Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berlomba Menjajakan Kampung Wisata di Kabupaten Semarang

6 April 2017   17:18 Diperbarui: 7 April 2017   04:30 3605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gardu pandang di Gedong yang tertutup mendung (foto: dok pri)

Berlomba Menjajakan Wisata Kampung di Kabupaten Semarang

Para pemangku kebijakan di berbagai desa di Kabupaten Semarang, sepertinya tengah berlomba menjajakan wisata kampung di desanya masing- masing. Di mana, selain bertujuan memperkenalkan potensi yang ada, sasaran lainnya guna mendongkrak pendapatan masyarakat setempat. Seperti apa geliatnya, berikut penelusurannya untuk Kompasiana.

Sejak pertengahan  tahun 2016 lalu, puluhan desa di wilayah Kabupaten Semarang terus membenahi perkampungan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata.  Kendati geliatnya sudah mulai tampak mulai bulan Juni namun secara resmi pergerakan terlihat tanggal 7 Desember lalu. Di mana, di Dusun/ Desa Deresan, Susukan dideklarasikan “Kampoeng Penjawi Mandiri” (KPM).

Kerajinan bambu di KPM (foto: dok Iwan)
Kerajinan bambu di KPM (foto: dok Iwan)
Tak tanggung- tanggung, untuk meresmikan KPM yang berjarak 6 kilometer dari Kota Salatiga ini, pihak desa mengundang budayawan Sujiwo Tejo, dan tokoh- tokoh lainnya. “ Kami harapkan, KPM ini menjadi tonggak awal berdirinya kampung- kampung wisata di seluruh Kabupaten Semarang,” kata penggagas KPM H. Ir Gunawan Herdiwanto, Kamis (6/4) siang.

Menurut Gunawan yang biasa disapa Iwan, di Dusun Deresan potensial digarap menjadi kampung wisata karena memiliki hutan bamboo, sungai dan juga gua peninggalan Nyi Ageng Serang yang ikut berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda saat perang Diponegoro. Terkait hal tersebut, tinggal memoles sedikit sudah layak jual.

Kampung wisata di Desa Metul (foto: dok pri)
Kampung wisata di Desa Metul (foto: dok pri)
Di KPM, lanjut Iwan, telah terkolaborasi ketahanan pangan, wisata, rafting, fying fox, panen buah, budi daya anggrek dan kerajinan tangan. Sehingga, konsep mimpi KPM yakni mahabbah (kasih sayang) kemanusiaan terhadap alam mampu terealisasi. “ Dengan konsep ini, kami optimis KPM mampu dijajakan pada wisatawan,” ungkapnya.

Yang menarik dalam merealisasikan KPM, imbuh Iwan, munculnya kesadaran masyarakat setempat yang secara sukarela menyerahkan lahan, hasil pertanian dan harta lainnya untuk dikelola bersama. Semua dilakukan demi terwujutnya satu kampung wisata yang kelak akan dinikmati anak serta cucunya. Tentunya, hal ini diharapkan bakal menimbulkan efek domino pada masyarakat di desa- desa lainnya.

Salah satu sudut wisata Batu Gambang (foto: dok pri)
Salah satu sudut wisata Batu Gambang (foto: dok pri)
Terus Menggeliat

Berdirinya KPM, belakangan terus menimbulkan dampak positif di wilayah Kabupaten Semarang yang memiliki 208 desa ditambah 27 kelurahan. Berdasarkan keterangan Iwan, di Dusun Sumurup, Asinan telah terbentuk desa wisata, di Gedong, Tajuk, Getasan dibangun hal yang sama, di Desa Plumbon, Suruh tengah dirintis, Desa Metul, Susukan sudah berjalan. “ Banyak desa yang sudah menggeliat, saya tidak hafal nama- namanya,” ujarnya.

Penasaran dengan keterangan Iwan, akhirnya saya pun mulai menelusurinya. Sayang, cuaca enggan diajak kompromi sehingga baru menyambangi tiga lokasi kampung wisata terpaksa harus mundur teratur. Hujan terus menerus mengguyur, dari pada masuk angin akhirnya mengurungkan niat keliling ke obyek lainnya.

Air terjun di Batu Gambang (foto: dok pri)
Air terjun di Batu Gambang (foto: dok pri)
Di Desa Kauman Lor, Pabelan, kabupaten Semarang yang jaraknya dengan Kota Salatiga hanya berkisar 5 kilometer, wisata desa Watu Gambang terlihat mulai berbenah. Berbagai sarana pendukung telah disiapkan dalam kondisi baru, di sini selain terdapat air terjun juga tersedia kolam pemancingan. Untuk memasukinya pengunjung dikenakan biaya kebersihan Rp 2.000 dan parkir sepeda motor Rp 2.000 serta mobil Rp 5.000.

“ Dalam satu nulan terakhir, pengunjung yang datang bisa mencapai 50 sepeda motor dan 10 kendaraan roda empat. Kalau cuaca terang atau hari libur, jumlahnya meningkat tiga kali lipat,” ungkap salah satu warga.

Di tempat terpisah, berjarak sekitar 20 kilometer dari Watu Gambang, yakni di Dusun Gedong, Tajuk, Getasan air terjun di tiga lokasi yang berdekatan juga tengah dibenahi. Terlihat beberapa gardu pandang baru dibuat, menjelang pagi atau sore hari, banyak pengunjung berdatangan untuk melihat matahari terbit (sunrise) dan tenggelamnya matahari (sunset).

Satu diantara tiga air terjun Gedong (foto: dok pri)
Satu diantara tiga air terjun Gedong (foto: dok pri)
Di sini, pengunjung (sementara ini) belum ditarik restribusi apa pun. Padahal, pemandangan alam yang ditawarkan sungguh luar biasa. Kita bisa melihat Kota Salatiga yang rumah- rumahnya mirip bintik- bintik kecil. Begitu pun permukaan Rawa Pening dan desa- desa di sekitarnya, sungguh mengagumkan. Ini sih sorga kecil yang tersembunyi.

Gardu pandang di Gedong yang tertutup mendung (foto: dok pri)
Gardu pandang di Gedong yang tertutup mendung (foto: dok pri)
Berpindah ke Desa Spakung, Banyubiru yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari dari Gedong, pihak pemerintahan desa berupaya menawarkan wisata pertanian sekaligus gardu pandang. Sayangnya, akses menuju lokasi melalui tanjakan- tanjakan yang lumayan tinggi, maklum merupakan pegunungan. Pulangnya, saking tajamnya turunan motor sempat blong remnya. Diduga, kampasnya tak kuat menahan panas. Sebab, setelah cukup dingin rem kembali berfungsi.

Itulah sedikit geliat kampung wisata di Kabupaten Semarang yang sempat saya telusuri hari ini, keterbatasan waktu dan kurangnya dukungan cuaca membuat jadual yang tersusun rapi buyar semuanya. Padahal, masih ada puluhan kampung mau pun desa wisata lainnya. Bagaimana pun juga, langkah tersebut layak diapresiasi.  Bila memungkinkan, nantinya akan saya kupas satu persatu. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun