[caption caption="Thomas Sutana tukang ojek yang calon doktor (foto: dok tempo.co)"][/caption]
Tak ada yang menduga bahwa Thomas Sutana, pria berumur 48 tahun yang kesehariannya merupakan tukang ojek online (Go-Jek) adalah kandidat doktor bidang teknologi pendidikan yang masih menyelesaikan kuliahnya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Ya, Thomas Sutana yang biasa disapa Tana, memang bukan tukang ojek biasa. Latar belakang kehidupannya adalah seorang guru di SMA Pangudi Luhur, mengajar bahasa Inggris sejak tahun 1996 hingga 2003. Berikutnya, tahun 2003 sampai 2014 dirinya dimutasi ke SMP Pangudi Luhur. Dan, di tahun 2014, ia memutuskan mengakhiri kariernya sebagai pendidik, beralih profesi menjadi tukang ojek.
Sosok Tana, saya ketahui saat ia tampil sebagai bintang tamu di Program Indonesia Bisa dengan tema “Penebar Inspirasi Bangsa” yang ditayangkan stasiun televisi Trans TV, Rabu (28/10) malam. Di mana, dirinya banyak bertutur tentang motivasinya menjadi tukang ojek yang tergabung di Go- Jek. Karena terlalu singkat penjelasannya, akhirnya saya berupaya menyigi sosok Tana yang saya anggap cukup menginspirasi.
Sebagaimana dilansir tempo.co, Tana sebelumnya sangat menikmati profesinya sebagai seorang guru. Karier mulia tersebut sudah dirintisnya selama 18 tahun tanpa cela, ia akrab dengan siswa siswinya yang mayoritas anak baru gede (ABG). Kendati begitu, tahun 2014 dirinya dihadapkan pada pilihan yang benar- benar dilematis. Istrinya, divonis menderita kanker rahim stadium 3 C.
Karena merasa tak nyaman berulangkali mengantar istrinya kontrol ke Rumah Sakit Kanker Dharmais, akhirnya Tana memutuskan mengundurkan diri dari dunia pendidikan. Ia lebih memilih merawat sang istri, di mana, belakangan penyakit yang mengeram di rahim dinyatakan sembuh. Namun, sel kanker malah menjalar ke bagian otak, bahkan ada potensi merambah ke paru- paru dan usus besar.
Penyakit yang menggerogoti istrinya, jelas membutuhkan perhatian yang berlebih dari Tana. Untuk itu, ia pun memutar otak. Bagaimana caranya supaya dirinya mampu bersiaga penuh di samping sang istri tercinta, namun, dapur juga tetap mengebul. Dalam posisi menganggur itu, mendadak ojek online yang dikendalikan oleh Go-Jek tengah berkibar. “ Kenapa tidak melamar saja ke Go- Jek ? “ pikirnya.
Tetap Meneruskan Kuliah
Ramainya pemberitaan tentang Go- Jek semakin memikat Tana, ia pun segera mendaftar berulangkali melalui pesan singkat. Hasilnya, diabaikan. Karena penasaran, akhirnya didatanginya kantor Go- Jek, ternyata dirinya diminta mendaftar lagi di bulan Agustus 2015, tepatnya saat Go-Jek menggelar rekrutmen besar- besaran. Lucunya, ketika berada di kantor Go- Jek, Tana sempat bertemu dengan mantan muridnya yang jadi karyawan Go-Jek. Reaksinya, ya kagetlah.
Hingga akhirnya, di bulan Agustus lalu, Tana resmi menjadi tukang ojek online. Dengan mengenakan jacket hijau dan helm berwarna sama khas seragam Go-Jek, ia saban hari bertugas mengantar penumpang. Dirinya sengaja membantasi jumlah penumpang yang diangkutnya, dalam sehari, paling banter hanya lima orang penumpang yang dilayani. Persoalannya, selain tetap harus menjaga istrinya, anak semata wayangnya yang masih duduk di bangku SD juga butuh perhatian.
Tana yang tinggal di bilangan Pamulang, Tangerang Selatan, mulai “bertugas” pk 04.30, ia sengaja memilih penumpang yang mempunyai jarak tempuh jauh. Alasannya, uang yang dikantongi lebih besar dibanding mengantar jarak tempuh pendek. Biasanya, penumpang diantar ke kawasan perkantoran Sudirman mau pun Kuningan. “ Lumayan, sekali narik tarif normalnya sekitar Rp 90.000,” katanya.
Usai mengantar penumpangnya, bila tak ada order, Tana lebih suka menunggu order sembari menjaga istrinya di rumah. Bukannya ia tak mau ngumpul- ngumpul dengan rekannya sesama tukang ojek online, namun, dirinya memang harus lebih banyak berada di samping sang istri. Setelah menyandang status sebagai tukang ojek yang in comenya cukup lumayan, lantas apakah Tana melupakan dunia pendidikan ? Jawabnya, tidak. Hasrat belajarnya tetap menggebu.
Karena sebelumnya Tana sudah tercatat menjadi mahasiswa S3 di UNJ, maka ia pun tetap meneruskan kuliahnya. Dirinya telah merampungkan dua semester dan indeks prestasinya sangat lumayan, yakni 3,75. Meski nantinya Tana bakal menyandang gelar doktor, tapi Tana belum mempunyai rencana apa pun terhadap gelar itu. “ Saya ambil S3 untuk isi waktu luang. Siapa tahu ilmunya berguna untuk dunia pendidikan,” tukasnya.
Perjuangan Tana, semangat belajar yang ia miliki dan cintanya yang begitu besar terhadap sang istri, sepertinya akan menginspirasi banyak pria (waras) di dunia ini. Lantas, apakah dirinya pernah mengeluh ? Tana mengakui, ada kalanya ia marah pada Tuhan. Tetapi, membahagiakan istri serta anaknya adalah motivasi terbesar Tana untuk terus bekerja mau pun belajar.
Bahkan, Tana merasakan Tuhan malah memberinya jawaban yang indah saat dirinya sudah berserah diri. “ Menjadi pengemudi Go-Jek adalah salah satu rencana indah Tuhan untuk saya dan keluarga,” ungkapnya seakan bersyukur atas apa yang diperolehnya selama ini.
Ya, Tana memang pria istimewa. Di balik segala kesibukannya, mulai merawat istri, mengawasi anak semata wayangnya hingga mencari nafkah, ia masih mempunyai target. Maksimal dua tahun lagi disertasinya harus sudah selesai. Selamat berjuang bung ! Mengeluh tak akan menyelesaikan persoalan, teruskan perjuanganmu. Ingat, Tuhan tidak pernah tidur. (*)
Diolah dari : calon-doktor-rela-jadi-pengemudi-pengojek-ini-alasannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H