut dibuat dari cabang pohon Jati tua di Desa Prengkolan, Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Di mana, batangnya di tahun 1837 atas perintah Bupati Purworejo pertama, yakni Cokronegoro I dijadikan bedug terbesar se dunia dan sekarang ada di Masjid Darul Muttaqien.

Bedug ini merupakan anak bedug terbesar di dunia (foto: dok pri)
Bedug ini merupakan anak bedug terbesar di dunia (foto: dok pri)
Begitulah catatan tentang Masjid Tiban peninggalan Sunan Kalijaga, meski tahun pendiriannya agak diragukan, pasalnya Masjid Agung Demak sendiri baru dibangun tahun 1479. Artinya lebih dulu Masjid Tiban yang berdiri. Data yang ada, Sunan Kalijaga diperkirakan lahir tahun 1450, bila benar masjid tersebut berdiri tahun 1468 maka Sunan masih sangat belia yakni 18 tahun. Kendati begitu, sisa peradaban masa lalu harus diapresiasi dan dilestarikan, sebab, saat masjid dibangun, bangsa ini mungkin seratus persen buta huruf latin, namun, ternyata mampu berinovasi hingga terbangun sebuah tempat ibadah yang tahan beratus tahun. Anda tertarik mengunjunginya ? Silahkan, lokasinya asal rajin  bertanya tak sulit menemukannya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun