Dua tahun menulis di Kompasiana, saya mengalami berbagai gejolak yang terjadi di blog keroyokan terbesar di tanah air ini. Kendati begitu, sepertinya tidak terbersit sedikit pun pada diri saya untuk meninggalkannya.
Setelah dua bulan lebih mengambil “cuti” menulis, berbagai pertanyaan bermunculan. Ada yang menganggap saya telah hijrah ke blog lain, ada pula yang memiliki persepsi bahwa saya telah mengalami titik jenuh dan terdapat beberapa rekan berprasangka saya kehilangan pasword untuk login ke Kompasiana.
Semua anggapan tersebut sah- sah adanya, yang pasti, saya tetap setia dengan Kompasiana. Pasalnya, Kompasiana telah banyak mengajarkan berbagai hal, termasuk cara menulis. Begitu pun para sahabat Kompasianer, mereka menyayangi diri saya sehingga dua penghargaan, yakni Best in Citizen Journalism dan People Choice 2016 mampu melekat pada akun saya.
Memang, dengan adanya sedikit “gangguan” yang menimpa Kompasiana, banyak rekan Kompasianer akhirnya memilih hijrah ke blog lain. Dalam hal ini, saya menghargai hak mereka. Tentunya, semua Kompasianer memiliki hak prerogatif menentukan sikapnya masing- masing dan saya memilih setia bersama Kompasiana, sampai kapan pun juga.
Saat Rabu (4/1) kemarin saya mulai melongok Kompasiana, ada sedikit keheranan. Sebab, cukup banyak rekan Kompasianer baru yang meramaikan Kompasiana. Kendati interaksi antar Kompasianer saya nilai sangat kurang, namun dari sisi positifnya saya menangkap animo orang untuk menjadi Kompasianer masih cukup besar.
Tawaran Menulis
Saya menilai pasang surut di Kompasiana adalah dinamika, yang tentunya bisa terjadi di blog mana pun. Untuk menyikapinya, tergantung tingkat kesabaran kita. Celakanya, secara pribadi saya prototype orang yang memiliki tingkat kesabaran lumayan tinggi sehingga kesetiaan terhadap Kompasiana sulit terukur.
Memang harus diakui, godaan untuk menulis di tempat lain relatif cukup besar. Dan, hal tersebut tidak terjadi sekarang saja. Tahun 2015 lalu, saat saya baru 10 bulan bergabung di Kompasiana, tepatnya ketika saya mengantongi 100 artikel head line (HL), seorang rekan dari media online ibu kota sempat mengontak saya. Ia menawarkan posisi kontributor di wilayah Kota Salatiga serta Kabupaten Semarang.
Dengan jatah 30 berita perbulan, saya akan menerima kompensasi sebesar Rp 1,5 juta / bulan. Sayang, saya kurang berminat. Bukan apa- apa, di usia yang telah melewati kepala lima, sepertinya sudah tak pantas keluyuran berburu berita. Lagian, kompensasi tersebut rasanya hanya akan membuat diri saya berbuat “ nakal” di lapangan.
Begitu pun ketika ada seorang pengelola media online daerah mengajak kerja sama, saya lebih suka menghibahkan artikel yang sudah tayang di Kompasiana untuk dimanfaatkan secara “prodeo” demi kepentingan umat. Bagaimana pun juga, kepuasan menulis di Kompasiana, rasanya susah “dibeli” dengan rupiah.
Itulah sedikit gambaran selama dua tahun bergabung di Kompasiana, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap rekan- rekan Kompasianer, baik yang senior mau pun yunior, saya tetap betah bernaung di Kompasiana dan tidak akan meninggalkanya. Selamat tahun baru sahabat, mari kita tularkan virus menulis ini agar potensi kepikunan enyah dari diri kita. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H