Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Stasiun Tawang, Peninggalan Kolonial Belanda yang Mengesankan

13 Juni 2016   03:37 Diperbarui: 13 Juni 2016   10:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stasiun Tawang Kota Semarang yang hingga sekarang masih berfungsi dengan baik, layak disebut sebagai stasiun kereta api tertua di Indonesia. Bagaimana tidak, pangkalan lokomotif berikut gerbongnya ini dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda di tahun 1868. Lantas, benarkah stasiun tersebut memang yang tertua? Berikut penelusurannya.

Selama lima hari terakhir saya memiliki tugas mulia, yakni menjemput seorang rekan dari Jakarta ke Stasiun Tawang dan empat hari kemudian mengantarnya ke lokasi tersebut. Bila saat menjemput siang hari, giliran mengantar kebetulan dapat kereta api malam hari. Aktifitas wira-wiri inilah yang membuat saya makin tertarik dengan keberadaan stasiun yang telah berumur 148 tahun tersebut.

Begini Stasiun Tawang di malam hari (foto: dok pri)
Begini Stasiun Tawang di malam hari (foto: dok pri)
Sembari menunggu datangnya kereta, saya berbincang dengan seorang karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang usianya terbilang masih muda. Ketika saya tanyakan kebenaran bahwa Stasiun Tawang merupakan stasiun tertua di Indonesia, ia tak membantahnya namun juga tidak membenarkan. “Setahu saya, stasiun pertama adalah stasiun Gudang atau Tambaksari. Tetapi cerita detailnya saya tidak tahu pak,” ungkapnya datar.

Penasaran dengan apa yang diungkapkan, akhirnya saya memburu penjelasan lebih detail. Melalui penelusuran, akhirnya menemukan sejarah cikal bakal perkeretaapian di Lawang Sewu, bangunan lagendaris di Kota Semarang. Di salah satu papan, tertulis perjalanan kereta api di Indonesia, lumayan rinci. Ternyata, Stasiun Tawang memang stasiun ketiga. Sedang stasiun pertama, adalah stasiun Jurnatan yang di tahun 1913 dibangun menjadi permanen. Stasiun ini tahun 1974 tidak lagi difungsikan karena seluruh jurusan kereta api dipusatkan di Tawang.

Dibangun di jaman susah tapi tetap megah (foto: dok pri)
Dibangun di jaman susah tapi tetap megah (foto: dok pri)
Stasiun Gudang yang dibangun tahun 1864 merupakan stasiun kedua yang dibangun atas perintah Gubernur Jendral Baron Sloet van de Beele. Pembangunannya dimulai tanggal 16 Juni 1864 dan dilaksanakan oleh Nederlandsch Indische Spoorwegmaatschappij (NIS) sebuah perusahaan kereta api jaman kolonial. Memanfaatkan kaum pribumi yang mayoritas buta huruf, akhirnya tanggal 10 Agustus tahun 1867 berdirilah satu stasiun representatif  pertama di Indonesia

Guna mendukung era baru transportasi darat,setahun kemudian, NIS  kembali membangun stasiun lainnya. Lokasinya berada di kawasan Semarang utara, lokasi yang sangat strategis. Tanggal 19 Juli 1868, keberadaan stasiun yang diberi nama Stasiun Semarang Tawang diresmikan, sekaligus dibuka jalur rel ke Tanggung sepanjang 27 kilometer. Baru lima tahun kemudian, jalur rel menuju Surakarta dan Yogyakarta dibuka.

Ruang tunggu penumpang (foto: dok pri)
Ruang tunggu penumpang (foto: dok pri)
Efek Domino Pembangunan Stasiun Tawang

Hingga sekarang, Stasiun Gudang atau Tambaksari memang sudah lenyap. Hanya tersisa bekas- bekasnya akibat terendam rob. Kendati begitu, pada pembangunan stasiun berikutnya, yakni Stasiun Tawang ternyata menimbulkan efek domino sejarah perkereta apian nasional. Sebab, setelah stasiun ini berdiri, belakangan NIS agresif membangun jaringan rel kereta api serta stasiun lainnya.

Seperti biasa, tenaga kaum pribumi yang didera kebodohan dan kemiskinan menjadi ujung tombak pembuatan jalur rel. Tanggal 2 Maret 1872, di Yogyakarta berdiri pangkalan kereta api yang diberi nama Stasiun Lempunyangan. Hingga sekarang, stasiun tersebut masih berfungsi dengan baik kendati telah banyak mengalami renovasi, namun bangunan utamanya tetap dipertahankan.

Termasuk cagar budaya (foto: dok pri)
Termasuk cagar budaya (foto: dok pri)
Hampir di tahun yang sama, pemerintahan kolonial Belanda juga membangun stasiun di Bogor. Hingga tahun 1873 secara resmi stasiun Bogor diresmikan penggunaannya. Stasiun ini, sampai sekarang masih tetap mempertahankan bangunan klasik terdiri dua lantai dengan arsitektur Eropa. Kendati sebenarnya dibangun tahun 1872, namun di salah satu ruangan terdapat prasasti marmer yang dibuat tahun 1881. Prasasti tersebut, merupakan persembahan karyawan bagi D Marschalk yang memasuki usia pensiun serta penghormatan atas jasanya mengembangkan jasa transportasi kereta api di Pulau Jawa.

Ruang tunggu calon penumpang, perhatikan pilarnya (foto: dok pri)
Ruang tunggu calon penumpang, perhatikan pilarnya (foto: dok pri)
Efek domino atas berdirinya Stasiun Tawang yang sekarang termasuk cagar budaya, juga merembet ke Ambarawa, Kabupaten Semarang. Tanggal 21 Mei 1873, pemerintahan kolonial Belanda mulai membangun Stasiun Ambarawa setelah mendapatkan perintah langsung dari Raja Willem I. Keberadaan stasiun sangat diperlukan  guna memperlancar pergerakan pasukan karena Ambarawa merupakan basis militer penjajah tersebut. Didirikan di atas lahan seluas 127.500 M2, di stasiun itu dijadikan titik pertemuan antara stasiun Yogyakarta, Semarang mau pun Kedung Jati, Kabupaten Grobogan.

Sukses membangun Stasiun Ambarawa, Tuntang, Bringin, Gogodalem, Wiru, Kedungjati, hingga Grobogan, pemerintah kolonial semakin agresif mendirikan berbagai stasiun di berbagai kota/kabupaten. Keberhasilan tersebut, jelas dipicu keberadaan Stasiun Tawang yang hingga sekarang masih megah berdiri. Itulah kilas balik perkeretaapian di Indonesia yang berdasarkan fakta sejarah dimulai dari Kota Semarang. Bila di zaman serba sulit saja mampu membuat jaringan rel berikut stasiunnya, lantas, bagaimana dengan kondisi saat ini ? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun