Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jenglot di Sendang Senjoyo Gegerkan Masyarakat

12 Januari 2016   17:21 Diperbarui: 12 Januari 2016   18:20 9788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Begini penampakannya (foto: bamset)"][/caption]Penemuan Jenglot berwajah manusia dan bertubuh ular yang ditemukan di wilayah Mata Air Senjoyo, Tegalwaton, Tengaran, kabupaten Semarang, belakangan sempat menggegerkan masyarakat. Apa lagi penemuannya dibumbui cerita mistis, akibatnya banyak warga yang makin penasaran.

Jenglot sendiri sebenarnya multi tafsir, ada yang menyebut benda tersebut adalah makhluk yang memiliki kekuatan mistis yang mampu mendatangkan bencana. Namun tak sedikit yang menganggap hal itu hanya bualan belaka untuk mencari sensasi. Saya sendiri cenderung berpihak yang terakhir, yakni bualan.

Kendati meyakini Jenglot merupakan hasil rekayasa manusia, namun, tak ada salahnya saya bertandang ke lokasi Jenglot itu disimpan. Selasa (12/1) siang, saya meluncur ke Klampean RT 02 RW 03, Noborejo, Argomulyo, Kota Salatiga. Di mana, benda yang konon sudah berusia ribuan tahun tersebut dipertontonkan.

Jenglot yang ditaruh di stoples, di mata saya tak lebih dari benda mati belaka. Soal ada yang meyakininya sebagai barang bertuah, saya pikir sah-sah saja. Tampang si Jenglot memang sangar, bertaring panjang, tubuhnya mirip ular dan rambutnya trendy. Sebab, potongan rambutnya gondrong seperti pendekar di film-film tahun 70 an.

Menurut salah satu warga bernama Karsidi (52), penemuan Jenglot terjadi Jumat (8/1) siang di areal Senjoyo yang dikenal memang cukup keramat. Saat itu, ia bersama rekan-rekannya tengah membongkar batu di lahan milik Gus Naim, seorang ustad asal Noborejo. Rencananya, di lahan yang sama bakal dibangun pondok pesantren.

Saat Karsidi dan beberapa pekerja tengah sibuk bekerja, mendadak melihat seekor ular berukuran besar melintas di tebing. Karena curiga, para pekerja segera memburunya. Aneh! Dalam sekejab, ular itu lenyap tanpa bekas. Yang lebih mengejutkan, di lokasi ular tersebut malah ditemukan Jenglot yang bentuknya mirip-mirip manusia namun bertubuh ular.

Membuat Masyarakat Tersesat

Mendengar cerita yang dilengkapi dengan bumbu-bumbunya itu, saya sebenarnya hampir tergelak tak kuat menahan tawa. Tetapi, karena memandang soal etika, maka saya berupaya menahan tawa. Hal-hal seperti ini, kerap terjadi di berbagai daerah. Kendati belakangan buntutnya merupakan bualan, tetapi  masyarakat terkadang terlanjur meyakininya. Apa lagi warga yang awam, bisa dipastikan akan semakin tersesat.

Kembali pada Jenglot yang disimpan di salah satu rumah warga yang bentuknya seperti joglo, ketika saya tiba di halaman, terlihat ada kotak sumbangan di pintu masuk. Memang, tidak ada keharusan menyumbang, tetapi banyak juga yang memasukkan uang ribuan. Saya sendiri enggan memberikan sumbangan, karena sejak awal sudah jauh dari rasa percaya.

Beberapa warga terlihat mengerumuni Jenglot yang duduk manis dalam stoples kaca, tak sedikit yang mengabadikannya. Karena tidak ada larangan untuk mengambil gambar, saya pun ikutan menjepretnya. Posisi Jenglot mirip orang semedi, tangannya saling menyilang di dada, mulai perut ke bawah berbentuk ular. Tampangnya sangar, lebih sangar dibandingkan preman pasar. Di sebelahnya terdapat tulisan berbunyi: Dilarang Memegang!

Hanya sekitar 1 menit saya berada di rumah penyimpanan Jenglot, setelah keluar, saya mendengar berbagai komentar yang beragam. Selain terdapat satu dua menganggap rekayasa, namun tidak sedikit yang percaya bahwa Jenglot itu adalah jelmaan manusia ribuan tahun yang lalu. Di mana, manusia yang berasal dari negeri antah berantah, sengaja melakukan semedi di kawasan mata air Senjoyo. Karena terlalu lama menggelar ritual, akhirnya berubah wujut menjadi Jenglot. Hahahaha pinternya lidah memainkan kata.

Yang jelas di mata saya, Jenglot tak ada yang spesial. Wong nyatanya hanya duduk manis terdiam, saya akan menganggap istimewa kalau benda itu mampu tersenyum atau melambaikan tangannya. Faktanya, cuma membisu tanpa kata, jadi kesimpulan saya ya sebatas hasil rekayasa manusia belaka. Kendati salah satu stasiun TV nasional latah ikut memberitakan, saya tetap tidak berubah. Harapan saya, masyarakat juga segera sadar diri.

Sampai sejauh ini, saya belum tahu apa tindakan dari jajaran Polres Salatiga. Mungkin dianggap belum memasuki katagori meresahkan, sehingga aparat hanya bergeming. Di sisi lain, saya sendiri menganggap keberadaan Jenglot sekedar benda mati. Entah hasil rekayasa atau tidak, yang jelas mendingan diabaikan. Yang jadi persoalan, oersepsi masyarakat telah terbelah. Yang meyakini benda itu bertuah jumlahnya lumayan banyak, tentunya kelompok warga yang tersesat di jalan  terang. (*)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun