Perihal peluangnya menjadi kaya setelah menjabat sebagai hakim di MK, menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang sangat wajar dan manusiawi. Seorang hakim MK, saban bulan mendapat tunjangan sekitar Rp 73 juta, uang perkara Rp 5 juta belum lagi ditambah fasilitas lainnya. “ Jadi kalau masih coba- coba memainkan perkara, itu namanya serakah,” tukasnya.
Kendati sudah berkecukupan, namun Krishna tetap meminta agar KPK mengawasi kinerja hakim di MK. Sebab, bila lembaga anti rasuah tersebut mengabaikannya, berarti sengaja melakukan pembiaran. Untuk itu, dirinya menyatakan nomor handphone mau pun alat komunikasi miliknya siap disadap. “ Silahkan saja, kalau mau disadap. Bila terbukti, ya tangkap saja dan kirim ke bui,” ujarnya serius.
Terkait dengan seleksi tahap II yang akan berlangsung hari rabu (29/3) mendatang di Ruang Serbaguna, Gedung 3 Lantai I Kementerian Sekretariat Negara , Jakarta Pusat, Krishna mengaku siap menghadapinya. Meski nantinya bakal berhadapan dengan sejumlah nama besar seperti mantan Wakil Ketua MK Harjono, pengacara kondang Todung Mulya Lubis, pakar hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait, mantan hakim MK Maruarar Siahaan serta Komisioner Komisi Yudisial Sukma Violetta, ia tak keder. “ Que sera- sera sajalah,” tandasnya.
Dari seleksi tahap II ini, nantinya dipilih tiga kandidat untuk diajukan pada Presiden Joko Widodo. Selanjutnya, Presiden memilih satu orang guna ditetapkan sebagai hakim MK. Karena segala sesuatu keputusan di level pusat selalu ditemui aroma politis, maka, sungguh celaka Krishna. Pasalnya, ia tak mempunyai back up partai politik. Maklum, orang daerah yang tengah berjuang ikut menegakkan konstitusi di rimba ibu kota.
Semisal nantinya Krishna masuk sebagai tiga orang yang disodorkan ke istana, sepertinya Presiden tak akan keliru memilihnya. Soal loyalitas, ia sudah memperlihatkan keloyalan selama 30 tahun mengabdi di almamaternya tanpa cela, pernah menjabat PR III dan Dekan FH. Perihal laku culas, terbukti hidupnya sangat bersahaja. Bila menelisik “dosa” yang sering dilakukannya, paling hanya sebatas kegilaannya memainkanstick play station yang kadang kerap lupa waktu. Selamat berjuang sahabatku ! Tunjukkan pada dunia, engkau mampu mengemban tugas negara. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H