[caption caption="Salah satu sudut Kota Salatiga di pagi hari, bersih & rapi (foto: dokumentasi pribadi)"][/caption]Kendati tidak ada yang memberikan komando secara khusus, warga Kota Salatiga belakangan makin getol berbenah. Diduga, mereka tengah mengejar Adipura tahun 2016. Maklum, selama ini belum pernah menerima penghargaan bergengsi tentang kebersihan dan lingkungan tersebut.
Jumat (11/3) puluhan ibu-ibu muda sembari menggendong anaknya terlihat memasuki lapangan Pancasila. Dengan menenteng kantong plastik ukuran besar, mereka langsung memunguti berbagai sampah yang tersebar di atas rumput. Satu per satu sampah dipungut dan dimasukkan dalam kantong. Mereka adalah ibu-ibu muda Salatiga yang tiap hari Jumat pagi menggelar Operasi Semut, suatu bentuk kegiatan positif untuk mendidik masyarakat agar tak membuang sampah sembarangan.
[caption caption="Operasi Semut yang digelar ibu-ibu muda di Salatiga (foto: dokumentasi pribadi)"]
Di tempat lain, puluhan pegawai Kantor PT Pos Indonesia Cabang Salatiga dengan seragam khasnya, yakni kaos berwarga oranye, terlihat sibuk kerja bakti membersihkan selokan di kawasan Blotongan, sekitar 3 kilometer dari kantor mereka. Kegiatan olahraga Jumat pagi, sepertinya sengaja dialihkan untuk gotong-royong bersih-bersih di berbagai lingkungan. “Saya mengapresiasi kegiatan para karyawan PT Pos ini,” kata Juwardi warga Blotongan.
[caption caption="Karyawan kantor PT Pos tengah kerja bakti (foto: dokumentasi pribadi)"]
Warga Kabupaten Semarang Rasa Salatiga
Di luar dua kelompok yang rajin bersih-bersih itu, di Salatiga terdapat komunitas Salatiga Peduli Lingkungan (SPL) yang digagas anak-anak muda. Mereka secara rutin, setiap hari Minggu berkumpul untuk membersihkan beragam sampah yang ada di tempat-tempat umum. Dengan peralatan seadanya, mereka konsisten menjaga lingkungan tanpa imbalan apa pun. “Pinginnya Kota Salatiga biar dapat Adipura, tetapi semisal tak dapat pun, minimal kota ini jadi bersih,” kata salah satu anggota SPL.
[caption caption="Aktivis Salatiga Peduli Lingkungan tengah memunguti sampah (foto: dokumentasi pribadi)"]
Kota Salatiga yang jumlah penduduknya berkisar 190 ribu jiwa memang unik. Posisinya yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang membuatnya berbeda. Di siang hari, puluhan ribu warga Kabupaten Semarang melakukan aktivitas rutinnya di Salatiga. Baik sebagai pedagang, pegawai hingga pelajar. Akibatnya, di siang hari jumlah penduduk Salatiga bisa meningkat menjadi 250-an ribu jiwa.
[caption caption="Alat berat dikerahkan untuk membuat lubang penghijauan di kota (foto: dokumentasi pribadi)"]
Yang dimaksud dengan istilah warga Kabupaten Semarang rasa Salatiga ini, menurut Dwi, karena kendati status kependudukannya merupakan warga Kabupaten Semarang, karena aktivitas kesehariannya berada di Salatiga, baik logat maupun perilakunya cenderung mirip warga Salatiga. “Termasuk ketika ada kegiatan bersih-bersih, kita juga ikut andil,” jelasnya.
Apa yang disampaikan Dwi, dibenarkan oleh Antok, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Gugur Gunung Salatiga Peduli. Ia merupakan warga Candi, Tuntang, Kabupaten Semarang. Kendati begitu, sehari-hari dirinya berkutat di rumah bibit yang berlokasi di Jalan Osamaliki, Kota Salatiga. Bersama ratusan pegiat lingkungan lainnya, Antok tak pernah absen menghijaukan Salatiga.
[caption caption="Salah satu sudut kota di pagi hari (foto: dokumentasi pribadi)"]
Dalam catatan saya, sinergi antara masyarakat dengan pihak Pemkot Salatiga memang harus terus-menerus digalang. Tak mungkin warga bergerak tanpa support dari para pemangku kebijakan. Terlepas ada kepentingan Adipura atau tidak, lingkungan yang bersih dan hijau sudah selayaknya menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Jangan cuma terbatas jelang penilaian Adipura greget bersih-bersih menggebu, selanjutnya usai perhelatan kembali melempem. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H