Ketika persaingan jasa kurir dan paket semakin ketat, ternyata PT Pos Indonesia (PI) satu- satunya perusahaan pengiriman tertua di Republik ini malah cenderung mengabaikan pelayanan. Bila hal ini terus dibiarkan, maka, tidak menutup kemungkinan BUMN tersebut akan ditinggalkan konsumennya.
Buruknya pelayanan PT PI ini, saya rasakan sendiri, Kamis (22/9) siang saya mengirim paket berupa buku dan majalah ke Robianto, pengelola Perpustakaan Jalanan (Perpusjal) serta Rumah Baca (Ruba) yang terletak di Desa Bayalangu Lor RT 12 RW 03, Gegesik, Cirebon, Jawa Barat melalui kantor PT PI di Jalan Osamaliki, Kota Salatiga.
Oleh karyawan PT PI yang bernama Suyanto, saya ditawari dua pilihan, menggunakan jasa paket biasa atau kilat khusus. Tarif paket biasa untuk kiriman seberat 7,4 kilogram adalah Rp 53.335 (Lima puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh lima rupiah) nantinya akan memakan waktu 7- 10 hari. Sedangkan kilat khusus harus ditebus sebesar Rp 187.160 (seratus delapan puluh tujuh ribu seratus enam buluh rupiah), maksimal 2 hari tiba di tujuan.
Mengingat isi paket relatif penting, akhirnya saya putuskan menggunakan jasa paket kilat khusus yang aturannya dua hari tiba di desa Bayalangu Lor. Teorinya, harusnya Sabtu (24/9) buku- buku harusnya telah diterima oleh Robianto dan bisa disimak anak- anak. Ternyata, hingga Minggu (25/9) yang bersangkutan belum menerima apa pun. Saya berfikir praktis saja, mungkin seluruh armada milik PT PI tanggal merah bersatu padu diliburkan.
Padahal, PT PI sebagai BUMN harusnya memiliki SOP (Standard Operating Procedure) baku yang hukumnya wajib dijalankan seluruh karyawan. Jasa kurir (paket) yang saat ini menjadi primadona saja operasionalnya setengah hati, apa lagi produk layanan lainnya. Entah mau dibawa kemana perusahaan yang di jaman orde baru sempat Berjaya tersebut.
Hingga Senin (26/9) malam, Robianto mengabarkan bahwa paket baru diterimanya. Buku- buku tersebut tiba sore hari, karena dirinya tengah berkeliling maka ia mengetahui adanya kiriman di malam harinya. Dengan adanya konfirmasi ini, maka perjalanan Salatiga ke Cirebon membutuhkan waktu lima hari. Label kilat khusus ya jadi hanya sekedar label.
Bodoh Dipelihara
Durasi waktu yang sampai 4 hari ini, tak pelak merupakan representasi pengingkaran komitmen PT PI. Di mana, sesuai regulasinya harusnya 2 hari tiba di tujuan. Kalau perjalanan dari Salatiga menuju kabupaten Cirebon makan tempo 4 hari, buat apa diberi label kilat khusus yang tarifnya hampir empat kali lipat ? Padahal, kendati konsumen dirugikan, pihak perusahaan tak akan memberikan kompensasi apa pun.
Penasaran dengan layanan PT PI yang mengecewakan ini, akhirnya saya mencoba mencari pembanding di perusahaan jasa kurir swasta. Hasilnya, JNE mematok tarif sebesar Rp 18.000 perkilogram ( OKE) untuk pengiriman 2-3 hari, Rp 21.000 perkilogram (REG) durasi 1-2 hari dan Rp 30.000 perkilogram (YES) yang sehari tiba di tujuan. Semisal saya mengambil yang sehari sampai, biayanya berkisar Rp 230.000, selisihnya tak begitu banyak dibanding tarif PT PI yang mencapai Rp187.160 !
Sedangkan Pahala Expres untuk paket seberat 5 kilogram pertama tarifnya Rp 32.000 kelebihannya dihitung Rp 7.500/ kilogram dengan durasi waktu 2-3 hari. Artinya, baik JNE mau pun Pahala Expres jauh lebih murah dibanding PT PI. Pertanyaannya, kenapa saya menggunakan jasa PT PI ? Jawaban paling mudah ya akibat kebodohan saya sendiri yang menelan mentah- mentah keterangan karyawan PT PI tanpa berupaya mencari pembanding.
Pihak PT PI yang diwakili Suyanto, ketika dikonfirmasi Selasa (27/9) siang, menjelaskan. Karena tujuan penerima paket ada di kecamatan, maka pengiriman menjadi terhambat. Sebab, paket akan didrop dulu di kantor PT PI Cirebon, selanjutnya didistribusikan ke kantor tingkat kecamatan selanjutnya baru diantar ke tujuan masing- masing. “ Kebetulan, terhambat hari Minggu. Jadi baru diserahkan hari Seninnya,” tukasnya enteng sembari memperlihatkan data perjalanan paket.