Andy Nurvita, hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, DIY saat ini dikenal sebagai perempuan gaul yang aktif bersosial media (sosmed). Sepertinya publik telah melupakan ibu muda tersebut yang 8 tahun lalu berada di garda terdepan untuk memperjuangkan kekuasaan kehakiman. Seperti apa sosok Kartini peradilan tersebut ? Berikut catatannya untuk kaum wanita di Indonesia.
Sebagai warga Kota Salatiga, tahun- tahun 2011 saya tentu mengenal sosok perempuan bernama lengkap Raden Roro Andy Nurvita ini saat ia bertugas di PN Salatiga. Penampilannya selalu trendi, wangi, sorot matanya tajam menatap lawan bicaranya dan tentunya ada kecerdasan tersembunyi di dalam kepalanya. Kendati supel dengan siapa pun, namun, gesturnya tegas sehingga membuat orang segan mengajaknya bercanda. “ Padahal, sebenarnya saya memiliki sense of humor yang lumayan tinggi,” ungkapnya.
Di awal tahun 2011, Andy sempat membuat kelimpungan para petinggi di Mahkamah Agung. Pasalnya, ia membuat group di Facebook , tak sekedar untuk say hello sesama anggota namun demi kepentingan yang lebih besar yakni bersama- sama memperjuangkan kekuasaan kehakiman. Label yang diusungnya pun sangar, yakni “Rencana Peserta Aksi Hakim Indonesia Menggugat Presiden dan DPR RI”.Tak pelak, kiprahnya tersebut membuat gonjang ganjing dunia peradilan tanah air.
Group Facebook yang dalam tempo singkat mampu merekrut 3.700 anggota (mayoritas hakim) tersebut, bila ditelaah secara singkat akan terasa bahwa unsur provokasinya sangat tinggi. Namun, semisal mau mencermatinya, maka terkandung tujuan mulia. Ada keinginan kuat agar lembaga kehakiman mempunyai kesederajatan dalam tata negara. “ Lembaga legislatif dan eksekutif telah mengangkangi lembaga yudikatif selama berpuluh tahun, kami ingin mengakhirinya,” jelas Andy.
Menurut Andy, kesederajatan tata negara erat kaitannya dengan kemandirian anggaran. Pasalnya, dalam konstitusi juga diatur hal tersebut. Jadi semisal muncul persepsi bahwa gerakan ini berbuntut pada kesejahteraan hakim, tentunya sah- sah saja. Karena tuntutan tak bakal muncul bila lembaga legislatif dan eksekutif menyadari masalah itu serta mampu mewujudkannya.
Group “Rencana Peserta Aksi Hakim Indonesia Menggugat Presiden dan DPR RI” sendiri, sebenarnya sempat akan menggelar aksi yang berbau provokatif, yakni turun ke jalan untuk berunjukrasa pada Presiden mau pun DPR RI. Menghadapi rencana yang digagas “anak nakal” ini, Mahkamah Agung (MA) langsung sigap bergerak. Ia terpaksa harus menjalani pemeriksaan di ruang Badan Pengawas guna mengklarifikasi apa yang terlanjur berkembang di media.
Nyaris Dipecat
Perihal pemeriksaan terhadap dirinya, perempuan kelahiran Fak Fak, Papua tanggal 1 November 1978 sejak jauh hari menyatakan kesiapannya. Kendati statusnya masih terbilang hakim yunior, namun ia mengerti persis bahwa gerakannya akan berimplikasi jatuhnya sanksi dari MA pada dirinya. Terkait hal tersebut, ia tak sedikit pun merasa jeri. Baginya, setiap langkah pasti memiliki resiko tersendiri.
Sepak terjang Andy delapan tahun memang belum membuahkan hasil maksimal. Meski begitu, namanya tercatat dalam sejarah selaku hakim muda yang berani membuat terobosan yang mungkin dianggap tabu di Republik ini. Bahkan, menjelang akan menjalani pemeriksaan, ia sempat memposting puisi yang lumayan mendayu. Seakan menantang institusi di atas serta ingin memperlihatkan bahwa nyalinya tak keder sedikit pun.
Kendati hidup di kota yang sarat dengan hal- hal moderen, namun Andy enggan meninggalkan sesuatu yang berbau tradisional. Saban libur, dirinya pulang ke desa Brenggong, Kabupaten Purworejo, tempat asal orang tuanya. Selain berkeliling seantero kebun yang ditanami berbagai buah- buahan, ia juga menggemari kesenian tradisional. Ketika putrinya ulang tahun ke 5, bukan hiburan masa kini yang ditanggapnya. Dia malah mendatangkan rombongan dagelan wayang Punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) untuk menghibur anak- anak tetangganya.
“ Di desa Brenggong ini, sangat jarang ada hiburan. Mumpung kebetulan Gangga ulang tahun, sengaja saya datangkan Punokawan. Mungkin ke depan saya akan membuat semacam perpustakaan desa yang merupakan hiburan edukasi,” jelasnya.
Sebagai hakim yang layak disebut senior, Andy menganggap dirinya hanyalah hakim kampung biasa yang tidak memiliki keistimewaan apa pun. Bahkan, berdasarkan penilaian prestasi kerja, ia mendapat nilai merah. Celakanya, hal tersebut berbuntut pada usulan penurunan pangkat dan pemecatan. “ Dalam kondisi seperti itu, tiba- tiba Allah menyelamatkan saya.Ada keajaiban atas intervensi sang pencipta, saya batal diturunkan pangkat mau pun dipecat,” jelasnya sembari menambahkan orang tuanya mendidik dengan sangat keras serta dilarang menggantungkan sesuatu pada bantuan manusia.
Perempuan yang suka menyetir sendiri ketika berangkat mau pun pulang kerja ini, mengaku geram terhadap oknum hakim yang kerap berbuat nakal dalam menangani perkara. Baginya, oknum- oknum tersebut yang ada di kepalanya hanyalah kepentingan, kebutuhan, kejayaan diri sendiri, uang, jabatan sedangkan yang lainnya sekedar lewat tanpa pernah terfikirkan.
“ Harapan saya lembaga saya itu menjadi lembaga kuat yang paling peka dan paling kuat membela kepentingan rakyat dari pejabat, penguasa atau lembaga dholim. Hal itu tidak bisa ditawar lagi,” ungkapnya ketika mengakhiri perbincangan.
Itulah sedikit catatan tentang Andy Nurvita, apa pun yang telah ia lakukan kiranya layak diapresiasi. Keberanian seorang wanita dalam memperjuangkan sesuatu yang diyakininya benar, bagaimana pun merupakan nilai plus tersendiri. Kendati beresiko tinggi, bahkan jabatannya ikut jadi taruhan. Terkait dengan peringatan hari Kartini yang jatuh hari Jumat (21/4) ini, kiranya para anak cucu Kartini mampu mengadopsi semangat, prinsip dan keberanian yang ada pada diri Andy. Selamat hari Kartini sahabat setanah air, yakinlah anda semua pasti bisa !. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H