Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Benarkah Masjid Tiban ini Berusia 549 Tahun?

10 Mei 2017   16:08 Diperbarui: 10 Mei 2017   20:27 2285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bejana peninggalan Sunan kalijaga (foto: dok pri)

Empat tiang masih asli peninggalan Sunan Kalijaga (foto: dok pri)
Empat tiang masih asli peninggalan Sunan Kalijaga (foto: dok pri)
Mengenai bangunan tambahan, berdasarkan prasasti yang ada, menara dibangun mulai tanggal 14 Juli 1997, selesai tanggal 13 Febuari 2000. Makan waktu cukup lama untuk mewujutkan menara yang terlihat gagah tersebut. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 17 Maret 2001 dibangun serambi yang sekarang kerap digunakan guna mendukung berbagai kegiatan remaja masjid.

Sambungan pada tiang masjid bukti peradaban masa lalu (foto: dok pri)
Sambungan pada tiang masjid bukti peradaban masa lalu (foto: dok pri)
Air Bertuah                                                                 

Untuk gapura sendiri, lanjut pak Tarno, sebenarnya sudah bukan bangunan orisinil peninggalan Sunan Kalijaga. Karena pernah mengalami kerusakan, akhirnya kembali direnovasi tanpa mengubah bentuk, yakni tanpa plesteran sehingga batu batanya terlihat. “ Kalau ruangan dalam Masjid Tiban, sama sekali tidak ada perubahan karena termasuk cagar budaya,” ungkapnya.

Apa yang diungkapkan oleh pak Tarno, ternyata benar adanya. Di dalam masjid, terdapat empat tiang berusia ratusan tahun yang semuanya dibalut plat besi, ukurannya berdiameter 50 centimeter serta tinggi 7 meter. Sementara untuk menopang keempat tiang, terdapat batu lingga - yoni melambangkan alat reproduksi laki- laki dan perempuan. “ Kalau dalam bahasa Jawa disebut umpak lanang dan umpak wadon,” tuturnya.

Begini wujut umpak lanang penangga tiang (foto: dok pri)
Begini wujut umpak lanang penangga tiang (foto: dok pri)
Ada hal menarik lainnya di Masjid Tiban, yakni keberadaan air bertuah peninggalan Sunan Kalijaga. Air yang bersumber dari sumur di tempat wudlu pria, ditampung dalam bejana besi ukuran besar. Bejana ini, sengaja ditanam pada bak tembok untuk menghindari tangan jahil dan memiliki pintu tersendiri yang setiap saat terkunci. Karena kunci dibawa pak Tarno, otomatis orang yang membutuhkan harus lewat beliau.

Bagi orang yang percaya, lanjut pak Tarno, air yang sudah ditampung di bejana mampu menyembuhkan beragam penyakit, mudah dapat jodoh hingga melempangkan jalan rejeki. Bahkan, dulu pernah terjadi, seorang warga negara Malaysia akan menikahkan putrinya. Karena sebelumnya memiliki nadzar pengantin harus dibasuh menggunakan air Masjid Tiban, maka, ia datang ke desa Jenar Kidul menggunakan mobil carteran.

Bejana peninggalan Sunan kalijaga (foto: dok pri)
Bejana peninggalan Sunan kalijaga (foto: dok pri)
“ Dari bandara Adi Sucipto Sleman, DIY, orang itu langsung kesini dengan membawa jirigen kecil untuk diisi air. Sesudah jirigen terisi, dia langsung pulang ke Malaysia,” kata pak Tarno.

Selain soal air bertuah, juga terdapat bedug yang ada di serambi masjid. Menurut pak Tarno, bedug tersebut dibuat dari cabang pohon Jati tua di Desa Prengkolan, Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Di mana, batangnya di tahun 1837 atas perintah Bupati Purworejo pertama, yakni Cokronegoro I dijadikan bedug terbesar se dunia dan sekarang ada di Masjid Darul Muttaqien.

Bedug ini merupakan anak bedug terbesar di dunia (foto: dok pri)
Bedug ini merupakan anak bedug terbesar di dunia (foto: dok pri)
Begitulah catatan tentang Masjid Tiban peninggalan Sunan Kalijaga, meski tahun pendiriannya agak diragukan, pasalnya Masjid Agung Demak sendiri baru dibangun tahun 1479. Artinya lebih dulu Masjid Tiban yang berdiri. Data yang ada, Sunan Kalijaga diperkirakan lahir tahun 1450, bila benar masjid tersebut berdiri tahun 1468 maka Sunan masih sangat belia yakni 18 tahun. Kendati begitu, sisa peradaban masa lalu harus diapresiasi dan dilestarikan, sebab, saat masjid dibangun, bangsa ini mungkin seratus persen buta huruf latin, namun, ternyata mampu berinovasi hingga terbangun sebuah tempat ibadah yang tahan beratus tahun. Anda tertarik mengunjunginya ? Silahkan, lokasinya asal rajin  bertanya tak sulit menemukannya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun