Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Surga Kecil di Candi Gedong Songo, Bandungan

1 Juni 2016   19:00 Diperbarui: 2 Maret 2017   02:00 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Gedong II (foto: dok pri)

Candi Gedong Songo yang terletak di Desa Candi, Bandungan, Kabupaten Semarang atau di lereng Gunung Ungaran, benar- benar sangat eksotis. Cukup susah menggambarkan keindahan alamnya,berikut catatan ritual “blusukan” ke lokasi sorga kecil tersebut.

Rabu (1/6) sore, perjalanan dari Kota Salatiga menuju Candi Gedong Songo ( bahasa Jawa: bangunan sembilan) yang hanya berjarak 30 kilometer relatif  lancar. Kendati sempat terganggu oleh cuaca mendung tebal yang berulangkali mengguyurkan airnya, namun, sekitar 1 jam sudah tiba di lokasi. Untuk memasuki kawasan berudara dingin ini, pengunjung wajib membayar biaya sebesar Rp 6.000 perorang, pada hari Minggu atau libur biasanya naik menjadi Rp 7.500.

Untuk menuju kawasan wisata Candi Gedong Songo, kita terlebuh dulu harus ke Bandungan yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Kecamatan Ambarawa. Setelah itu, barulah meneruskan perjalanan mendaki sejauh 5 kilometer, jangan khawatir kendati jalannya menanjak tajam, namun lebar aspal mencapai kisaran 6 meter. Jadi kendaraan roda empat leluasa berpapasan. Mungkin waktu yang dibutuhkan hingga pelataran parkir antara 10- 15 menit.

Pintu gerbang Candi Gedong Songo (foto: dok pri)
Pintu gerbang Candi Gedong Songo (foto: dok pri)
Saat memasuki kawasan ini, maka udara dingin langsung menerpa kulit. Setelah membayar tanda masuk, maka pengunjung dihadapkan pada dua pilihan. Jalan kaki atau menunggang kuda untuk menuju Candi I sejauh 300 meter, biasanya pengunjung banyak yang memilih berjalan kaki. Bagi yang yang ingin menunggang kuda, maka tersedia paket wisata yang terdiri mulai Rp 30 ribu- Rp 80 ribu.

Untuk menuju Candi I dengan berjalan kaki memang belum terasa terasa apa- apa, kaki masih sanggup menopangnya meski jalannya menanjak. Giliran meneruskan langkah ke Candi II, maka tantangan yang sebenarnya mulai muncul. 

Melalui jalan setapak bebatuan, ditambah basah akibat guyuran hujan, semakin lengkap sudah kerepotan yang ada. Jarak antara Candi I ke Candi II mencapai 1 kilometer, tetapi kalau melalui jalur yang dilewati kuda berkisar 700 an meter.

Candi Gedong I (foto: dok pri)
Candi Gedong I (foto: dok pri)
Saat kita sudah tiba di Candi II, maka segala rasa lelah akibat berjalan kaki langsung lenyap. Sejauh mata memandang, bakal disuguhi pemandangan yang luar biasa. Sungguh, berada di ketinggian 1.200 mdpl serasa berada di awan. Lembah yang merupakan bagian lereng Gunung Ungaran, serta lebatnya hutan mengelilingi kita. Ambarawa dan sekitarnya terlihat sangat jelas meski hanya berupa titik- titik kecil. Kiranya tidak berlebihan bila tempat ini adalah sorga kecil di kehidupan nyata.

Serasa melihat Ambarawa dari awan (foto: dok pri)
Serasa melihat Ambarawa dari awan (foto: dok pri)
Ditemukan Tahun 1804

Berada di Candi II, tantangan untuk menuju Candi III semakin memacu gairah. Pasalnya, Candi III sudah terlihat di depan mata. Padahal, jaraknya mencapai 300 an meter. Setelah memasuki pelataran candi III, wow ! Mata tambah dimanjakan. Udara  yang dingin juga mulai lebih terasa di kulit (disarankan membawa jacket, bagi pengunjung yang tak tahan hawa dingin), maklum suhunya bisa  mencapai 17 – 20 derajat celcius.

Untuk meneruskan perjalanan menuju Candi IV hingga IX, jaraknya lumayan jauh.Namun bila stamina anda masih bagus, maka tak ada salahnya memutari bukit kecil agar sampai di lokasi. Biasanya, pengunjung hanya berhenti di Candi III selanjutnya berendam di kolam air panas hingga berjam- jam. Pasalnya, Candi IV serta yang lainnya cukup menguras tenaga.

Candi Gedong II (foto: dok pri)
Candi Gedong II (foto: dok pri)
Candi Gedong Songo yang memang berada di wilayah berhawa sejuk ini, berdasarkan literatur yang ada di pusat informasi pengelola, diperkenalkan pertama kali di tahun 1804 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, Sir Thomas Stamfor Bingley Raffles. Di mana, saat ditemukan, barisan candinya hanya berjumlah tujuh buah, sehingga dinamakan Candi Gedong Pitoe (tujuh). Meski begitu, karena akses jalannya sangat buruk, Candi Gedong Pitoe kurang begitu dikenal.

Memasuki tahun 1908, seorang arkeolog warga Belanda bernama Van Stein Calefells melakukan penelitian di kawasan Candi Gedong Pitoe. Hasilnya, di tengah hutan yang penuh belukar, ditemukan dua buah bangunan candi lagi. 

Semenjak saat itu, nama Candi Gedong Pitoe diubah menjadi Candi Gedong Songo. Tahun 1928- 1928, pemerintahan Hindia Belanda sempat melaksanakan pemugaran secara keseluruhan, setelah kemerdekaan RI,  tahun 2009 pemerintah Indonesia juga memoles obyek wisata ini agar menjadi layak jual.

Emaknya langsung selfie di Candi Gedong III (foto: dok pri)
Emaknya langsung selfie di Candi Gedong III (foto: dok pri)
Saran untuk Pengelola

Setelah dua abad lebih Candi Gedong Songo ditemukan, kawasan ini masuk dalam Cagar Budaya yang hukumnya wajib dilestarikan sampai kapan pun juga. Pihak Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Semarang selaku pengelola, terus melengkapi obyek wisata murah tersebut dengan beragam fasilitas.  

Selain terdapat sedikitnya tiga gedung pertemuan untuk dimanfaatkan bagi rombongan berjumlah besar, juga tersedia ruang publik berikut panggung terbuka yang biasanya dipergunakan menggelar berbagai pertunjukan.

Bagi pengunjung mau pun turis asing yang ingin bermalam di kawasan Candi Gedong Songo, disediakan penginapan dari losmen yang harganya terjangkau seluruh lapisan masyarakat hingga bungalow bertarif ratusan ribu permalam. 

Untuk urusan perut, jangan khawatir, banyak warung makan murah yang buka sampai malam hari. Menu andalannya, sate kelinci yang harga perporsinya Rp 20.000 isi 10 tusuk. Rasanya ? Lumayan, mirip- mirip sate ayam Madura.

Ini menu andalannya (foto: dok pri)
Ini menu andalannya (foto: dok pri)
Selama hampir dua jam di kawasan wisata Candi Gedong Songo, sepertinya ada beberapa hal yang perlu disikapi pengelola. Kendati resminya areal ini dibuka sejak pk 07.00 – 17.00, namun, dengan seijin pengelola, pengunjung boleh bertandang hingga malam hari. 

Celakanya, sepanjang jalur pendakian menuju candi satu ke candi lainnya, lampu penerangan sangat minim. Tiang listrik serta bangunan tembok kecil yang harusnya berfungsi menjadi penerang, lampu- lampunya raib. Sulit membayangkan betapa gelapnya di malah hari.

Begitu pun keberadaan petugas keamanan, pos keamanan yang terletak di dekat pintu masuk, terlihat kosong. Baru setelah mendekati sore hari, muncul satu personil. Mengingat jarak satu candi dengan yang lain cukup jauh, harusnya ada penempatan pos keamanan paling tidak dua pos lagi. 

Sebagai langkah antisipasi, minimal satu jam sekali, petugas perlu melakukan patroli keliling. Selama dua jam berada di kompleks Candi Gedong Songo, tak terlihat petugas berkeliling.

Yang terakhir, pengelola perlu memperhatikan faktor kebersihan. Di mana, kotak- kotak tempat pembuangan sampah, mestinya diperbanyak sehingga pengunjung tak asal membuang bekas makanan mau pun minuman. Begitu juga di jalur kuda, masih banyak ditemui kotoran kuda yang kalau tidak hati- hati bakal menempel  di sepatu/ sandal pengunjung.

Terlepas dari segala kekurangan yang ada, kawasan Candi Gedong Songo sangat layak dijadikan destinasi wisata saat liburan. Bagi anda yang melewati wilayah Kabupaten Semarang, luangkanlah waktu barang 2- 3 jam untuk singgah. Percayalah, yang namanya sorga kecil bukanlah bualan belaka. Pemandangan yang luar biasa, akan anda temukan di sini. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun