Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri Jejak Sejarah Prostitusi di Salatiga

2 Mei 2017   17:55 Diperbarui: 2 Mei 2017   18:51 28344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu karaoke di Sarirejo (foto: dok pri)

Sebagai kota paling toleran nomor dua di Indonesia versi Setara Institute, Kota Salatiga layak disebut memiliki toleransi tinggi terhadap apa pun, termasuk prostitusi. Kendati lokalisasi satu- satunya sudah dinyatakan ditutup tahun 2000 an, namun, faktanya aktifitas penjaja syahwat masih tetap berlangsung. Seperti apa perjalanan para pekerja seks komersial (PSK) tersebut, berikut penelusurannya untuk Kompasiana.

Seorang perempuan muda, dengan make up agak menor, berambut pirang dan berpakaian minimalis mengendarai sepeda motor menjelang senja. Melewati jalan Diponegoro selanjutnya berbelok menuju Jalan Ki Penjawi, tujuannya jelas yakni area Wisata Karaoke Sarirejo, terletak di Kelurahan Sidorejolor, Sidorejo, Kota Salatiga. Begitu tiba di lokasi, motornya diparkir di salah satu tempat Karaoke serta bergegas bergabung bersama rekan”sejawatnya”.

Perempuan muda tersebut, selanjutnya banyak mengumbar senyum terhadap para laki- laki yang bertandang ke tempat kerjanya. Ya, ia biasa disebut sebagai pemandu karaoke (PK) atau pemandu lagu (PL). Kendati suaranya tak merdu- merdu amat, bahkan cenderung fals, namun, bermodalkan tubuh yang semok plus keganjenan, toh faktanya banyak konsumen yang membookingnya. Untuk menemani tamu selama 1 jam, dirinya memperoleh imbalan berkisar Rp 30.000- Rp 50.000.

Salah satu karaoke di Sarirejo (foto: dok pri)
Salah satu karaoke di Sarirejo (foto: dok pri)
Di lokasi Wisata Karaoke Sarirejo, PK-PK seperti ini jumlahnya tak terhitung. Maklum, tempat karaoke yang ada totalnya 50 an, bila rata- rata satu tempat terdapat 10 perempuan, maka totalnya mencapai 500 orang PK yang saban malam bertugas di sini. “ Tugasnya selain menemani tamu, juga mendorong tamunya agar menambah minuman keras (miras) yang dikonsumsinya,” kata Adi (35) mantan pelanggan setia dunia malam yang belakangan bertobat.

Semakin banyak tamunya menenggak miras , maka secara otomatis, pundi- pundi pengelola ikut terdongkrak. Dan, minuman laknat tersebut memang merupakan sumber duit terbesar di lokasi ini. Sebab, harganya jelas lebih mahal dibanding harga di luar, bahkan ada yang mematok harga dua kali lipat. “ Semakin kepala pusing akibat miras, maka semakin tak terkontrol dalam memesan botolan,” ungkap Adi.

Di kawasan yang hanya seluas satu RW ini,diduga perputaran uang setiap malamnya mencapai ratusan juta, hitungan kasar saja, 50 tempat karaoke omzet permalam rata- rata minimal menangguk Rp 10 juta. Hasilnya Rp 500 juta !, sungguh sesuatu yang menggiurkan di tengah sulitnya mencari uang halal. “ Tidak usah heran kalau di sini pak anu mau pun pak nganu punya beberapa room ,” kata salah satu  mantan PK .

Di luar menemani tamu bernyanyi, PK biasanya juga bisa dibooking untuk keperluan yang lain. Apa lagi kalau bukan demi pelampiasan syahwat sesaat, tarifnya berkisar Rp 150.000- Rp 300.000 sekali kencan. Body dan  wajah seorang PK ikut berperan  menentukan rendah tingginya tarif. Kendati tak semuanya bersedia diajak ngamar, tapi hampir bisa dipastikan 70 persen ogah menolak ajakan sampingan tersebut.

Berbeda jaman Sarirejo masih sebagai lokalisasi PSK, tamu langsung to the point dalam bertransaksi esek- esek. Di mana, begitu tamu datang, memandang PSK yang dinilai rupawan, maka langsung dealdan ngamar di tempat. Sebaliknya, yang terjadi sekarang, tamu harus melalui ritual berkaraoke, nenggak miras, transaksi baru bisa membawa keluar perempuan penjaja cinta sesaat itu. Tentunya, serangkaian prosesi tersebut semakin menguras isi kantong.

Ya, hal ini memang merupakan bagian dari inovasi para mucikari. Saat lokalisasi diberangus, mereka pun kreatif mengembangkan industri esek- esek melalui berbagai cara. Karena karaoke tengah menjadi trend sejak tahun 2005 an, maka cara itulah yang ditempuh. Kendati investasi yang dibenamkan lumayan besar, namun break event point (BEP) juga relatif cepat.

Siang hari juga buka praktek (foto: dok pri)
Siang hari juga buka praktek (foto: dok pri)
Samad sang Lagenda Sembir

Berbicara Wisata Karaoke Sarirejo, sepertinya kurang pas tanpa mengupas awal keberadaannya. Kawasan ini dulunya dikenal sebagai lokalisasi bernama Sembir yang dirintis oleh almarhum Samad. Pria bertubuh agak gemuk tersebut merupakan lagenda Sembir hingga akhir hayatnya. Di tahun 70 an hingga 90 an, dirinya dikenal merupakan mucikari yang mempunyai anak buah berwajah lumayan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun