Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gatot Pujo Nugroho, dari Kuli, Politisi, Penguasa Berakhir di Penjara

12 Agustus 2015   00:19 Diperbarui: 12 Agustus 2015   00:31 6217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho (GPN) yang saat ini menjadi tersangka kasus suap berjamaah di PTUN Medan, ternyata memiliki sisi kehidupan yang sangat menarik. Dari seorang kuli bangunan, mahasiswa, politisi, Gubernur dan berakhir di bui. Berikut rekam jejaknya.

GPN yang merupakan putra pasangan Joeli Tjokro Wardoyo dan Sulastri, lahir di Magelang, Jawa Tengah tanggal 11 Juni 1962. Sang ayah yang seorang prajurit TNI Angkatan Darat berpangkat bintara merupakan sosok yang religius. Begitu juga ibunya, selalu aktif dalam kegiatan pengajian di lingkungannya.

Tempaan kehidupan sehari- hari yang khas militer, membuat GPN tumbuh menjadi anak yang disiplin. Kendati begitu, ia sejak bangku SD sudah akrab dengan sholat lima waktu sehingga dirinya kerap dijuluki sebagai ”kyai”. Hampir seluruh pendidikan formalnya mulai SD hingga STM diselesaikan di kota getuk ini.

Menjelang lulus STM, GPN memiliki keinginan meneruskan karier ayahnya. Ia berniat mengikuti seleksi AKABRI yang jelas- jelas bakal terjamin masa depannya. Sayang, akibat terbentur masalah biaya, belakangan GPN mengurungkan niatnya mendaftar. Ayahnya berharap, GPN bisa segera bekerja usai mengantongi ijasah STM.

Sebagai anak yang patuh, GPN tanpa berfikir panjang langsung mengiyakan apa yang menjadi harapan ayahnya. Dengan berbekal ijasah STM itulah ia diterima menjadi tenaga lapangan salah satu kontraktor lokal. Untuk itu, dirinya ditempatkan di proyek pembuatan jalan raya Kaponan- Ketep, Kabupaten Magelang. Meski statusnya ikut kontraktor, ternyata pekerjaan yang dilakoninya di lapangan tak lebih dari seorang kuli. Sebab, sehari- hari dia bertugas menata batu fondasi, mengaduk semen hingga meladeni tukang.

Karena bayarannya relatif minim, lagi- lagi GPN berminat mendaftar tentara. Kali ini, ia memilih jalur Sekolah Calon Bintara (Secaba) yang bila diterima bakal menyandang pangkat Sersan Dua. Sayangnya, saat mengikuti seleksi kesehatan, dirinya tersingkir. Pasalnya, telapak kakinya yang biasa melakukan pekerjaan kasar, ternyata terlihat kasar dan penuh lobang.

Gagal menjadi anggota militer, GPN kembali meneruskan pekerjaannya sebagai kuli bangunan. Kendati begitu, niatnya untuk kuliah tetap menggebu. Bahkan, dirinya pernah menangis di depan ayahnya hanya gara- gara ingin berhenti bekerja dan akan kuliah di UGM Jogja.Tetapi, karena gaji sang ayah tak mungkin mencukupi membiayai kuliah, akhirnya kuliah di kampus biru tinggal angan belaka.

Hampir setahun GPN  bekerja sebagai buruh kasar, hingga ia mendengar adanya program beasiswa penuh D3 di Institut Teknologi Bandung (ITB). Mengingat nantinya tak bakal dipungut biaya sepeser pun, dirinya buru- buru mendaftar. Hasilnya dinyatakan lulus. Berangkat dari program D3 itulah GPN mulai menapak tanah Sumatera Utara, sebab, usai lulus tahun 1986, dia ditempatkan di Politeknik Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai staf pengajar.

Kenal Dunia Politik

Menjadi staf pengajar di Politeknik USU, GPN tetap meneruskan kebiasaannya sebagai aktifis Masjid. Kebetulan, saat kuliah di Bandung, ia aktif dalam berbagai kegiatan di Masjid Salman ITB dan Masjid Taqwa yang letaknya berada di depan rumah dai KH Abdullah Gymnastiar atau biasa disapa Aa Gym. Di lingkungan kampus USU, dirinya berkecimpung di masjid Dakwah USU.

Seringnya GPN mengikuti berbagai kegiatan di Masjid Dakwah USU, belakangan membuat ia kerap berhubungan dengan kader- kader Partai keadilan Sejahtera (PKS). Sebagaimana diketahui, PKS mampu terlahir setelah dibidani para mahasiswa yang aktif berdakwah di kampus- kampus seluruh Indonesia.

Kendati kerap berkutat dalam dunia dakwah, namun GPN bukanlah sosok pemuda yang kurang gaul. Terbukti, seorang gadis aktifis dakwah kampus bernama Sutias Handayani mampu dipikatnya. Keduanya melangsungkan pernikahan pada pertengahan tahun 1990. Dari buah pernikahan tersebut, lahir lima anak (semuanya perempuan).

Sembari bekerja, GPN terus aktif menjadi kader PKS. Tahun 2005, ketika Ketua DPW PKS Sumut yakni Muhammad Nuh mengundurkan diri karena memilih menjadi anggota legislatif, ia dipercara menduduki jabatan sebagai plh DPW PKS Sumut. Sejak mengenal dunia politik, praktis kesibukan dirinya semakin padat. Terkait hal tersebut, setelah menduduki kursi DPW PKS, akhirnya dia mengundurkan diri dari Politeknik USU dan berkonsentrasi penuh untuk membesarkan partai.

Karier GPN dalam politik semakin moncer ketika tahun 2008 Provinsi Sumut menggelar Pilkada, ia ditunjuk menjadi wakil Syamsul Arifin. Hingga perhelatan Pilkada dilakukan, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut mampu menggilas kompetitornya. Hasilnya, tanggal 16 Juni 2008 Syamsul Arifin dilantik menjadi Gubernur , sedang GPN dilantik sebagai Wakil Gubernur.

Memasuki tahun 2011, secara tiba- tiba, Syamsul Arifin ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menjadi tersangka kasus korupsi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat. Konsekuensinya, Syamsul diberhentikan dari posisi orang nomor satu di Sumut. Bak menerima durian runtuh, GPN dilantik jadi Pj Gubernur Sumut berdasarkan Surat Keputusan presiden bernomor 15/P/Tahun 2011 tertanggal 21 Maret 2011. Menginjak tahun 2013, saat Sumut kembali akan menggelar Pilkada, DPRD Sumut dalam sidangnya menyetujui pengajuan Wakil Gubernur GPN untuk diangkat jadi Gubernur definitif.

Menjabat sebagai gubernur definitif, rupanya membuat GPN semakin matang berpolitik. Hal itu terlihat ketika ia menggandeng Tengku Erry Nuradi maju di Pilkada Gubernur di tahun 2013. Diusung oleh PKS yang berkoalisi dengan partai lainnya, keduanya menyabet 32 persen suara. Tanggal 16 Juni 2013, GPN dilantik sebagai Gubernur Sumut, dan Tengku Erry menjadi wakilnya.

Seperti galibnya politisi di tanah air, ketika kekuasaan sudah ada di tangan, maka godaan berupa harta, tahta dan wanita kerap menari di benak. Demikian pula dengan GPN, secara diam- diam jauh dari publikasi, ia menikahi janda satu anak bernama Evy Susanti. Pernikahan yang konon dilangsungkan bulan April 2013 itu, nyaris tak tercium publik.

Masyarakat baru mahfum bahwa GPN ternyata memiliki istri kedua ketika perkara suap di PTUN Medan ditangani KPK. Yang mana, selain menyeret pengacara kondang OC Kaligis, belakangan KPK juga menetapkan GPN berikut istri mudanya menjadi tersangka hingga berujung ke penahanan. Sampai sekarang, pihak penyidik KPK tetap keukeuh menyebut bahwa inisiatif penyuapan datang dari Evy Susanti atas restu sang suami. Apakah hal tersebut nantinya mampu dibuktikan oleh Jaksa Penuntut di persidangan ? Agak susah menjawabnya. Yang jelas, perjalanan karier GPN memang fenomenal. Memulai karier sebagai kuli, politisi, penguasa dan berakhir di penjara. (*) 

Gatot Pujo Nugroho Dengan Istri Mudanya (Foto: dok tribunnews.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun