Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melongok Bank Sampah Makmur di Salatiga

1 Desember 2015   17:07 Diperbarui: 2 Desember 2015   17:07 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minim Perhatian Pemkot

Pada saat saya bertandang ke Bank Sampah Makmur, kebetulan ada seorang pemuda Salatiga bernama Christ yang tengah kuliah di Jerman. Ia sengaja menemui Gito untuk berbincang lebih jauh mengenai segala aktifitasnya. Di sini saya sempat menanyakan sejauh mana perhatian pihak pemerintah kota (Pemkot) Salatiga ?

“Kalau pejabat berkunjung ke sini sering, termasuk pak Walikota Salatiga Yulianto SE MM, tetapi kalau perhatian yang dimaksud berupa bantuan, sampai sekarang belum ada. Mereka hanya datang meninjau, manggut-manggut, foto-foto, pamitan dan tak ada kabarnya lagi,” aku Gito tanpa bermaksud mengeluh.

[caption caption="Buku tabungan anggota Bank Sampah Makmur (foto: bamset)"]

[/caption]Lebih jauh Gito mengakui, dulu pihaknya sempat mengajukan permohonan bantuan ke Pemkot. Karena kendaraan roda tiga (Tosa) sangat dibutuhkan guna mendukungan pengambilan sampah, maka proposal yang diajukan juga terkait hal tersebut. Persoalannya, bila Bank Sampah Makmur mempunyai Tosa, sangat dimungkinkan areal pengambilan sampah bisa diperluas.

Setelah proposal diserahkan pada instansi terkait, seraya berharap cemas, Gito sempat bermimpi kendaraan roda tiga itu direalisasi. Tetapi, ternyata hingga sekarang ini, apa yang ia impikan tak pernah terwujut. Padahal, harga kendaraan sejenis hanya kisaran Rp 21 juta. Entah kenapa pihak Pemkot Salatiga mengabaikannya. “ Kalau ada kendaraan itu, saya bisa mengambil sampah di asrama IAIN yang berjarak lima kilometer dari sini,” tuturnya.

[caption caption="Penunjuk arah menuju unit- unit Bank Sampah Makmur (foto:bamset) "]

[/caption]Sebagai warga Salatiga, saya pribadi merasa terheran- heran dengan sikap Pemkot setempat. Dengan produksi sampah yang mencapai 100 ton perhari, harusnya pihak Pemkot mengapresiasi langkah Gito. Namun, faktanya belum ada langkah kongrit dalam membantu kelangsungan hidup Bank sampah Makmur yang dikelola Gito.

Apa yang dilakukan Gito, sebenarnya mampu menginspirasi warga ibu kota Jakarta yang para pemangku kebijakannya tengah dipusingkan dengan pengelolaan sampah. Andai di setiap kelurahan di DKI terdapat satu bank sampah saja, mungkin Gubernurnya tidak lagi direcoki masalah sampah. Demikian pula daerah lainnya, langkah Gito kiranya juga mampu membangkitkan semangat pengelolaan sampah secara mandiri. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun