Berdasarkan data, gedung yang mewah tersebut, sebenarnya dibangun untuk kepentingan Ratu Juliana ( Ratu kerajaan Belanda) yang lahir di Den Haag tanggal 30 April 1909. Konon, bila sang Ratu berkunjung ke ke negeri jajahannya akan menjadikan Rumah Papak sebagai tempat tinggalnya. Sayang, tak ada literatur yang detail apakah Juliana jadi berkunjung ke Salatiga atau tidak. Demikian pula kenapa harus dipersiapkan jauh – jauh hari sebelum Juliana lahir.
Yang pasti, sebelum jatuh ke tangan Pemkot Salatiga,telah bergonta ganti pemilik. Bahkan, bangunan ini pernah dimanfaatkan sebagai markas pasukan Divisi RM Jatikusumo ketika jaman revolusi. Hingga militer Jepang merangsek masuk ke Indonesia, gedung yang sama sempat dijadikan markas Kempeitai (pasukan militer Jepang) dan paska kemerdekaan Republik Indonesia, disewa Pemkot Salatiga. Waktu itu, biasa disebut Kotapraja mungkin karena Kota Salatiga masih bernama Kotamadya. Sedangkan Kotapraja ditetapkan tahun 1917, lumayan uzur kan.
Dalam perjalanannya, tahun 1950 bangunan ini akhirnya dibeli pihak Pemkot senilai Rp 300.000 ! Jangan heran, uang sebesar itu di jaman orde lama sangat besar. Hingga sekarang, seluruh gedung yang ada tercatat sebagai bangunan cagar budaya dengan nomor intentaris 11-73/Sla/057. Selama lima tahun ke depan, nantinya Yulianto SE MM dan M. Haris bakal berkantor di sini. Mampukah duet petahana tersebut memimpin Salatiga secara bijak ? Mari kita ikuti bersama. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H