Hingga menjelang Pilkades berlangsung, total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 43 juta, meliputi untuk biaya pendaftaran, kampanye hingga konsumsi. Dari angka Rp 43 juta itu, uang pribadi miliknya hanya Rp 15 juta. Sebab, pihak pemerintah kabupaten membantu Rp 5, kas desa Rp 4,5 dan sisanya merupakan bantuan masyarakat yang bersimpati pada dirinya.
Akhirnya, tanggal 16 Desember 2012 pun tiba. Warga Desa Rogomulyo berbondong ke Balai Desa untuk memberikan hak suaranya. Dari 2600 pemilih, Trimin mengantongi 1559 suara, kotak kosong mendapatkan 424 suara, sisanya dinyatakan tidak sah dan sebagian tak hadir. Dengan begitu, ia dinyatakan secara sah terpilih sebagai Kades untuk 6 tahun ke depan. “ Meski di sini hanya sebuah desa, namun terbukti cara berfikir masyarakatnya sudah sangat dewasa,” ujarnya.
Menjabat Kades di desa yang penduduknya mayoritas Muslim, tak pelak, membuat Trimin harus bisa menempatkan diri. Ia mengaku, hanya memberikan khotbah, pelayanan dan penghiburan saat di gereja. Di luar gereja, dirinya melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin yang mampu ngemong serta mengayomi warganya tanpa membedakan agamanya. Tidak perlu heran bila dirinya kerap mengikuti tahlilan mau pun pengajian. Pasalnya, setiap ada hajatan, selalu didahului pengajian. “ Begitu pun saat ada warga yang meninggal, pasti diadakan tahlilan,” ungkapnya.
Setelah Trimin menjabat hampir empat tahun, lantas, bagaimana komentar warganya ? Salah satu warga yang ditemui di ujung desa, mengakui bahwa kepemimpinan Trimin selaku Kades, lebih banyak mengakomodir kepentingan masyarakat. Ia tak pernah memaksakan kehendak dalam hal apa pun. “ Peluang pak Lurah (Kades) terpilih lagi sangat besar,” jelasnya sembari wanti- wanti tak disebut namanya.
Dalam pengamatan di lapangan sendiri, gereja yang dipimpin Trimin sejak tahun 2012 lalu tidak mengalami perubahan apa pun. Sementara beberapa Masjid terlihat berdiri cukup mentereng, demikian juga PAUD, setidaknya telah terbentuk di berbagai titik. Sedang kondiri infrastruktur lainnya, relatif belum banyak mengalami kemajuan, termasuk gapura sebagai pintu masuk desa Rogomulyo.
Itulah catatan tentang Ahok “kecil’ di wilayah kabupaten Semarang, ia pendatang dan juga termasuk golongan minoritas, namun, karena investasi sosialnya cukup tinggi, akhirnya dipilih warga untuk menduduki Kades. Kedewasaan berfikir masyarakat Rogomulyo layak diacungi jempol, mereka mengabaikan label agama demi kepentingan desanya. Pertanyaannya, apakah Ahok nantinya mampu mengikuti jejak Trimin ? Susah menebaknya, yang jelas, konon vox populi, vox dei, tetap berlaku di panggung politik. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H