[caption id="attachment_386335" align="aligncenter" width="451" caption="Ruang makan utama Joglo Ki Penjawi (Foto: Dok Gunawan H)"][/caption]
[caption id="attachment_386336" align="aligncenter" width="604" caption="Kompleks Joglo Ki Penjawi pada malam hari *Foto: Dok Gunawan H)"]
Seperti sudah menjadi tradisi keluarga selama puluhan tahun, tiap akhir bulan kami sekeluarga wajib hukumnya untuk makan malam di luar rumah. Kebetulan hari Jumat (26/12) pas liburan, susah mencari tempat makan di kota Salatiga yang tentunyamengena di hati.
Saat pk 20.00, puncak kelaparan sudah hampir mendekati ambang batas. Tiba- tiba, anak gadisku punya ide untuk menikmati santap malam di Resto yang katanya memiliki lokasi yang eksotis. “ Makan di Joglo Ki Penjawi aja mah, viewnya bagus,” kata anak gadisku.
What ? Joglo Ki Penjawi ? Di manakah gerangan, pikirku. Dipandu anak gadisku yang memang doyan jajan, kami bergerak menuju jalan Ki Penjawi menuju arah kantor kecamatan Sidorejo. Dan, setibanya di kantor kecamatan dari jarak 50 an meter Nampak bangunan berbentuk joglo berpagar bata merah. Sekilas tak ada yang spesial.
Memasuki pintu gerbang Joglo Ki Penjawi, barulah mulai terlihat sesuatu yang beda. Gerbang dengan ornamen etnik Jawa sudah Nampak di depan mata. Di halaman parkir, ada sekitar 6 mobil terparkir dan terdapat 10 an sepeda motor. “ Ga terlalu ramai, mungkin bisa menemukan kenyamanan di sini,” pikirku.
[caption id="attachment_386318" align="aligncenter" width="451" caption="Pintu gerbang Joglo Ki Penjawi (Foto: Dok Gunawan H)"]
[caption id="attachment_386322" align="aligncenter" width="499" caption="Pagar bumi Joglo Ki Penjawi (Foto: Dok Gunawan H"]
Kami melihat sekeliling, ada Gazebo- Gazebo dari kayu lawas berukuran 3 X 4 M kurang lebih 6 unit, sedang Gazebo yang agak besar berukuran sekitar 4 X 6 M , semua nya berbentuk joglo. Di ruang kasir, yang terletak dekat parkiran, terdapat meja dan kursi makan terbuat dari kayu. Dan, hampir di sekeliling mata memandang, ukiran etnik jawa mendominasi seluruh ruangan. Hanya satu kata, keren !
[caption id="attachment_386326" align="aligncenter" width="450" caption="Ruang makan dekat kasir (Foto: Dok Gunawan H)"]
Berjarak 5 meter dari ruang kasir, terlihat joglo besar berbahan kayu. Semuanya full ukiran khas Jepara tempo doeloe. Joglosekitar 10 X 25 M ini terdiri atas tiga lantai. Kami memilih tempat di lantai atas. Dan, benar kata anak gadisku. Viewnya sangat mempesona. Nampak kerlap kerlip lampu rumah mau pun mobil di bawah Gunung Merbabu.
[caption id="attachment_386327" align="aligncenter" width="482" caption="Joglo utama (Foto : Dok Gunawan H)"]
Seakan menikmati romantisme masa lalu, kami berempat mengambil posisi di pojok. Karena tak ada dinding mau pun tirai, angin dinginberhembus menerpa tubuh kami. Serasa ada kesegaran alami, apa lagi suara musik klenengan gending Jawa mengalun jernih. Lengkap sudah kenyamanan malam ini. Di sudut ruangan teronggok sepeda angin jaman baehula dan juga sepeda motor tua mungkin sejenis Norton.
Belum ada tiga menit duduk, muncul anak muda berpakaian batik menyodorkan daftar menu sembari siap mencatat. Saat kami memilih hidangan, dengan santun anak muda tersebut menjelaskan bahwa di Resto Joglo Ki Penjawi juga menyediakan ayam Taliwang. “ Kokinya asli dari Lombok pak,” ujarnya berpromosi.
Kami berdua sepakat mencicipi satu porsi ayam Taliwang, seporsi sop buntut. Untuk minumnya, aku pilih wedang jahe segelas berdua. Sementara anak- anak yang memang seleranya agak kekota- kotaan memilihspaghetti baberque dan minumnya coffee latte. Tak lupa buat camilan kami pesan singkong presto goreng serta tempe mendoan yang hangat tentunya.
Hanya makan waktu sekitar 10 menit, semua hidangan sudah tersaji. Aku icipi ayam Taliwang yang dipromosikan. Ehm…nikmat. Tak jauh berbeda dengan yang di Lombok, maklum kokinya berasal dari sana juga. Berikutnya aku cicipi sop buntutnya….nyam- nyam dagingnya berasa lembut. Sekarang, giliran anak gadisku dan adiknyamulai mengunyahspaghetti baberquenya. Rasanya ? Kedua anakku menunjukkan dua jempol tangannya.
Dalam hitungan menit, makanan berat yang teresaji tandas sudah. Saat kami menikmati singkong presto goreng, seorang pria berumur sekitar 45 tahun menghampiri kami.Ternyata ia adalah Ir H Gunawan Herdiwanto pemilik Joglo Ki Penjawi, biasa disapa dengan panggilan Iwan.
Iwan menuturkan, Joglo Ki Penjawi mulai dibangun 5 tahun yang lalu. Lokasi yang dipilihnya, dulu dikenal sebagai tempat jin buang orok. Memang Joglo Ki Penjawi hanya berharak 10 meter dari kompleks kuburan Cina, jadi di tahun 70an memang cukup angker.
“ Saya membangun tempat ini pelan- pelan. Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada makhluk halus yang mengganggu. Mungkin mereka betah di sini,” katanya.
Berangkat dari jiwa entrepreneur yang menggebu, insinyur pertanian ini terus mengumpulkan bahan- bahan Joglo. Ia bahkan berburu sampai luar pulau Jawa untuk menguber Joglo impiannya. “ Harganya memang tak murah, karena semua barang dijamin kayu tua,” tuturnya.
Menurut Iwan, banyak turis asing yang kerap bertandang di Joglo Ki Penjawi. Terkadang ada yang menginap hingga beberapa malam. “ Untuk tamu dalam jumlah terbatas yang akan menginap, kami sediakan home stay di pojok sana,” jelas Iwan sambil menunjuk paviliun berbentuk Joglo.
[caption id="attachment_386330" align="aligncenter" width="451" caption="Paviliun untuk tamu (Foto: Dok Gunawan H)"]
Kami sempat diajak berkeliling lokasi yang luasnya mencapai 2500 M2 ini, kami lihat beberapa unggas dan binatang berada di sangkarnya masing- masing. Kami lihat juga ada becak tua serta delman di halaman.Saat kami mau mengambil gambar melalui hand phone, Iwan mengatakan dalam cuaca yang mendung, ditambah sudah pk 21.30 hasil jepretan pasti jelek. Ia menawari dokumentasi miliknya. “ Silahkan dicopy pak,” ujarnya sambil menyodorkan tablet yang ditentengnya.
[caption id="attachment_386331" align="aligncenter" width="450" caption="Delman hiasan taman (Foto: Dok Gunawan H)"]
[caption id="attachment_386332" align="aligncenter" width="451" caption="Gazebo (Foto: Dok Gunawan H)"]