Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Kungkum Malam 21 Ramadan di Sendang Senjoyo

26 Juni 2016   14:05 Diperbarui: 26 Juni 2016   17:25 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan penonton di depan panggung terbuka (foto: dok pri)

Tradisi kungkum atau sekedar membasuh wajah pada malam 21 (bahasa Jawa selikuran) bulan suci Ramadan di Sendang Senjoyo, Desa Tegalwaton, Tengaran, Kabupaten Semarang, sepertinya tak tergerus jaman. Di era teknologi yang semakin pesat, masih banyak orang yang meyakini bahwa melakukan ritual tersebut akan membawa manfaat bagi dirinya.

Seperti yang terjadi Sabtu (25/6) malam, ratusan orang dari berbagai kota mendatangi areal Sendang Senjoyo yang memang sarat lagenda tersebut. Meski cuaca mendung, namun tak menghalangi banyak orang bertandang ke lokasi ini. Tujuannya, selain menyukuri ibadah puasa yang sudah mencapai 20 hari, juga mencari ketenangan batin sembari berdoa.  “ Saya sudah sepuluh kali ke sini setiap malam selikuran,” kata Hadi (56) warga Desa Telogorejo, Kabupaten Demak.

Hadi mengaku datang ke Sendang Senjoyo selepas berbuka, biasanya setelah melakukan ritual kungkum (berendam), ia begadang semalaman. Usai sholat Subuh, baru meninggalkan tempat yang sakral ini untuk pulang ke rumahnya. Menurutnya,berdoa di Senjoyo bukan berarti meminta sesuatu kepada “penunggu”, tetapi, doa tetap ditujukan pada Allah SWT. “ Hanya tempatnya saja di sini, rasanya lebih mengena,” tukasnya.

Beberapa orang yang kungkum sore hari (foto: dok pri)
Beberapa orang yang kungkum sore hari (foto: dok pri)
Apa yang disampaikan oleh Hadi, dibenarkan Kaswanto (45) warga Klego, Kabupaten Boyolali. Ia telah lima kali bulan Ramadan datang ke Sendang Senjoyo di malam selikuran. Awalnya, di tahun 2011 lalu, dirinya diajak sang ayah untuk melakukan ritual kungkum, kendati sempat kedinginan, namun setelah tubuhnya mampu beradaptasi , rasa dingin tersebut raib dengan sendirinya.

Sembari merendam tubuhnya di sendang, Kaswanto dibimbing ayahnya untuk memanjatkan doa agar diberi keselamatan, kesehatan dan rejeki yang cukup. Entah faktor sugesti yang begitu kuat atau memang Allah menyayanginya, belakangan apa yang dimintanya terpenuhi.  “ Karena merasa mantap, akhirnya setiap malam selikuran saya ke sini meski pun tanpa didampingi bapak,” jelasnya.

Menjelaskan soal ritual kungkum yang dilakoninya, Kaswanto mengaku tidak tahu persis asal - usulnya. Kendati begitu, menurut ayahnya, mandi mau pun berendam adalah sutau tradisi yang berarti upaya membersihkan diri sekaligus mensucikan badan dari  pikiran – pikiran buruk. “ Saya ke sini bersama empat orang teman, yang kungkum hanya dua orang. Jadi tidak ada keharusan seseorang yang datang harus ikut kungkum,” tukasnya serius.

Tradisi Ratusan Tahun

Seperti pada bulan- bulan Ramadan sebelumnya, usai Maghrib, akses masuk ke areal Senjoyo dipagar betis oleh panitia. Setiap orang yang akan memasukinya, wajib membayar restribusi sebesar Rp 3.000/ orang dan parkir Rp 2.000. Untuk menarik minat pengunjung, dihelat reog dan  musik dangdut yang beraksi di panggung terbuka. Hasilnya bisa ditebak, ratusan anak muda bergoyang di depan panggung. “ Pokoke joget, pokoke joget !” teriak salah satu pemuda dikerumunan.

Ratusan penonton di depan panggung terbuka (foto: dok pri)
Ratusan penonton di depan panggung terbuka (foto: dok pri)
Dengan adanya tontonan berupa musik dangdut dan reog ini, tak pelak,  lokasi ritual kungkum cenderung sepi. Mayoritas pengunjung malah bergeser ke tempat keramaian yang penuh dentuman irama gendang. Sekitar pk 19.00, hanya terlihat beberapa orang yang berendam. Diduga, mereka datang dari luar kota. Sedangkan darah muda, baik laki mau pun perempuan memadati aksi penyanyi dangdut.

Sendang Senjoyo sendiri, sejak lama dikenal dengan lagenda Joko Tingkir alias Mas Karebet. Di mana, sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda diketahui sebagai tempat yang sakral. Selain untuk ritual kungkum  semalam suntuk pada hari-hari tertentu, juga selalu menjadi tujuan tradisi padusan. Sedang tradisi lainnya adalah malam selikuran yakni, bila cuaca cerah, ratusan orang datang ke tempat ini untuk menggelar tradisi kungkum.

Para penonton kesenian tradisional reog (foto: dok pri)
Para penonton kesenian tradisional reog (foto: dok pri)
Sendang Senjoyo  yang termasuk wilayah Kabupaten Semarang, kerap disebut bagian dari Kota Salatiga. Pasalnya, jaraknya cukup dekat (berkisar 5 kilometer), bila dihitung mulai titik kol Kota Salatiga. Sedikit tentang areal Senjoyo yang terkesan keramat ini menempati areal seluas hampir 5 hektar dan dikelilingi pohon-pohon besar sehingga kesan adem sangat terasa. Berdasarkan keterangan, di lokasi ini terdapat enam mata air yang terdiri atas Sendang Putri, Sendang Slamet, Sendang Bandung, Sendang Lanang, Sendang Teguh, dan Tuk Sewu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun