Gagal mengikuti SEA Games tahun 2005,tak membuat Triyaningsih patah semangat. Di bawah asuhan Alwi Mugiyanto, ia terus berlatih di komplek makam Ngebong, Sidorejo, Kota Salatiga. Baik pagi mau pun sore hari, tubuhnya selalu bermandi peluh. Di lokasi latihan, bagi Triyaningsih tidak ada kosa kata menyerah. Meski kaos dan celananya selalu basah kuyup akibat keringat, dirinya tetap menempuh porsi latihan yang diberikan pelatihnya.
Hingga tahun 2007, Triyaningsih kembali dipanggil untuk memperkuat pasukan Indonesia di SEA Games yang berlangsung di Thailand. Terkait hal tersebut, ia berlatih keras melebihi atlet normal lainnya. Hasilnya, dirinya mampu memecahkan rekornas nomor 5.000 meter dengan catatan waktu 15 menit 54 detik. Tahun 2009, di event yang sama, Triyaningsih turun di nomor 5.000 meter dan 10.000 meter. Prestasinya lumayan, dua medali emas disabetnya.
Menanjaknya prestasi Triyaningsih, akhirnya membuat KONI mau pun PB PASI “kesengsem”. Ia menjadi salah satu langganan atlet yang bertarung di ajang SEA Games. Bahkan, di SEA Games tahun 2011 yang berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan, dirinya diturunkan di tiga nomor , yakni 5.000 meter, 10.000 meter dan Marathon (42.195 kilo meter). Jika ditotal, selama berlangsungnya SEA Games, dia berlari sejauh 57.185 kilo meter !.
Dilatih Ruwiyati
2012, Triyaningsih sempat mengikuti Olimpiade di London. Turun di nomor Marathon, ia memasuki finish di urutan 84. Nampaknya, meski Berjaya di level Asia Tenggara, dirinya masih merasa minder bertarung dengan atlet- atlet dunia. Maklum, jangkauan langkah kakinya sangat jauh berbeda dibanding atlet- atlet bule. Ketika pelari bule satu langkah, Triyaningsih harus mengayun kaki dua langkah.
Semenjak Alwi, sang pelatih meninggal akibat terkena kanker getah bening, praktis Triyaningsih dilatih oleh kakak kandungnya sendiri, yakni Ruwiyati. Tahun 2013, di SEA Games yang berlangsung di Myanmar, ia menyabet medali emas di nomor 10.000 meter. Selain kalungan medali, lagu Indonesia Raya juga berkumandang diiringi bendera merah putih yang berkibar- kibar.
Harusnya, Triyaningsih tahun 2014 mengikuti Asian Games di Korea Selatan, celakanya, berdasarkan diagnose dokter, ia mengalami cedera hingga harus menjalani perawatan medis secara intensif dan diawasi dua orang ahli dari Australia serta Inggris. Untuk itu, dirinya menunda kesempatan berlaga di pesta olahraga tingkat Asia.
Hingga memasuki Juni 2015, Triyaningsih kembali memperkuat tim Indonesia di SEA Games yang berlangsung di Singapura. Turun di nomor 5.000 meter dan 10.000 meter, ia mampu memaksa lagu Indonesia Raya berkumandang saat penyerahan medali emas. Dengan perolehan medali ini, berarti Triyani sudah mengoleksi 10 emas di ajang SEA Games.
Di bawah asuhan Ruwiyati, Triyaningsih mematok target medali emas di SEA Games 2017 yang bakal berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia dan Asian Games tahun 2018 yang bila tak berubah bakal digelar di Indonesia. Untuk itu, ia dirinya terus berlatih keras demi nama Indonesia.
Diakui atau tidak, prestasi Triyaningsih telah menginspirasi banyak wanita di Republik ini. Ukuran yang tubuh mungil, namun tak menghalanginya berjuang untuk nama besar sebuah bangsa tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Dengan kaki- kakinya yang relatif kecil, dirinya menjadi “pejuang” yang pantang menyerah. Demi satu, yakni merah putih ! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H