Open house pada Hari Raya Idhul Fitri, ternyata bukan hanya monopoli para pejabat. Terbukti, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Kota Magelang, juga menggelar hajatan serupa. Narapidana (Napi) yang identik sebagai orang terbuang, mendapat kesempatan dikunjungi sanak kerabatnya. Seperti apa keriuhannya? Berikut catatannya.
Kamis (7/7) atau Hari Raya Idhul Fitri kedua, saya mendapat kesempatan langka, yakni mengikuti open house di Lapas II Kota Magelang. Bila bersilaturahmi dengan orang-orang yang bebas merdeka saban tahun rutin dilakukan, maka kali ini saya ingin merasakan sensasi silaturahmi bersama orang-orang terbuang. Kebetulan, ada salah satu keponakan yang tengah menjalani rehabilitasi akibat menjadi konsumen narkoba.
Sebut saja Ari (25) yang tahun lalu ditangkap petugas kepolisian karena terseret kasus narkoba rekannya, oleh pengadilan, karena terbukti mengonsumsi barang laknat, akhirnya divonis 1,4 tahun. Usai menjalani hukuman 1 tahun, menjelang pembebasan, ia harus masuk rehabilitasi di lapas yang terletak di Jalan Sutopo Nomor 2 Kota Magelang. Dirinya diperam di blok Narkoba bersama puluhan napi asal Jawa Tengah lainnya.
Teorinya open house dibuka mulai pukul 9.00 - 15.00. Terkait hal tersebut, pihak Lapas sudah menyiapkan tenda beserta kursi di halaman. Konon, berdasarkan pengalaman, biasanya ratusan bahkan ribuan keluarga napi bakal berdatangan. Celakanya, saya dengan tiga kerabat lain tiba sekitar pukul 10.30. Ada pemandangan yang membuat gamang, di mana di kanopi Lapas yang berukuran kurang lebih 6 X 6 meter, berjubel banyak orang tengah antre.
Ketika jarum jam mengarah pukul 12.30, ternyata belum ada tanda-tanda pintu gerbang (portir) di lapas yang dibangun tahun 1872 itu dibuka. Mayoritas calon pembesuk sudah mulai menggerutu, tapi percuma saja, sebab gerutuan itu hanya di belakang petugas. Hingga pukul 13.00, terdengar pengumuman bahwa pengunjung diminta menyiapkan diri karena gerbang bakal dibuka. Spontan ratusan orang berteriak kegirangan, mirip anak kecil mendapat permen gratis.
Satu per satu nama pembesuk mulai dipanggil. Prosedurnya, pemilik nama yang terdaftar ditanya berapa orang yang akan ikut. Setelah disebutkan jumlah pengikutnya, semua wajib menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing. Usai penyerahan tanda pengenal, kembali menunggu dipanggil. Karena jumlah pembesuk mencapai ratusan orang, otomatis pemanggilan untuk memasuki portir makan waktu cukup lama. Akibatnya, saling berjubel di kanopi bercampur keringat plus aneka parfum.
Mengantre agar bisa mengikuti open house napi memang harus memiliki kesabaran tingkat tinggi. Mau memaksakan kehendak memasuki portir, alamat tak bakal ketemu dengan para pesakitan. Hampir 30 menit antre, akhirnya dipanggil juga. Ketika memasuki pintu gerbang utama, ternyata masih terdapat pintu kedua yang sangat kokoh. Dilihat sepintas, dibuat dari besi. Di ruangan portir, makanan yang dibawa pembesuk diperiksa satu per satu. Sedikitnya 8 orang Polsuspas (sipir) melotot mengawasi.