Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Surga Belanja Masyarakat Bawah di Salatiga

8 September 2016   17:35 Diperbarui: 8 September 2016   17:44 2034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lapak helm, termurah Rp 25 ribu (foto: dok pri)

Lapak helm, termurah Rp 25 ribu (foto: dok pri)
Lapak helm, termurah Rp 25 ribu (foto: dok pri)
Berburu Barang Antik

Sukses memindahkan ratusan peadagang barang bekas, membuat kawasan Shopping Centre terlihat bersih dan rapi. Sayang, entah siapa yang memulainya, pedagang kaki lima mulai mengadu untung di lokasi. Secara perlahan tapi pasti, nyaris seluruh areal parkir yang ada sudah penuh sesak oleh lapak pedagang. Barang yang dijajakan pun beragam, ada yang baru namun banyak pula yang barang bekas.

Karena selama bertahun – tahun menyandang nama Shopping Centre, maka setelah pindah pun, nama tersebut tetap dipertahankan. Hanya ada sedikit tambahan, yakni nama Taman Sari melekat di depannya. “ Siapa yang member nama juga tidak jelas, pokoknya asal saja. Mungkin nama Shopping Centre dianggap membawa hoki,” kata mbah Karmin yang sekarang sudah beristirahat dari aktifitas berdagangnya.

Bagian kios yang juga menjual barang bekas (foto: dok pri)
Bagian kios yang juga menjual barang bekas (foto: dok pri)
Ada sisi menarik yang terjadi di TMSC, bila beruntung dan telaten berburu barang, kita bisa mendapatkan beragam barang antik yang kurang dideteksi penjualnya. Salah satu orang yang rajin bertandang ke tempat ini adalah  Mauludin (50) warga Surakarta yang mengaku sebagai kolektor barang antik. Dalam seminggu, ia bisa mendatangi TMSC sedikitnya dua kali. “ Sambil jalan- jalan, siapa tahu menemukan barang berharga,” jelasnya ketika diajak berbincang.

Yang membuat Mauludin ketagihan, di awal tahun 2005, secara iseng ia bertandang ke TMSC. Di salah satu lapak, dirinya melihat sebuah sepeda onthel merk Fongers buatan tahun 1922. Oleh pedagang, barang tersebut ditawarkan seharga Rp 500.000.  Melalui proses tawar menawar yang ulet, akhirnya sepeda dilepas dengan harga Rp 350.000. “ Hanya seminggu di tangan saya, setelah saya bersihkan karatnya. Sepeda itu dibeli oleh kolektor Jogja dengan harga Rp 11 juta,” ungkapnya.

Di sini kepiawaian negoisasi sangat penting (foto: dok pri)
Di sini kepiawaian negoisasi sangat penting (foto: dok pri)
Begitu pun dengan berbagai barang antik lainnya, Mauludin kerap mendapatkannya di TMSC.  Bahkan, berulangkali dirinya berhasil membawa pulang Radio antik merk Philips jenis roti kipas yang berwarna hitam mau pun cokelat. Radio- radio listrik itu biasa ia beli antara Rp 150.000- Rp 250.000 perbuah. Usai direparasi, paling murah barang dilepasnya seharga Rp 2 juta !

Menurutnya, berbelanja di TMSC, harus menggunakan strategi tersendiri. Di sini, seperti galibnya pasar tradisional, maka, semua barang sebelum dibawa pulang konsumen selalu melalui proses tawar menawar yang berlangsung alot. Salah satu contoh, semisal harga yang dibuka pedagang Rp 1 juta, bila calon pembeli ulet bernegoisasi, barang mampu terbeli dengan angka Rp 200.000 an. Tetapi, kalau tak piawai menawar, ya alamat termakan omongan penjualnya. “ Pokoknya jangan malu menawar,” pesannya sembari menambahkan bahwa ia kerap bertemu kolektor asal luar kota di lokasi.

Itulah gambaran TMSC di Salatiga, pusat barang loakan terbesar di kota kecil ini. Apa pun yang dibutuhkan, mulai paku hingga onderdil motor semua tersedia. Kepiawaian dalam negoisasi harga, akan menjadi penentu transasksi. Bila anggaran yang ada di dompet tipis namun tetap memaksakan diri ingin memiliki barang elektronik, cobalah bertandang ke sini. Berbaur dengan beragam keringat, dijamin bakal menjadi sensasi tersendiri. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun