Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sensasi Menelusuri Goa Seplawan Purworejo

17 Mei 2016   13:28 Diperbarui: 17 Mei 2016   16:03 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangga menuju mulut goa (foto: dok pribadi)

jalan lorong lain yang tanpa penerangan (foto; dok pribadi)
jalan lorong lain yang tanpa penerangan (foto; dok pribadi)
Agar pengunjung tidak tergugah syahwatnya hingga berbuat maksiat, sebelum memasuki Goa Seplawan, pengelola sudah menuliskan peringatan yang bisa terbaca semua orang. Begitu pun peraturan-peraturan yang wajib diketahui pengunjung, semua ditulis di atas MMT berukuran cukup besar. “Kalau ada yang nekad berbuat maksiat, risikonya berat,” kata salah satu warga Desa Donorejo, tanpa menyebutkan secara detail risikonya.

Di luar lorong utama yang panjang, sebenarnya terdapat beberapa jalur lorong lainnya. Tetapi, untuk menyusurinya, pengunjung disarankan menggunakan jasa pemandu. Pasalnya, situasinya gelap karena pengelola tidak menyediakan lampu penerangan. Lorong- lorong yang gelap inilah yang sering membuat pengunjung berbeda jenis jadi gelap mata sehingga berbuat yang aneh-aneh. Maklum, kondisinya sangat mendukung.

Setelah puas menyusuri Goa Seplawan, di halaman parkir biasanya kita disarankan untuk beristirahat sejenak di gardu pandang yang letaknya di puncak. Untuk mencapainya, kita harus berjalan kaki mendaki sejauh sekitar 100 meter. Nah, saat sudah berada di gardu pandang inilah, mata kita mampu melihat Waduk Sermo, di Kabupaten Kulonprogo, Gunung Merbabu, Merapi, Slamet, Sindoro, dan Sumbing. Rasa lelah usai melakukan pendakian tuntas tertebus oleh keindahan alam.

Itulah gambaran sedikit tentang Goa Seplawan yang eksotis. Dalam perjalanan pulang, adrenalin kita kembali dipaksa bermain. Jalan yang menurun tajam disertai kelokan tajam sering memancing pengendara memacu kendaraannya. Giliran berpapasan dengan kendaraan roda empat, spontan adrenalin naik tajam sembari mengucap doa-doa sekenanya. Bila kurang percaya, silahkan mencobanya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun