Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasar Kerajinan Lopait Menggeliat 24 Jam Non Stop

25 Februari 2016   17:29 Diperbarui: 25 Februari 2016   17:50 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pedagang di Pasar Kerajinan Lopait, sebenarnya tidak didominasi oleh warga sekitar. Beberapa pedagang pendatang ikut nimbrung membuka kios, meski begitu, tidak terlihat persaingan dagang yang menyolok. Jenis barang dagangan yang nyaris sama, menjadikan hak calon pembeli yang menentukan memilih. “ Semisal mobilnya berhenti di depan kios saya, tetapi belanjanya di kios lain, bagi kami tak masalah. Berarti memang bukan rejeki saya,” ungkap pedagang yang sama.

Memang, pedagang kecil sepertinya lebih bijak dalam mencerna situasi. Berbeda dengan pedagang besar (pengusaha) yang cenderung memonopoli pasar dan bila perlu membunuh pesaingnya. Perilaku pedagang di Pasar Kerajinan Lopait, cukup mengherankan. Kendati sama- sama mengais rejeki di tepi jalan raya, namun, unsur kekeluargaan antara satu dan yang lain sangat terasa. “ Di sini kan sama- sama cari makan pak. Buat  apa bersaing dengan cara yang tidak sehat,” jelasnya.

[caption caption="Bunga kertas campur wajan (foto: bamset)"]

[/caption]

Seperti galibnya dunia usaha, kondisi Pasar Kerajinan Lopait juga mengenal pasang surut. Memasuki awal awal tahun yang kebetulan biasanya musim penghujan, maka, para pedagang tengah mengalami masa paceklik. Konsumen tak seramai musim kemarau, paling banter omzet kotor yang dikantongi pedagang berkisar Rp 300 an ribu sehari. Dari omzet tersebut, rata- rata marginnya antara 10 hingga 20 persen.

Biasanya masa paceklik berjalan hampir empat bulan (Januari-April), hingga masuk ke bulan Mei, secara perlahan omzet pedagang mulai merangkak naik. Terlebih lagi saat liburan tiba, omzet penjualan bisa langsung naik drastis. Satu pedagang mampu meraup angka Rp 2 juta- Rp 3 juta sehari. Bisa dikata, liburan baik libur sekolah, libur hari raya adalah masa panen bagi pedagang di Pasar Kerajinan Lopait.

Satu catatan yang cukup menarik, meski menyandang label sebagai pusat kerajinan, namun berbagai produk kerajinan sebenarnya bukan produksi pengrajin  kabupaten Semarang mau pun Salatiga. Barang- barang dagangan tersebut kebanyakan didatangkan pemasok dari Klaten, Boyolali dan Magelang. Secara rutin, seminggu 3 kali pemasok melakukan droping dagangan. Transaksinya pun  beragam, ada yang mengambil barang terlebih dulu, tetapi tak sedikit yang harus dibayar di depan.

Itulah sedikit gambaran keberadaan Pasar Kerajinan Lopait, geliat pedagang kecil yang mengharap uang kecil di pingggir jalan raya. Bila anda kebetulan melewatinya dan membutuhkan produk aneka rotan, bunga hias, mainan tradisional anak- anak hingga peralatan dapur, silahkan singgah. Di sini, dibutuhkan keberanian tawar menawar. Keberanian negoisasi soal harga sangat dibutuhkan agar memperoleh harga yang serendah mungkin. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun