[caption id="attachment_407844" align="aligncenter" width="600" caption="Ribuan Umat Nasrani Disuguhi Tarian Kolosal Di Tengah Lapangan (Foto: bbs)"][/caption]
Sekitar 6000 an umat Kristiani yang berasal dari sekitar 76 gereja di Kota Salatiga, Minggu (5/4) sore, menggelar ibadah Paskah Bersama di lapangan Pancasila. Kendati hajatan besar itu berlangsung di depan Mesjid Raya Darul Amal, namun tak ada gesekan apa pun.
Kota Salatiga, yang di dalam peta hanyalah noktah kecil, memang istimewa. Bagaimana tidak, di kota yang wilayahnya cuma empat kecamatan ini, meski pemeluknya agama Islamnya mencapai 75 persen, namun juga dihuni hampir 23 suku yang berasal dari berbagai wilayah NKRI.
Keragaman suku, budaya, adat istiadat serta beragama tersebut, selama ini digawangi oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dipimpin KH Drs Tamam Qaulany. Keberadaan FKUB memang sangat dirasakan dampak positifnya, sebab, sangat jarang terjadi gesekan antar pemeluk agama yang berbeda.
Tak hanya perayaan Paskah Bersama saja yang digelar di lapangan Pancasila, tiap tanggal 25 Desember, tepatnya saat memperingati hari Natal, di lapangan yang sama selalu dipenuhi ribuan umat Nasrasi yang melakukan ibadah Natal Bersama. Demikian pula sewaktu Idhul Fitri dan Idul Adha, secara bergantian umat Muslim melaksanakan sholat id di lapangan tersebut.
Dalam melaksanakan perayaan Paskah Bersama yang dikoordinir oleh Badan Kerjasama Gereja Salatiga (BKGS),mengambil tema Tuhan Penyelamat Bangsaku. Sebenarnya dimulai pk 16.00, tetapi sejak pk 15.00 umat Nasrani sudah terlihat berdatangan dengan keluarganya. Walau sinar matahari lumayan menyengat, namun sepertinya tak menghalangi niat mereka dalam beribadah.
Di bawah penjagaan jajaran Polres Salatiga dan relawan , praktisprosesi kebaktian berjalan sangat mulus. Hingga reportase ini saya tulis, yakni pk 16.30, perayaan Paskah Bersama masih berlangsung tanpa gangguan apa pun. Ribuan jemaat mengikuti kebaktian sembari duduk lesehan di atas rumput. Ah, Salatiga memang beda.
[caption id="attachment_407845" align="aligncenter" width="614" caption="Ribuan Umat Nasrani Duduk Lesehan Saat Ikuti Ibadah Paskah (Foto: bbs)"]
Salatiga memang spesial, meski berdiam puluhan suku yang awalnya menuntut ilmu di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), namun, saat usai mengantongi gelar sarjananya, banyak yang enggan meninggalkan kota kecil tersebut. Apa yang membuat Salatiga terasa istimewa ? “ Kendati kota kecil, tapi penduduknya sangat menjunjung tinggi pluralisme,” kata Dr Izak Lattu (43) yang sehari- hari berprofesi sebagai dosen.
Menurut Izak, yang tahun 2013 lalu mengambil gelar doktornya di Amerika, ia nyaman di Salatiga karenaada yang tak bisa ditemui di kota lain, bahkan di luar negri sekali pun. “ Di sini tidak ada kerusuhan apa pun, tak kenal bencana alam, udaranya sejuk sehingga membuat pikiran ikut sejuk,” ujarnya seraya berkelakar.
Hal yang paling penting, lanjutnya, sebagai pemeluk agama Kristen yang taat, Izak dan keluarganya sangat merasa nyaman hidup di tengah penduduk yang mayoritas beragama Islam. Sebab, meski berbeda keyakinan, tapi faktanya benturan dengan dalih agama tak pernah terjadi.
“ Saudara- saudara saya dari Ambon, banyak yang kuliah di sini. Mereka juga merasakan kenyamanan yang sama seperti yang beta rasakan,” jelasnya.
Apa yang disampaikan Izak Lattu, memang bukan bualan. Di luar masalah korupsi serta hiburan malam, Salatiga layak dijadikan tempat tinggal pilihan. Terlebih lagi bagi orang- orang yang menghendaki ketenangan, maka kehidupan kota Salatiga memberikan kenyamanan yang ideal.
Dr Benny Ridwan yang berasal dari tanah Batak sendiri mengakui, ia dan keluarganya sangat betah tinggal di Salatiga. Walau dirinya merupakan Muslim yang taat, tetapi rekan- rekannya heterogen. Bahkan, banyak rekannya yang mengajar di UKSW. “ Kami biasa melakukan diskusi tentang berbagai hal,” kata dosen di IAIN Salatiga itu.
Tak hanya Dr Izak Lattu mau pun Dr Benny Ridwan saja yang merasakan nyamannya kehidupan di Salatiga, ratusan siswa serta guru di Sekolah Internasional yang terletak di Cabean, Mangunsari, Sidomukti, Kota Salatiga ternyata mengakui teduhnya keberagaman yang ada. Tak heran, bule- bule tersebut biasa keluyuran tengah malam tanpa merasakan adanya ancaman terhadap diri mereka. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H