Ulah para produsen dan politisi yang memajang promosi dengan memaku posternya di berbagai pohon , membuat ASU Lingkungan geregetan. Sebab, ketika hajatan selesai,mereka biasanya malas mencopotnya. “ Ulah mereka juga menyebabkan pohon- pohon itu menderita dan biasanya bisa berujung kematian,” kata Antok, aktifis KGRSP yang bukan warga Kota Salatiga.
Antok yang sudah malang melintang di berbagai bencana alam, mengakui, kendati dirinya bukan warga Salatiga, namun, ia sangat peduli terhadap lingkungan yang ada di kota ini. Untuk itu, dirinya berharap agar masyarakat menyadari bahwa menyakiti pohon, berarti ikut berperan merusak lingkungan hidup. “ Tolong, perilaku buruk itu dihentikan agar kita tetap mendapatkan udara yang bersih,” pintanya.
Kegiatan menjaga hijaunya pepohonan ini rencananya akan berlangsung hingga pk 17.30, namun, saya hanya mengikutinya selama 1 jam. Pk 16.00, dengan sangat terpaksa saya harus memisahkan diri untuk menulis artikel tentang anak- anak muda hebat itu. Sepanjang pantauan saya, aksi memikat ini sepertinya miskin publikasi dari media cetak. Seakan, aktifitas memelihara alam tersebut tidak mempunyai nilai jual. Terbukti, satu jam bersama mereka, saya tak melihat adanya awak media.
Apa yang dilakukan ASU Lingkungan terhadap alam di kota Salatiga, sebenarnya hanya langkah kecil untuk menjaga agar alam tetap lestari. Celakanya, kendati merupakan gerakan sepele, namun, ternyata tak semua warga mampu mengikutinya. Bahkan, kecenderungan merusak lebih mendominasi dibanding ikut menjaganya. Sebagai orang yang lahir, dibesarkan dan nantinya ingin menghembuskan nafas terakhir di Salatiga, saya harus mengapresiasi gerakan adik- adik ini. Lanjutkan perjuangan kalian, salam lestari ! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H