Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Ilmu Singkong Keju

8 Agustus 2016   17:19 Diperbarui: 8 Agustus 2016   18:21 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duet Hardadi dan Diah Kristanti yang dikenal sebagai pelopor kuliner Singkong Keju D 9 di Kota Salatiga, sepertinya enggan menggenggam kesuksesannya sendiri. Berulangkali, pasangan suami istri ini membagikan ilmunya kepada kelompok masyarakat dari berbagai daerah. Berikut catatannya tentang kiprah mereka berdua.

Selama sepekan terakhir, sedikitnya terdapat dua rombongan pelaku UMKM dari  kabupaten yang berbeda secara bergiliran ngangsu (menimba) ilmu yang dimiliki oleh Hardadi. Mereka mayoritas ingin belajar secara singkat cara mengolah singkong, tanaman rakyat hingga mampu mempunyai daya jual. Ada rasa heran yang teramat sangat, singkong yang harganya hanya berkisar Rp 1.500 / kilogram, setelah mendapat sentuhan tangan, harganya bisa menembus angka hingga Rp 15.000 / kilogram.

Para pelaku UMKM sengaja memilih Singkong Keju D 9 sebagai tempat belajar, pasalnya, menurut ibu Rohyati (45) warga Kabupaten Wonosobo, kuliner ini sudah menjadi ikon Kota Salatiga dan dikenal luas sebagai camilan yang lezat. Perpaduan singkong, parutan keju serta cokelat, rupanya mampu membuatnya naik kelas. “ Di daerah kami banyak tanaman singkong, sayangnya, petani tak mampu berinovasi sehingga mengakibatkan harganya stagnan,” ungkapnya, Minggu (7/8) siang.

Seperti diketahui, Singkong Keju D 9 yang berpusat di Jalan Argowiyoto Nomor 8 A Kota Salatiga, saat ini sudah menjadi merk dagang yang relatif tanpa pesaing. Padahal, ilmu persongkongan yang dirintis pria kelahiran 1971 tersebut, didapat secara otodidak.  Tahun 2009 silam , usai menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Surakarta akibat kena kasus narkotika, ia mencoba peruntungannya menjajakan singkong goreng di Lapangan Panca Sila Kota Salatiga.

Penampakan singkong keju buatan Hardadi (foto: dok pri)
Penampakan singkong keju buatan Hardadi (foto: dok pri)
Dengan menggunakan gerobak, dibantu istrinya,  tiap hari mangkal di pinggir lapangan sembari berharap ada orang yang berminat mencicipi singkong presto buatannya. Dalam sehari, paling banter hanya memproduksi bahan baku sebanyak 5 kilo gram. Celakanya, karena memang belum dikenal, kadang, dagangan tersebut kerap bersisa dan terpaksa dibagikan ke tetangga. Pasalnya, singkong produksinya tak mampu bertahan lama.

Hardadi meyakini, untuk sukses di tengah persaingan yang ketat, tak mungkin bisa diperoleh secara instant. Perjalanannya memulai bisnis singkong benar- benar diuji, kendati begitu, ia ikhlas melakoninya. Hitung- hitung hal itu dilakukan sebagai penebusan dosa atas segala polahnya di masa lalu. Berbulan- bulan pekerjaan berjualan singkong presto terus dia lakoni hingga secara perlahan omzetnya mengalami kenaikan.

Remaja bule antusias mendengarkan pelajaran singkong (foto: dok pri)
Remaja bule antusias mendengarkan pelajaran singkong (foto: dok pri)
Membagikan Ilmu

Mulai meningkatnya omzet penjualan, belakangan membuat Hardadi kebingungan. Mau meneruskan berdagang dengan gerobak, di rumah banyak pelanggan berdatangan. Lapak di Pancasila ditinggal begitu, rasanya sayang karena merupakan cikal bakal usahanya. Akhirnya, setelah berulangkali berdiskusi dengan istrinya, keduanya memutuskan konsentrasi di rumah. “ Bapak yang menangani proses pembuatannya, saya membantu memasarkannya,” kata Diah Kristanti.

Ada sedikit cerita yang lumayan memperihatinkan ketika pasangan muda itu mengawali bisnis singkongnya, di mana, agar tak mengecewakan pelanggan, mereka melayani pesan antar. Menggunakan sepeda motor uzur, Diah kerap mengantarkan order dari pelanggannya tanpa mengenal waktu. Pada waktu musim kemarau mungkin tidak masalah, persoalan baru timbul saat penghujan. “ Sudah hujan, malam hari lagi,” jelas Diah.

Mengenang jatuh bangun Singkong Keju D 9 memang sarat keperihatinan, kalau sekarang Hardadi dan Diah mampu memperkerjakan 60 an orang dengan omzet mencapai 4 ton singkong sehari, maka hal tersebut sangat disyukurinya. Untuk itu, mereka tak pelit berbagi ilmu. Sebab, prinsipnya semua orang boleh mengetahui proses pembuatan singkong keju, tetapi Allah juga yang mengatur rejekinya.

Remaja bule praktek mengupas singkong (foto: dok pri)
Remaja bule praktek mengupas singkong (foto: dok pri)
Saban bulan, sedikitnya dua rombongan berjumlah antara 15 sampai 30 orang datang ke markas besar Singkong Keju D 9, kendati tak semuanya bertujuan menerima pelatihan, namun, mayoritas memang ingin mengetahui secara persis detail pembuatan singkong yang harganya Rp 2.300/ kilogram (sampai Salatiga) bisa memiliki daya jual 10 kali lipat usai mendapat sentuhan tangan Hardadi.

Ada ritual unik setiap kali rombongan datang untuk mengaji ilmu singkong, yakni, begitu tiba langsung disiapkan tempat secara lesehan. Sebelum memulai, peserta disuguhi beragam makanan yang berbahan baku dari singkong. Diantaranya, klenyem,mentho, criping, getuk, rolade dan tentunya tidak ketinggalan singkong goreng. Setelah itu, Diah yang fasih berbicara segera membuka pertemuan.

Selanjutnya, untuk menyampaikan materi pelatihan, gentian sang suami yang mengambil alih. Biasanya Hardadi menjelaskan mulai pengupasan singkong mentah, pencucian, proses perebusan , penggorengan dan pengemasan. Sementara, untuk pemasaran diambil alih Diah, karena ia memang piawai dalam hal promosi, pelayanan serta menjalin relasi. Dalam pengamatan, sepertinya tak ada hal yang dirahasiakan.

Begitu pun dalam hal motivasi, Diah dan Hardadi selalu mendorong agar setiap orang mampu menjadi majikan bagi dirinya sendiri. Saat memberikan pembekalan kepada calon transmigran dari Kabupaten Demak, berulangkali dorongan semangat diberikan. “ Di daerah transmigran, kami meyakini nantinya singkong akan jadi primadona. Kalau mereka tak mampu mengolahnya, maka in come yang didapat ya hanya begitu- begitu saja,” kata Hardadi, Senin (8/8) sore.

Keberadaan Singkong Keju D9 rupanya tak hanya menarik minat pelaku UMKM saja, puluhan pelajar asal Amerika yang mengikuti program pertukaran pelajar, belakangan juga antusias mengikuti pelatihan. Bule- bule remaja tersebut, sengaja diajari cara mengolah singkong hingga mampu memiliki daya jual. Konon, saban tahun, pelajar- pelajar bule secara rutin selalu bertandang ke rumah Hardadi yang  sangat luas tersebut.

Itulah sedikit catatan tentang berbagi ilmu singkong, dari singkong yang merupakan makanan rakyat pedesaan, oleh duet Hardadi dan Diah, mampu diubah derajatnya. Begitu pun Hardadi, mantan nara pidana narkoba tersebut, tak pelit membagi ilmunya. Memang, lebih baik bekas narapidana jadi orang baik dibanding orang baik malah beruha menjadi penghuni bui. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun