Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Barang Bekas Kok Harganya Ratusan Juta

16 Januari 2016   17:44 Diperbarui: 17 Januari 2016   08:52 3010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Barang- barang lawas dagangan Wahing (foto: bamset)"][/caption]Dalam teori ekonomi, barang bekas pasti harga jualnya jatuh. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada para pengemar sekaligus pedagang kayu lawas.Puluhan tahun berdagang barang bekas, mereka mampu meraup puluhan juta rupiah untuk sekali transaksi. Lantas apa yang dijajakannya? Berikut catatan hasil jalan- jalan sore (JJS) saya.

Usai menikmati ayam goreng Bu Toha, dalam perjalanan pulang ke Salatiga, saya tertarik dengan keberadaan joglo milik Wahing yang terletak di Lopait, Tuntang, Kabupaten Semarang. Karena ada tulisan jual joglo, spontan saya berbelok memasuki halaman tempat memajang berbagai ornamen kayu-kayu tua yang konon sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun.

Begitu tiba di pelataran, saya melihat banyak barang antik seperti daun pintu, joglo, risban, meja kursi hingga gebyok. Aneka barang yang terbuat dari kayu jati tersebut, ada yang hanya tergeletak, namun ada juga yang disimpan di rumah joglo ukuran besar. Sayangnya, saya tak berhasil menemui Wahing, saya hanya bertemu dengan tukangnya yang tengah mereperasi daun pintu.

[caption caption="Joglo tempat penyimpanan barang milik Wahing (foto: bamset)"]

[/caption]

Dalam perbincangan dengan tukang kayu yang sehari-harinya bertugas menggarap berbagai barang kuno itu, saya mendapat keterangan bahwa saban hari, selalu ada calon konsumen atau penggemar barang antik yang mendatangi tempat ini. “Transaksinya dengan bos saya, yang saya tahu mereka kadang membeli tetapi ada juga yang sekedar melihat- lihat saja,” jelasnya.

Aduh! Berarti saya tak bisa mendapat gambaran patokan harga, karena saat saya tanyakan mengenai harga, tukang itu mengaku tidak mengetahui detail. Yang ia ketahui, setiap datang pembeli, urusannya diambil alih oleh bosnya. Kendati begitu, dirinya memberikan ancar-ancar, untuk transaksi barang, uangnya cukup banyak. “Jumlah pastinya tidak tahu mas, tapi mayoritas segini,” ujarnya sembari memperagakan ibu jarinya dan telunjuk memperlihatkan tingginya tumpukan duit.

[caption caption="Daun pintu milik Wahing (foto: bamset)"]

[/caption]Penasaran dengan keterangan tukangnya Wahing, saya berupaya menelisik lebih jauh tentang dunia antik ini. Setelah tanya sana sini, akhirnya saya bertemu Haji Iwan, seorang kolektor sekaligus pedagang barang yang sama. Saya temui pak haji di rumahnya yang terletak di jalan Ki Penjawi, Kota Salatiga. Kebetulan, ia tengah menunggui tukangnya memasang gapura Bali. Sehingga, tak sia- sia saya mendatanginya.

[caption caption="Risban koleksi haji Iwan seharga Rp 15 juta (foto: bamset)"]

[/caption]

Beli Kepuasan

Haji Iwan yang menjadi kolektor barang antik sejak 15 tahun lalu, mengaku mengumpulkan joglo, risban, meja kursi, gebyok, gazebo dan berbagai barang lain secara perlahan. Ada yang dibelinya murah, namun tak sedikit harga belinya mencapai ratusan juta. “Untuk joglo ukuran 4 kali 5 meter yang penuh ukiran itu, saya beli seharga Rp 100 juta,” katanya sambil menunjuk joglo sarat dengan ukiran.

[caption caption="Joglo koleksi haji Iwan seharga Rp 100 juta (foto: bamset)"]

[/caption]Sedang gazebo ukuran 3 X 2 meter, Iwan membeli dengan harga beragam. Tergantung usia kayu, semakin tua kayunya, maka harganya juga terdongkrak. Ia pernah membeli gazebo seharga Rp 15 juta/ unit, namun ada juga gazebo ukuran sama dia bayar hingga Rp 40 juta. “Tidak ada patokan pasti mas, yang jelas, penggemar barang antik itu membeli kepuasan,” jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun