[caption caption="Kompasiana (foto: kompasiana.com)"][/caption]
Tak terasa, akhirnya Senin (7/12) saya genap 1 tahun menulis di Kompasiana. Meski sempat tersengal- sengal, namun 365 artikel telah terkumpul dengan rincian 102 oleh admin diberi label Head Line (HL) dan 243 mendapat stempel Pilihan (Highlight).
Sekedar catatan, saya sendiri termasuk katagori Kompasianer pemula, bergabung secara resmi tanggal 31 Oktober 2014, namun baru berani menulis tanggal 7 Desember 2014. Hampir sebulan lebih menjadi Kompasianer pasif, tak menulis apa pun kecuali mempelajari cara menulis dari para Kompasianer yang telah malang melintang di Kompasiana.
Prinsip one day one article sebenarnya sangat sulit saya realisasi, sebab, saya juga berfikir tentang kualitas. Kalau hanya mengejar kuantitas, mungkin bisa saja dalam 1 tahun mampu menulis 500 artikel. Tapi apa gunanya membuat seabrek artikel tak ada yang baca ? Jadi, kendati “terengah- engah” karena sempat tidak aktif hampir 3 minggu, akhirnya apa yang dikerjakan Opa Tjiptadinata terpenuhi juga.
Sebagai Kompasianer pemula di rimba jurnalisme warga ( citizen journalism ), saya awalnya sempat tergagap- gagap. Banyak faktor yang menghambat, di antaranya terbatasnya jenjang pendidikan, keterbatasan kosa kata hingga penyakit gagap teknologi. Belum lagi faktor usia yang secara otomatis sangat berdampak pada kecepatan berfikir mau pun menganalisa.
Perlahan saya mulai menulis apa saja yang bisa saya tulis, hingga 10 hari memposting beberapa artikel. Ternyata reportase yang saya buat tentang wisata Bandungan, Kabupaten Semarang, dalam tempo 12 jam disimak 1086 pembaca. Artikel tanpa titel apa pun itu ternyata mampu menyedot perhatian mata pria, bahkan hingga saat ini masih sexy disimak. Angka kunjungan terakhir mencapai : 67.575 pasang mata (baca : 700-psk-di-bandungan-siap-melayani-melampiaskan-nafsu-syahwat-1).
Sejak salah satu artikel saya menembus angka 1086, saya semakin bergairah untuk menulis di Kompasiana. Celakanya, saya agak abai dengan keberadaan label HL mau pun Highlight. Jadi, hak prerogatif admin tersebut cenderung tidak pernah saya fikirkan. Saya sama sekali tak menyadari bahwa label- label itu merupakan bentuk apresiasi dari admin bagi Kompasianer.
Mulai Menyadari Tentang HL
Karena memang abai, saya tidak ingat kapan pertama kali artikel saya mendapat label HL. Saya baru menyadari apresiasi dari admin ketika terjadi migrasi Kompasiana lama menuju Kompasiana baru, setelah saya perhatikan ternyata di lapak saya terdapat 55 label HL. Lho ? Tak terasa telah terkumpul sebanyak itu. Sejak saat itu, saya berfikir apa mungkin mampu menambah angka HL menjadi 100 artikel dalam kurun waktu satu tahun ?
Terkait hal tersebut, saya mulai mempelajari selera admin dalam memilih artikel yang layak mendapatkan titel HL, sayangnya kendati terus saya telisik, tetap saja tak ketemu. Begitu pun untuk artikel Highlight (H), saya kerap dibuat terbingung- bingung. Beberapa artikel saya yang jelas- jelas dikerumuni pembaca, namun tak mendapatkan label apa pun.
Malas terbebani masalah HL mau pun Highlight, akhirnya saya menulis seperti mengalir saja. Diapresiasi admin ya syukur, tidak pun ya tak masalah. Yang penting, di sela waktu luang saya sempatkan untuk menulis dengan tujuan agar bermanfaat saja. Sementara artikel- artikel saban hari terus nongol di Kompasiana, perlahan koleksi HL makin naik.