Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hore! Bekas Narapidana Boleh Ikut Pilkada

10 Juli 2015   00:28 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:09 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (9/7) membuat keputusan yang sangat melegakan bagi para bekas nara pidana (Napi) kasus apa pun. Pasalnya, mereka diperbolehkan ikut ambil bagian dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), baik tingkat Kabupaten/ Kota mau pun Provinsi.

Dalam putusan MK bernomor 42/PUU-XIII/2015 disebutkan bahwa MK membatalkan pasal 7 huruf g Undang- Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang memuat ketentuan mantan Napi dilarang mengikuti Pilkada. Dasar pencabutan pasal tersebut, menurut MK, dikarenakan bertentangan dengan UU Dasar  1945.

Tak pelak lagi, putusan para hakim di MK ini bakal menjadi “Viagra” bagi bekas Napi, termasuk para koruptor untuk memacu libidonya menjadi Bupati/ Walikota atau pun Gubernur. Sebab, hanya dengan melewati sedikit persyaratan, mereka bakal mampu berlaga di Pilkada.

Judicial review atas pasal 7 huruf g UU  Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada ini, sebelumnya diajukan oleh Jumanto warga Dusun Siyem RT 01 RW 04, Desa Sogaan, Pakuniran, Probolinggo dan Fathor Rasyid warga Kloposepuluh RT 020 RW 005 Desa Kloposepuluh, Sukodono, Sidoarjo, keduanya masuk Jawa Timur. Di mana, dengan didampingi Yusril Ihza Mahendra selaku pengacara termohon mereka menganggap semua warga negara dapat ikut serta dalam kegiatan pembangunan termasuk menjadi kepala daerah.

Terkait hal tersebut, pemohon meminta aturan yang membatasi hak- hak terpidana dalam pasal 7 huruf g dan pasal 45 ayat (2) huruf k UU Nomor 8 Tahun 2015 nyata- nyata bertentangan dengan pasal 28C ayat (2) UUD 1945.

Kendati MK sudah mengambil putusan untuk mengabulkan permohonan Jumanto dan Fathor Rasyid, namun putusan tersebut tidak diambil dengan suara bulat.  Tiga hakim konstitusi, masing- masing Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna dan Suhartoyo memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dalam putusannya, Ketua Majelis MK Anwar Usman menegaskan bahwa pasal 7 huruf g UU  Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan napi.

Jangan Kaget Dipimpin Koruptor

Menurut MK, bekas Napi yang boleh menjadi calon kepala daerah harus membuat pengumuman secara terbuka yang menjelaskan bahwa dirinya pernah menjadi terpidana. Pengakuan tersebut oleh MK dianggap merupakan pernyataan terbuka dan jujur dari mantan Napi yang tentunya akan diketahui oleh masyarakat luas. Selanjutnya terserah pada masyarakat mau memilih atau tidak terhadap bekas terpidana itu.

Lantas, bagaimana bila bekas pencoleng itu emoh membuat pengumuman secara terbuka atas rekam jejak dirinya ? Ternyata masih ada jalan lain, yakni berlaku putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009.  Yang mana, seorang mantan Napi diijinkan ikut Pilkada setelah lima tahun usai menjalani hukumannya.

Apa pun implementasinya di lapangan, yang jelas putusan MK bersifat final dan mengikat. Sebagai orang yang awam hukum, saya tak tertarik menelisik dalil- dalil yang disodorkan Yusril Ihza Mahendra mau pun dalil yang dipergunakan para hakim untuk memperkuat keputusannya. Dalam hal ini, saya lebih tertarik pada kondisi riil di Pilkada.

Dalam Pilkada, khususnya di tingkat Kabupaten/Kota, aroma money politik pasti terasa menyengat. Siapa lagi yang mampu bermain selain politisi korup  ? Bila sebelumnya para bekas koruptor yang sudah dibui ikut terberangus “syahwat” politiknya secara permanen, maka, dengan adanya putusan MK bernomor  42/PUU-XIII/2015, tak pelak lagi bakal membuat mereka kembali bergairah untuk terjun di ranah politik kembali.

Yang namanya Napi, pastinya beragam jenis kejahatannya. Meski begitu, para bekas Napi pencurian, penipuan,perampokan,  narkoba, terorisme hingga pembunuhan pun, praktis tak bakal mempunyai niat untuk bertarung di ajang Pilkada. Satu- satunya bekas pesakitan yang masih mempunyai libido menjadi kepala daerah, hanya bekas Napi korupsi. Celakanya, di Indonesia, tersangka korupsi mayoritas erat kaitannya dengan politik.

Kolaborasi koruptor dengan kepiawaiannya bermain politik inilah yang bakal membuka peluang bahwa kita nantinya tak perlu kaget bila suatu saat nanti akan dipimpin mantan koruptor. Konsekuensinya, tidak usah terkaget- kaget semisal Bupati atau Walikota kembali mengulangi perbuatannya menjarah APBD untuk mengembalikan investasi yang telah dibenamkan di Pilkada. (*)

Sumber : detik.com/mk-putuskan-bekas-narapidana-bisa-ikut-pilkada

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun