Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengubah Ban Bekas Menjadi Barang Berharga

18 Januari 2016   19:19 Diperbarui: 2 Oktober 2017   14:09 2224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tas lap top buatan KSS (foto: bamset)

Aneka dompet pria buatan KSS (foto: bamset)
Aneka dompet pria buatan KSS (foto: bamset)
Sukses Sindu menembus pasar manca negara,tak pelak berdampak pada omzet yang diraihnya. Bila sebelumnya hanya berkutat di angka Rp 15 juta/ bulan, belakangan ia mampu meraup omzet Rp 70 juta/ bulan. Berkaitan hal tersebut, dirinya berencana untuk membeli lahan guna mengembangkan usahanya pada skala lebih besar. Bila lahan sudah terbeli, dirinya berencana membangunnya menggunakan barang bekas yang layak pasang.

Kreatifitas Sindu yang terus berinovasi tiada henti tersebut, sekarang sudah mendapatkan apresiasi dari konsumen. Tak heran bila rentang harga barang yang diproduksinya dipatok antara Rp 20 ribu hingga Rp 500 ribu tetap laris manis. Barang paling mahal, yakni Rp 500 ribu berupa tas wanita yang konon diklaim awet, kokoh, tahan jamur , trendi dan bisa digunakan seumur hidup.

Sepatu buatan KSS yang lagi diuji coba (foto: bamset)
Sepatu buatan KSS yang lagi diuji coba (foto: bamset)
Belakangan Sindu mulai risau soal sumber daya manusia yang dimilikinya, di mana untuk merekrut karyawan baru, jadi persoalan tersendiri. Sebab, bila karyawan lama diminta untuk mengajari terlebih dulu, bisa dipastikan pesanan bakal kedodoran. Begitu pula soal desain, karyawannya kurang berani mengembangkan diri sehingga masalah desain masih bergantung pada dirinya.

Etalase yang buat majang barang juga dari kayu bekas (foto: bamset)
Etalase yang buat majang barang juga dari kayu bekas (foto: bamset)
Sindu yang setiap harinya memproduksi 30 item barang, juga dirisaukan dengan banyaknya orang yang meniru barang buatannya. Terkait hal tersebut, ia berencana mematenkan temuannya itu. “ Ke depan saya masih akan terus berinovasi membuat barang dari limbah lainnya. Tentunya tetap dengan konsep ‘upcycle’, soal bahan bakunya mungkin menggunakan logam,” ujarnya mengakhiri perbincangan kami.

Apa yang dikerjakan Sindu, tentunya sangat layak diapresiasi. Bukan hanya tentang pengolahan limbah ban bekas, namun, di Kota Salatiga yang miskin industri, tentunya berdampak pada sepinya lowongan pekerjaan. Saat anak muda seumuran dirinya berlomba mencari pekerjaan, ia malah mampu menciptakan pekerjaan. Pertanyaannya, kenapa hal ini tak ditiru oleh para pencari kerja yang lain ? (*) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun