Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menikmati Musikalisasi Suluk Jalanan Para Pencari Tuhan

5 September 2016   17:47 Diperbarui: 5 September 2016   21:46 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setting panggung ala kadarnya namun meriah (foto: dok pri)

Milad terbentuknya Suluk Jalanan ke-8, yang digelar kemarin malam di Joglo Ki Penjawi, Kota Salatiga, memukau ratusan orang yang menikmatinya. Suasana redup menambah kekhusukan ketika dilantunkan puisi dan tembang pujian untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Milad Suluk Jalanan yang juga dihadiri Habib Sholeh Baasyin tersebut, mengusung tema “Bersyukur Tanpa Batas” dan mengedepankan jargon “Belajar pada siapa saja”. Pengunjung yang mencapai 200-an orang, bak terhipnotis sepanjang malam sehingga tak satu pun yang beranjak pergi meninggalkan lokasi. “Alhamdulillah, semakin malam yang hadir semakin menikmatinya,” kata KH. Maftuhin Anis didampingi H. Gunawan Herdiwanto selaku tuan rumah.

Menurut KH Maftuhin Anis yang biasa disapa Ustad Anis, Suluk Jalanan adalah komunitas atau jamaah pengajian anak-anak muda dari berbagai macam profesi dan kalangan. Keresahan sejumlah tokoh (Gus Mujib, Kang Agus, Ustad Fathur, dan Gus Anis) akan pentingnya memberikan wadah bagi anak-anak muda untuk mendapatkan pencerahan spiritual secara egaliter, kritis, serta dialogis akhirnya melahirkan Suluk Jalanan.

Sampai tengah malam penonton tak beranjak (foto: dok pri)
Sampai tengah malam penonton tak beranjak (foto: dok pri)
Delapan tahun komunitas ini melakukan aktivitas pengajian dan pembinaan akhlakul karimah kepada anggotanya yang berasal dari berbagai Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. “Visi-misi Suluk Jalanan adalah menebarkan ajaran-ajaran mulia kaum sufi untuk menebarkan semangat Islam rahmatan lil aalamin dan bagaimana menerapkan ajaran ajaran Islam yang sejuk dan damai,” jelasnya.

Selain secara rutin menggelar pengajian keliling, Suluk Jalanan yang bermarkas di kampus Yayasan Wali, Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang juga aktif mengadakan bakti sosial di berbagai tempat, seperti bedah rumah, menyantuni anak yatim (yatiman), hingga membersihkan masjid. “Anggotanya tersebar mulai Wonosobo, Solo, Kendal, Semarang, dan tentunya Salatiga sendiri,” ungkapnya.

Menurut Ustad Anis, suluk secara harfiah artinya 'menempuh'. Jika dikaitkan agama Islam, kata suluk berarti 'menempuh jalan spiritual untuk menuju Allah'. Dengan kata lain, bersuluk merupakan cakupan disiplin sepanjang hayat dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris syariat Islam dan memahami diri sendiri, memahami esensi kehidupan, pencarian Tuhan serta pencarian kebenaran sejati. Di mana, hal tersebut hanya mampu didapat melalui penempaan diri seumur hidup.

Setting panggung ala kadarnya namun meriah (foto: dok pri)
Setting panggung ala kadarnya namun meriah (foto: dok pri)
Belajar kepada Siapa Saja

Dengan menempati ruang terbuka seluas sekitar 400 meter persegi, beratap langit yang agak mendung, milad Suluk Jalanan dibuka dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Usai doa, kemudian sholawat nariyah berkumandang. Disusul penampilan Teater Perisai yang melakukan pementasan ludruk, tak pelak, hajatan ini semakin memperjelas bahwa komunitas Suluk Jalanan sengaja memberi ruang bagi pelaku kesenian jenis apa pun.

Acara yang dimulai pukul 20.00 tersebut, nyaris berlangsung tanpa jeda. Ketika sekelompok pemain jazz menggoyang panggung yang dibuat sejajar dengan penonton, praktis tidak ada sekat yang memisahkan penonton dan pemainnya. Selesai irama jazz menghipnotis ratusan telinga, barulah musikalisasi puisi Suluk Jalanan mengambil alih pentas. Hampir satu jam mereka beraksi, diteruskan oleh diskusi bersama Habib Sholeh Baasyin.

Dalam diskusi yang dilanjutkan tanya-jawab, sepertinya penonton sangat antusias menggali ilmu dari Habib Sholeh Baasyin. Beragam pertanyaan mengalir dan dijawab dengan bijak. Hampir 30 menit komunikasi berlangsung kemudian disambung penampilan Akhsin akustik yang membawakan beberapa lagu rohani Islam. Hingga jarum jam bergulir ke angka 23.00, kelompok musik Gergaji Kidung Kelana mendapatkan jatahnya. Asyik mendengarnya sembari duduk lesehan.

Ketika menjelang pergantian hari, yakni pukul 00.00, musikalisasi puisi Suluk Jalanan kembali mengambil alih untuk menutup acara milad. Penampilan mereka sangat layak diacungi jempol. Pasalnya, kendati yang disampaikan adalah puisi pujian bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun cara mengemasnya sungguh sangat berbeda. “Ini merupakan buah jargon bahwa kami belajar pada siapa saja,” kata Ustad Anis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun