Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

“Menanam” Cluster di Sawah

18 Februari 2016   17:34 Diperbarui: 19 Februari 2016   02:10 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Cluster yang lagi "ditanam" di persawahan Salatiga (foto: bamset)"][/caption]Membenamkan bibit padi di areal persawahan dimusim hujan memang lumrah adanya, namun, yang terjadi di Kota Salatiga belakangan ini, yang ditanam bukan benih tanaman. Melainkan Cluster yang masa panennya lebih cepat dibanding padi varitas unggul.

Cluster atau  perumahan tanpa pagar sudah sejak 10 tahun terakhir tumbuh subur di Salatiga, awalnya dibangun di lahan- lahan kosong seperti kebun milik warga, tanah tandus hingga areal lain yang tidak produktif. Seiring pertumbuhan jumlah penduduk, belakangan areal persawahan produktif mulai dilirik pengembang. Para pengusaha berduit tersebut, sangat agresif merangsek ke persawahan yang mayoritas berada di pinggiran kota.

Kamis (18/2) sore, saya mencoba berkeliling di Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Memasuki Kelurahan Pulutan, saya agak heran, bulan kemarin persawahan dekat SMP Al Azar yang terlihat hijau, sekarang sudah mulai dibangun Cluster seluas sekitar 1000 meter persegi. Nantinya di lahan itu bakal didirikan sekitar 10 unit rumah dengan harga jual Rp 200 juta/ unit.

Masih di Kelurahan  Pulutan, berjarak sekitar 1 kilometer, terdapat pengembang lain yang juga “menanam” Cluster di persawahan yang baru saja dipanen. Cluster yang didirikan, lumayan luas, paling tidak terdapat 50 an unit rumah type 45. Kendati lokasinya lumayan menjorok kedalam, namun, hebatnya laris manis sehingga tanpa menunggu berbulan- bulan langsung bisa dipanen.

[caption caption="Ini juga "nanam" Cluster (foto: bamset)"]

[/caption]

Begitu juga ketika memasuki Kecamatan Tingkir, wilayah yang saluran irigasinya tak pernah kering sepanjang tahun. Ternyata terdapat beberapa titik persawahan yang “ditanami” rumah, kios dan Cluster. Bahkan, di Kelurahan Tingkir Lor, nampak salah satu perumahan yang tengah dibangun, terpaksa disegel oleh pemerintah kota karena perijinannya belum lengkap.

Sepertinya alih fungsi lahan, sekarang bukan monopoli kota- kota besar saja. Kota Salatiga yang nota bene memiliki lahan pertanian terbatas, belakangan mulai ikut digerus trend pembangunan rumah. Padahal, sawah- sawah yang disulap menjadi pemukiman sebenarnya merupakan sawah produktif. Entah kenapa, jajaran pemerintah kota enteng saja memberikan ijin dengan mengkesampingkan kelestarian alamnya.

[caption caption="Yang ini Cluster besar di tengah persawahan (foto: bamset)"]

[/caption]

Sawah Tinggal Cerita

Sebagai warga Kota Salatiga, saya merasa kecewa dengan mudahnya perijinan yang dikeluarkan oleh dinas terkait pada pengembang. Untuk lahan kering, mungkin tak ada masalah, karena memang kurang bersungsi bagi pertanian. Namun, khusus persawahan yang merupakan sarana vital bagi pemasok beras, kenapa ijin juga sangat gampang turun ? Padahal, yang namanya alih fungsi lahan (konversi), setahu saya rumit prosedurnya.

Bila  sikap agresif  para pengembang dan lunaknya pemerintah kota dalam pemberian ijin terus dibiarkan, tak pelak lagi, dua puluh tahun mendatang, yang namanya sawah nan hijau bakal tinggal cerita. Kuningnya padi serta sosok petani, di mata anak cucu warga Salatiga hanyalah dongeng pengantar tidur karena wujut nyatanya telah tak ada lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun