Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sarpin Effect Tak Ngefek di Purwokerto

14 Maret 2015   16:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:40 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426324042699306254

[caption id="attachment_402792" align="aligncenter" width="560" caption="Hakim Sarpin Rizaldi (Foto: Dok Tribunnews)"][/caption]

Ekspektasi Mukti Ali, pedagang sapi yang menjadi tersangka kasus korupsi dana bantuan social atas gugatan praperadilan akhirnya musnah sudah. Kristanto Sahat, Hakim Pengadilan Negri (PN) Purwokerto, menyatakan menolak gugatannya.

Mukti Ali yang hanya orang awam hukum, sebelumnya  oleh Polres Banyumas ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bansos pengembangan sapi betina dari Kementrian Pertanian untuk Kelompok Tani Mekar Jaya, desa / kecamatan Sumbang, kabupaten Banyumas. Karena merasa penetapannya selaku tersangka dianggap janggal, akhirnya ia mengajukan gugatan praperadilan ke PN Purwokerto dengan nomor perkara 02/Pid Prad/2015/PN PWT.

ImpianMukti teramat sangatbesar, ia berharap Sarpin effect bakal menimpa dirinya. Didampingi kuasa hukum Joko Susanto SH, pihaknya sengaja menguji keabsahan pasal 77 KUHAP. Lantas bagaimana dengan hasil yang didapat pedagang sapi ini ?Dalam sidang putusan yang digelarSelasa (10/3) lalu, Hakim Kristanto Sahat secara tegas menolak permohonan yang diajukannya.

Kristanto menilai, sesuai pasal 77 KUHAP penetapan tersangka bukanlah ranah praperadilan. Artinya, putusan yang dikeluarkan sangat bertentangan dengan putusan Sarpin Rizaldi di PN Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperdailan Komjen Budi Gunawan. Yang mana, implikasi dikabulkannya gugatan perwira tinggi polisi ini, belakangan membuat KPK kelimpungan hingga melempar handuk.

Dualisme putusan yang bertolak belakangtersebut, tak pelak membuat para pencari keadilan terbingung- bingung. Mana yang benar ? Sarpin atau Kristanto ? Dalam hal ini Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, sebagaimana ditulis harian Suara Merdeka (11/3) memiliki argumentasi sendiri. Menurutnya, tidak ada yang salah dalam putusan hakim di PN Purwokerto mau pun PN Jakarta Selatan. Waduh ! Makin rancau.

Menurut Suhadi, hakim memiliki independensi yang tidak bisa diintervensi. Terkait hasil praperadilan di dua pengadilan yang berbeda, ia berpendapat dalam memutus perkara seorang hakim harus berdasarkan pokok materi. Di Indonesia tak menganut asas putusan hakim dalam kasus yang sama harus diikuti oleh hakim lainnya.

Pasal 77 KUHAP

KomentarSuhadi yang lumayan membingungkan sah- sah adanya, yang jelas Sarpin effect terbukti tidak ngefek. Kendati pasal 77 KUHAP sepertinya boleh ditafsirkan secara berbeda oleh hakim yang memegang perkara, namun pendapat ahli hukum pidana dan kriminologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Marcella Simanjuntak nampaknya lebih berpihak pada putusan Kristanto Sahat.

Menurut Marcella, sesuai pasal 77 KUHAP, tidak diatur kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus keabsahan penetapan tersangka. Dalam pasal 77 huruf a, disebutkan bahwa pengadilan negri berwenang untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Apa yang disampaikan oleh Marcella, belakangan diamini oleh Arif Susanto yang merupakan peneliti senior dari Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded). Menurutnya, putusan Sarpin yang mengabulkan gugatan Budi Gunawan merupakan langkah yang gegabah. Untuk itu, ia mengharapkan Komisi Yudisial segera bertindak.

Lantas bagaimana sebenarnya praperadilan sesuai isi KUHAP yang sepertinya boleh ditafsirkan secara berbeda ini ? Dalam pasal 1 butir 10 KUHAP, dinyatakan bahwa praperadilan adalah wewenang pengadilan untuk memeriksa dan memutus atas :1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan. 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan. 3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Bila saat ini terdapat putusan yang berbeda dalam perkara yang sama, maka ranah praperadilan akan menjadi ladang spekulasi bagi para tersangka dalam tindak pidana apa pun. Kalau hakim yang menanganinya terkena Sarpin effect, secara otomatis gugatannya bakal dikabulkan. Tetapi misal hakimnya malah terjangkit virus Kristanto effect, hasilnya bisa ditebak. Memang, hukum bukanlah ilmu pasti. Sehingga, multi tafsir terkadang bisa terjadi. (*)

*Ditulis Rabo 11 Maret 2015, tapi karena terkena virus flu, baru selesai hari ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun