Di Kabupaten Purworejo, hari Raya Idhul Fitri 1437 Hijriah, sepertinya tradisi silaturahmi tetap terjaga dengan baik. Hampir 26 kali mengikuti suasana pesta kemenangan di sini, saya pun juga larut dalam ritual yang penuh kehangatan, berikut catatannya.
Seperti pada tahun- tahun sebelumnya, sehari menjelang bulan suci Ramadhan berakhir, saya harus mengantar anak istri pulang ke kampung halamannya di Purworejo. Berpuluh tahun, kami selalu melewatkan hari Raya Idhul Fitri di sana berkumpul dengan kerabat dan keluarga lainnya. Tak ada gundah mau pun susah, semua larut dalam kebahagiaan.
Usai menjalankan sholat Id, maka mulailah ritual wajib berupa sungkem ( mencium tangan orang tua masing- masing sembari meminta maaf). Seluruh anak- anak dan cucu antre sesuai usia paling tua, sementara kedua orang tua duduk di kursi. Kami boleh sambil jongkok ketika menyalami tapi mengambil posisi sama- sama duduk juga tidak dilarang.
Setelah seluruh anak, menantu dan cucu selesai melakukan prosesi sungkem, maka dimulailah ritual silaturahmi ke tetangga mau pun kerabat terdekat. Satu demi satu rumah dikunjungi hingga melebar ke seluruh kampung. Biasanya, tokoh masyarakat setempat menjadi prioritas untuk disowani. Karena rombongan kami berjumlah 16 orang dewasa serta 10 anak- anak,otomatis suasananya mirip pawai.
Dalam silaturahmi ke kerabat dan tetangga ini, ada kosekuensi yang harus ditanggung tuan rumah. Yakni, usai bersalam- salaman sembari bermaaf- maafan, maka tuan rumah biasanya memberikan uang pada anak- anak. Jumlahnya berkisar Rp 10.000 hingga Rp 20.000 peranak. Tetapi, bila yang dikunjungi merupakan kerabat dekat, angkanya bisa melonjak menjadi Rp 50.000 peranak.
“ Kenapa hari Raya Idhul Fitri ga setiap bulan aja ya ma ? Kalau tiap bulan kan kita enak, selalu banyak duit,” kata salah satu keponakan yang tinggal di Kerawang, Jawa Barat.
Mantra Sungkem
Dalam tradisi silaturahmi ini, biasanya garis keturunan bagi yang memiliki tali kekerabatan sangat dijunjung tinggi. Orang yang pertalian darahnya lebih tua, wajib dikunjungi. Sementara yang merasa muda, setahun sekali harus berkunjung sembari membawa istri/ suami dan anaknya. Seperti layaknya umat muslim yang tengah merayakan hari kemenangan, maka, hampir seluruh rumah menyediakan makanan berat mau pun ringan.
Jangan mencoba tak mencicipi apa pun saat bersilaturahmi, sebab, hal tersebut akan membuat tuan rumah tersinggung. Minimal, kita harus meminum air yang disuguhkan. Kalau mau menyantap menu tetap lebaran, yakni opor ayam plus ketupat, juga tidak dilarang. Tergantung kekuatan perut masing- masing. Hanya yang biasa terjadi, tamu yang bertandang hanya menikmati makanan ringan sekadarnya. Karena kendati sedikit yang dimasukkan mulut, tapi semisal ada 50 rumah yang dikunjungi, perut tetap juga terisi penuh.