Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sstt, Wapres Ternyata Kerap Ditawari PSK

12 Mei 2015   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_416949" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi Prostitusi (Foto: Dok kompas.com)"][/caption]

Diam- diam, prostitusi tak hanya menyasar kalangan hidung belang yang biasa nongkrong di tempat hiburan saja, namun, Istana yang merupakan lokasi Presiden dan Wakilnya berkantor, belakangan juga jadi sasaran bisnis esek- esek tersebut.

Kepastian bahwa prostitusi telah menembus semua lini ini, disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) , Selasa (12/5) di Istana Wakil Presiden, Jakarta. Sebagaimana dilansir kompas.com, JK mengakui ponsel miliknya kerap menerima tawaran jasa wanita penghibur. “ Terus terang saya sering menerima gitu-gituan, dari nomor (sekian), mau berhubungan ini,ini,ini wanita cantik,” kata JK.

Tidak jelas kenapa JK enggan meladeni promosi terkait syahwat tersebut, apakah beliau memang tak suka atau ada faktor lain sehingga hal itu ditolaknya. Meski begitu, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik. Ternyata strategi pemasaran makluk cantik menghalalkan segala cara. Meski pejabat nomor dua di Republik ini, rupanya tetap saja jadi sasaran promosi.

Bila apa yang disampaikan JK benar adanya, maka mucikari yang mengirim pesan ke ponsel JK sangat tahu bahwa pesan yang dikirimkan bakal diterima Wakil Presiden. Pasalnya, nomor yang dipakai JK di ponselnya sudah berumur sekitar 20 tahun. Sampai sejauh ini, belum diketahui apakah Presiden Joko Widodo juga pernah menerima pesan serupa.

Sebagaimana diketahui, Polres Metro Jakarta Selatan belum lama ini telah membongkar prostitusi online yang melibatkan kalangan artis. Dari operasi tangkap tangan tersebut, berhasil diamankan seorang mucikari bernama Roby Abbas alias RA dan seorang artis berinisial AA.

AA yang diciduk petugas dalam kondisi tanpa selembar pakaian pun, belakangan oleh publik dianggap identik dengan artis Amel Alvi. Kendati Amel berulangkali membantah keterlibatan dirinya atas prostitusi tersebut, namun, petugas yang melakukan penggrebekan berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 45 juta, dua lembar pakaian dalam dan satu unit blackberry Q5.

Diproteksi Polisi

Ada hal yang menarik dalam pengkapan RA mau pun AA, di sini bila mau jujur telah terjadi diskriminasi hukum. Di mana, jajaran Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ternyata hanya menetapkan RA sebagai tersangka. Ia dijerat dengan pasal 296 KUHP dan pasal 506 KUHP yang ancaman maksimalnya hanya 1 tahun 4 bulan penjara. Sedang AA serta konsumennya lolos dari jerat hukum.

Aroma diskriminasi semakin kental terlihat ketika AA hanya menjalani pemeriksaan sebentar terus diijinkan pulang. Sedang RA yang bertindak sebagai mucikari diinapkan di tahanan, bahkan beberapa kali dipertontonkan di depan awak media. Pertanyaannya, kenapa polisi seakan memberikan proteksi terhadap AA mau pun konsumennya ?

Susah menjawabnya, sebab, hingga sekarang, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat mau pun Kasat Reskrimnya AKBP Audie Latuheru masih enggan mengungkap inisial AA mau pun pelanggan yang sudah menikmati hangatnya tubuh AA. Padahal, status keduanya hanya menjadi saksi yang tentunya tak butuh proteksi.

Prinsip hukum, yakni equality before the law yang artinya semua orang sama di mata hukum, sepertinya tidak berlaku dalam kasus prostitusi kelas atas ini. Sebab, fakta yang ada, terdapat perlakuan yang berbeda antara RA dengan AA mau pun konsumennya. Padahal, dalam kasus serupa, saat jajaran kepolisian melakukan penggrebekan di hotel kelas melati, orang- orang yang tertangkap kerap dipamerkan di depan media. Biasanya, entah yang ditangkap seorang PSK atau perempuan biasa, bakal menjalani pemeriksaan cukup panjang kendati buntutnya hanya dijerat tindak pidana ringan.

Dalam kasus AA, seharusnya polisi bisa bisa menjeratnya dengan Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Sebagai pelaku prostitusi, ia akan terancam hukuman paling singkat 20 hari dan maksimal 90 hari. Demikian pula konsumennya, sesuai pasal 42 ayat 2 huruf c di Perda yang sama, bakal terkena sanksi yang sama.

Dengan tetap dijeratnya AA dan konsumennya meski hanya menggunakan Perda, namun, efek jeranya akan sangat terasa. Sebab, nantinya publik bakal tahu persis, siapa AA serta siapa konsumennya. Tetapi, bila yang terkena hanya sang mucikari, maka, jangan harap prostitusionline mau pun konvensional mampu diberangus. (*)

Sumber :

nasional.kompas.com/Wapres.Pun.Pernah.Dapat.SMS.Tawaran.Wanita.Cantik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun