Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merunut Jejak Pertempuran Dahsyat di Ambarawa

16 Agustus 2016   17:27 Diperbarui: 16 Agustus 2016   19:45 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meriam gunung yang berhasil dirampas pejuang (foto; dok pri)

Bagi sebagaian orang, Musium Palagan Ambarawa, Kabupaten Semarang tak lebih dari sekedar tempat penyimpanan berbagai barang kuno. Padahal, dibalik itu semua, tersimpan kisah pertempuran dahsyat antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan militer Belanda dan Sekutu. Selasa (16/8) saya mencoba merunutnya melalui beberapa sumber.

Pertempuran dahsyat yang terjadi di Ambarawa ini, sebenarnya berlangsung selama tiga hari tiga malam. Di bawah komando Kolonel Soedirman perang berlangsung sengit, mengandalkan strategi supit udang, aksi tembak-tembakan yang dimulai tanggal 12 Desember 1945 tersebut, akhirnya memaksa pasukan musuh mundur teratur dan meninggalkan Ambarawa. “TKR dibantu laskar dan rakyat bertempur habis- habisan,” kata Pramono, veteran berumur 92 tahun saat ditemui di rumahnya.

Pramono yang lahir dilahirkan tahun 1924 itu, mengaku saat terjadinya perang besar-besaran di Ambarawa, usianya masih 21 tahun. Seperti kebanyakan pemuda lainnya, ia ikut bergabung dengan TKR. Sebenarnya, paska kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, para tentara sudah merasa tenang karena menganggap perang telah berakhir.

Ternyata, ketenangan anggota TKR tak berlangsung lama. Sekitar 3 bulan paska berkumandangnya lagu Indonesia Raya, tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah kepemimpinan Brigadir Jendral Bethel mendarat di pelabuhan Semarang. Dengan dalih akan mengurus para tahanan perang, mereka disambut secara baik oleh kepala pemerintahan di Jawa Tengah. Padahal, dibalik itu, terselip militer Belanda yang mempunyai tujuan lain.

Kereta api yang digunakan angkut TKR (foto: dok pri)
Kereta api yang digunakan angkut TKR (foto: dok pri)
Tiba di Ambarawa dan Magelang, ulah culas tentara Sekutu dan koleganya, yakni militer Belanda mulai terlihat. Para tahanan perang, usai dibebaskan malah dipersenjatai. Hal itulah yang membuat TKR Magelang di bawah kendali Let Kol Sarbini meradang. Pasalnya, tentara bule juga akan melucuti senjata milik TKR. Akibatnya, terjadilah pertempuran  yang membuat Sekutu terkepung. Beruntung, sebelum remuk redam, Presiden Soekarno turun tangan sehingga Sekutu bisa mundur teratur ke Ambarawa.

Mundurnya tentara Sekutu dan Belanda ke Ambarawa, rupanya tak membuat TKR Magelang berpuas diri. Dibantu personil TKR dari daerah lain, mereka segera melakukan pengejaran. Di sepanjang perjalanan kerap terjadi baku tembak, bahkan belakangan pihak musuh sempat bertahan di dua desa yang masuk wilayah Kecamatan Jambu. Kendati begitu, TKR terus merangsek.

Hingga suatu hari, tepatnya tanggal 25 November 1945, mendadak di langit Ambarawa terlihat tiga buah pesawat jenis Mustang tengah bermanuver. Pesawat yang di kalangan pejuang disebut sebagai cocor merah karena bagian kepalanya dicat merah itu, tiba-tiba berpencar ke Kecamatan Tuntang, Bandungan dan Jambu. Di Bandungan, senapan mesin yang ada di pesawat melepaskan berondongan secara membabi buta sembari menjatuhkan sebuah bom.

Sementara dua pesawat sengaja melakukan provokasi di langit, satu pesawat yang berada di kawasan Kecamatan Jambu, pilotnya melihat ada sebuah mobil jenis Jeep di depan SD Kelurahan. Penumpangnya adalah Letkol Isdiman, perwira menengah kepercayaan Kolonel Soedirman. Ia tengah berada di dalam gedung sekolah untuk menggelar pertemuan dengan Mayor Imam Adrongi (Komandan Rayon TKR Banyumas) yang sebelumnya bertempur melawan tentara Sekutu di Magelang. Karena para tentara bule mundur hingga ke Ambrawa, akhirnya diatur siasat memukul ulang.

Truck hasil rampasan para pejuang (foto: dok pri)
Truck hasil rampasan para pejuang (foto: dok pri)
Letkol Isdiman Gugur

Merasa curiga adanya mobil yang tak lazim di depan SD Kelurahan, pilot Belanda segera memberitahu rekan-rekannya sesama pilot untuk merapat ke Jambu. Hasilnya, tiga pesawat Mustang bersenjata lengkap mengepung langit di atas sekolahan itu. Tanpa dikomando, gedung SD Kelurahan dihujani peluru melalui senapan mesin. Letkol Isdiman dan Mayor Imam sebenarnya sempat mencari perlindungan di belakang gedung, sayang, peluru tajam menghujam paha kakinya. “Yang saya dengar, Mayor Imam membalut luka di paha beliau dengan menggunakan handuk kecil,” ungkap Pramono.

Belum puas menghajar SD Kelurahan dengan ribuan peluru tajam, sebelum meninggalkan tempat kejadian perkara (TKP), pesawat saat kembali ke Ambarawa sempat menaburkan pelurunya di sepanjang jalan secara membabi buta. Di Desa Ngampin, salah satu pesawat menjatuhkan bom. “Mereka menang peralatan perang, jadi ya sangat pongah,” sambungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun