[caption caption="Batasam buatan siswa SD Negeri Tegalwaton 03 (foto: dok pribadi)"][/caption]Saat pemerintah tengah berupaya keras mengurangi penggunaan kantong plastik, ternyata sejak setahun lalu, siswa-siswa SD Negeri 03 Tegalwaton, Tengaran, Kabupaten Semarang sudah melakukan terobosan. Mereka berinovasi menciptakan batu bata yang berasal dari limbah plastik.
Ide kreatif anak-anak SD ini, berawal dari rasa keperihatinan atas banyaknya limbah plastik yang terbawa air di jaringan irigasi. Di mana, air yang berpusat di Sendang Senjoyo tersebut, saban hari banyak dikunjungi warga. Celakanya, warga yang beraktivitas di lokasi, kerap berbuat seenaknya. Mereka membuang sampah plastik secara sembarangan hingga terbawa air menuju saluran irigasi.
Kebetulan, SD Negeri 03 Tegalwaton letak cukup dekat dengan Sendang Senjoyo. Banyaknya plastik akibat ulah pengunjung ini, membuat para siswa merasa prihatin. Mereka ingin berbuat sesuatu, namun kebingungan mencari cara agar limbah plastik tersebut bisa dimanfaatkan. Di tengah kegalauan itu, muncul salah satu guru bernama Sri Listiyanti yang mau menjadi pembimbing.
[caption caption="SD Negeri Tegalwaton 03, Tengaran, Kabupaten Semarang"]
Menurut Bu Sri, dalam pembuatan batu bata yang diberi nama batasam (batu bata sampah) ini, tahap awal adalah membakar limbah plastik menggunakan cara konvensional. Setelah pembakaran tuntas, abunya dikumpulkan hingga tak ada yang tercecer. Tahap selanjutnya menentukan komposisi campuran antara abu hasil pembakaran sampah plastik, pasir, dan semen dengan perbandingan 3:2:1.
“Yang dimaksud 3:2:1 pengertiannya begini, tiga bagian abu sampah plastik, dua bagian pasir dan satu bagian semen sebagai perekat,” tutur Bu Sri.
[caption caption="Hasil produksi batasam ditumpuk sebelum digunakan (foto: dok pribadi)"]
Hasil cetakan tinggal dijemur di bawah terik matahari, hal ini berbeda dengan pembuatan batu bata yang berbahan tanah liat yang usai dijemur harus melalui pembakaran. Sedangkan batasam, setelah mengering bisa langsung digunakan untuk material bangunan. Sementara ini, batasam produksi siswa sebatas dimanfaatkan guna kepentingan sekolahan.
“Pembuatan batasam ini kami masukkan dalam pelajaran muatan lokal, rata-rata per minggu menghasilkan 80 buah batu bata yang kami gunakan sendiri untuk membuat taman di depan kelas IV, V, dan VI,” ungkap Bu Sri.
[caption caption="Tekstur dan tingkat kekerasannya lumayan (foto: dok pribadi)"]
Apa pun hasilnya, esensi produksi batasam ala SD Negeri Tegalwaton 03 ini hanya sekedar memberikan edukasi sejak dini bahwa keberadaan limbah plastik, bila ditangani dengan benar bisa mendatangkan manfaat. Tentunya, bukan berarti penggunaan kantong plastik boleh didongkrak. Sebagai orang yang peduli terhadap lingkungan, saya mengapresiasi apa yang telah dikerjakan bocah-bocah SD tersebut. Bagaimanapun, langkah kecil mereka semisal diikuti yang lain bakal mampu mengubah paradigma bahwa sampah plastik cuma menimbulkan pencemaran. Di tangan orang yang tepat, faktanya mampu diubah fungsinya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H