Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tahu Campur, Kuliner Sehat yang Harganya Merakyat

27 Januari 2016   17:16 Diperbarui: 27 Januari 2016   19:05 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari rumah kontrakannya di Ngentak, Kutowinangun, Tingkir, Kota Salatiga, saban hari Samuri bersama puluhan rekannya bergerak mengunjungi para pelanggannya masing-masing. Berangkat pukul 09.00, biasanya pukul 15.00 dagangannya sudah ludes. “Ya paling lambat pukul 16.00 sudah sampai rumah Mas. Setelah belanja untuk besok, saya langsung istirahat,” ujar Samuri.

Dalam sekali jalan, Samuri biasanya membawa persiapan sebanyak 50 lontong (ketupat) untuk 50 porsi. Dengan harga jual Rp 6 ribu/porsi, sehari ia mengantongi omzet kotor Rp 300 ribu. Usai dipotong belanja bahan baku, rata-rata dirinya mendapatkan in come bersih Rp 100 ribu/hari. Wow! Tahu Campur yang kelihatannya merupakan “bisnis” sepele, ternyata mampu memberikan kontribusi Rp 100 ribu setiap hari.

Samuri mengaku, selama 20 tahun berkeliling menjajakan Tahu Campur, sepertinya ia lupa bahwa di tahun 1998 negaranya pernah didera krisis ekonomi. Pasalnya, krisis ekonomi tersebut sama sekali tak berpengaruh terhadap dagangannya. Maklum, segmen pasar yang disasar merupakan golongan bawah, sehingga, dirinya tidak mengenal kosa kata krisis. “Krisis seperti apa saya tidak tahu Mas, yang saya tahu setiap hari orang perlu makan dan Tahu Campur tetap jadi pilihan,” tukasnya. Cerdas juga Samuri ini, batin saya.

Dari penuturan singkat yang disampaikan Samuri, saya jadi mengerti bagaimana pergumulan orang kecil dalam mengais rejeki. Resesi apa pun, tak berpengaruh terhadap diri mereka. Tanpa bekal ijasah apa pun, mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Hebatnya, selain tetap survive di segala situasi, mereka juga tidak serakah, terbukti meski sebenarnya mampu menambah omzet penjualan, tetapi selama berpuluh tahun hanya memasang target 50 porsi sehari. Keuntungan bersih sebesar Rp 100 ribu, bagi mereka selalu disyukuri dan dinikmati. Beda banget dengan politisi, dapat 10 minta 100, mengantongi 100 pingin 1000, giliran memperoleh 1000 ditangkap KPK. (*) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun