“Saya memang keturunan Cina (Tionghoa), terus kenapa? Kan tidak masalah to? Bahkan, saya tak risih dipanggil dengan sebutan Kyai Cino,” ungkapnya suatu hari.
Bila Almarhum Yusuf Hidayatullah sempat membangun mushola yang representatif, KH Tio Iskandar Abdurrahman al Hasani yang biasa disapa dengan panggilan Ustad Iskandar, lebih fokus di bidang pendidikan di mana, untuk merealisasikannya, selain mendirikan taman kanak-kanak (rencananya juga SD), ia pun membangun ponpes.
Antara Almarhum Yusuf dan Iskandar memang memiliki banyak persamaan, di mana selain sama-sama berdarah Tionghoa, menjadi mualaf, juga tinggal di Kota Salatiga. Mereka ternyata tetap tidak meninggalkan budaya leluhurnya terkait soal warna. Terbukti, mushola maupun ponpes yang dibangunnya tetap menggunakan warna merah lambang kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.
Perpaduan warna kuning adalah lambang kemuliaan, kerajaan, kemakmuran, dan kekayaan. Sedang warna melambangkan energi positif (yang). Itulah sedikit penelusuran tentang warga keturunan Tionghoa di Salatiga yang menjadi mualaf, tetapi tetap tidak serta merta meninggalkan budaya leluhurnya, khususnya terkait arsitektur maupun warna. Xin Nian kuai Le 2017dan Gong Xi Fa Cai! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H