Gubernur Ganjar Pranowo yang belakangan didera isu tak sedap berkaitan dengan mega korupsi e-KTP dengan kerugian Rp triliun, di mata orang Jawa Tengah (Jateng) dikenal bagus dalam kepemimpinannya. Setidaknya saya yang warga Kota Salatiga mengakui hal tersebut, di mana dalam empat tahun terakhir ini banyak terobosan yang dibuatnya.
Ganjar yang di tahun 2013 maju ke Pilkada Gubernur Jateng bersama Heru Sudjatmoko berhasil mengalahkan dua kompetitornya, yakni pasangan Bibit Waluyo-Sudijono dan Hdi Prabowo-Don Murdono. Sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jateng tanggal 4 Juni 2013, Ganjar- Heru mengantongi jumlah suara sebanyak 6.962.417 atau 48,82 persen. Sungguh kemenangan yang lumayan telak, mengingat Bibit Waluyo adalah calon petahana.
Begitu resmi menjabat sebagai Gubernur Jateng, Ganjar banyak membuat gebrakan. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) kerap blusukanuntuk menemukan penyimpangan aparat pemerintahan di lapangan. Masyarakat belum lupa ketika ia secara diam- diam menggelar inspeksi mendadak (Sidak) di Jembatan Timbang Subah , Kabupaten Batang tahun 2014 lalu. Dirinya marah besar saat memergoki petugas Dinas Perhubungan yang bertugas mengumpulkan pungutan liar (Pungli).
Sidak secara diam- diam itu mendapat respon positif dari masyarakat, pasalnya pihak Humas Setda Provinsi Jateng diam- diam juga menyebarkan berita tersebut. Ya memang agak aneh, menggrebek Pungli yang konon dilakukan spontanitas, namun membawa personil Humas yang bertugas mengambil gambar video. Begitu pun ketika Ganjar menemukan Pungli di kantor Samsat Magelang, kendati nominalnya tak seberapa tapi sempat menjadi viral.
Untuk menekan Pungli di wilayah Jateng, Ganjar meluncurkan layanan aduan online, yakni laporgub.jatengprov.go.id yang menampung segala keluhan masyarakat terkait penyelewengan aparat sipil. Bila orang gagap teknologi dan tidak mampu menggunakan sarana internet, disediakan pengaduan melalui short message service (SMS). Tentunya, semua pelayanan tersebut tak ditangani langsung oleh pak Gubernur, ada staf khusus yang menanganinya.
Begitu pun soal kehangatannya dengan rakyat, Ganjar biasa di akhir pekan bersepeda untuk mengetahui kondisi riil masyarakatnya sekaligus menyapanya. Seperti saat ngonthel kereta angin ke Salatiga bulan Febuari lalu, ia menyempatkan diri berkumpul dengan penyandang difabel. Sembari duduk lesehan di Selasar Kartini, dengan mengumbar senyum didengarnya segala keluhan warga berkebutuhan khusus itu.
Ritual blusukan lainnya, juga kerap dilakukan Ganjar tanpa protokoler resmi. Sepertinya, ia ingin menghilangkan sekat antara dirinya sebagai Gubernur dengan rakyatnya. Di berbagai daerah di Jateng, dia sering menyapa warga. Namanya saja rakyat akar rumput, kendati hanya sekedar disapa, tentunya riang bukan kepalang. “ Baru sekarang ini Jateng memiliki Gubernur yang ramah dan mau turun ke bawah,” kata seorang warga Salatiga yang melihat Ganjar duduk lesehan bersama kaum difabel.
Ganjar yang saat kampanye Pilkada Gubernur Jateng tahun 2013 mengusung slogan pro rakyat mboten ngapusi, mboten korupsi (tidak korupsi,tidak berbohong) sepertinya ingin mewujutkan slogannya. Wajahnya yang ganteng dibalut rambut putih alami, banyak membuat masyarakat kesengsem (termasuk saya). Nampaknya, dengan segala beleid yang dikeluarkannya, dirinya bakal lancar di Pilkada Gubernur berikutnya yang jatuh tahun depan.
Terkait dengan kisruh PT Semen Indonesia di Kendeng, Kabupaten Rembang yang di bulan Oktober 2016 lalu gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup dan petani Mahkamah Agung memenangkan pihak penggugat, sepertinya ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi Ganjar. Putusan yang artinya menggugurkan ijin lingkungan , belakangan malah terbit ijin yang sama bernomor 66.1/30/2016.
Di sini terlihat Ganjar terlihat bergeming menghadapi tuntutan para petani yang menentang keberadaan pabrik semen di Kabupaten Rembang, analisa sederhananya mungkin ada kekuasaan di atasnya yang lebih kuat. Sehingga, dirinya cenderung menentang putusan Mahkamah Agung sehingga persoalan pabrik semen mirip bola panas yang menggelinding ke sana kemari.
Di tahun terakhir kepemimpinannya, seperti diketahui belakangan nama Ganjar muncul dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut dari KPK. Bersama puluhan nama politisi papan atas lainnya, ia disebut menerima duit sebesar USD 520.000 ketika masih berstatus sebagai anggota DPR RI di Komisi II. Lantas apakah benar kabar tersebut ? Tentu dibantahnya kendati namanya tertuang di dokumen negara (surat dakwaan).
Beredarnya nama Ganjar Pranowo dalam mega korupsi dengan nilai kerugian Rp 2,3 triliun ini, tak pelak langsung menimbulkan berbagai reaksi. Banyak yang tidak percaya mendengar kabar tersebut, namun lumayan banyak juga yang mengecam baik secara halus mau pun kasar. Salah satu pihak yang menginginkan kasus ini segera dituntaskan adalah Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Tengah-DIY.
Melalui Sahal Munir, Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Badko HMI Jawa Tengah-DIY organisasi mahasiswa Islam itu akan turun ke jalan untuk memberikan dukungan pada KPK agar tidak ragu menjebloskan para politisi yang terlibat ke dalam bui. Apa lagi para politisi di senayan malah menggulirkan rencana revisi UU KPK yang jelas- jelas bakal memandulkan lembaga anti rasuah tersebut.
Bahkan, dalam sidang kasus e KTP yang dihelat Kamis (30/3) siang ini, Ganjar mengakui dirinya saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI sempat ditawari uang haram dua kali.Kendati begitu, ia menolaknya. Sepertinya, Ganjar lupa bahwa melakukan pembiaran terjadinya korupsi (kejahatan) bisa juga dipidana. Entahlah, mungkin beliau khilaf. Yang pasti, pengusutan perkara mega korupsi e KTP tetap bergulir.
Nah, bila nantinya Ganjar Pranowo terbukti ikut menerima suap dalam jumlah yang fantastis, apakah saya tetap bersikukuh dirinya bagus ? Ya pastinya tetap saya anggap bagus dan baik sebagai Gubernur, bukan politisi. Artinya, Ganjar bagus sebagai eksekutif bukan legislatif. Kalau kapasitasnya selaku wakil rakyat di Senayan, sami mawon alias mebrok atau mental bobrok. Tentunya saya sepakat dengan HMI Jawa Tengah-DIY bahwa siapa pun yang korupsi layak di bui. Sehebat apa pun, namanya saja sudah berlaku culas masa dibiarin ? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H